jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Hendry Saragih menegaskan bahwa skandal demurrage impor beras sebesar Rp 294,5 miliar yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi merupakan bukti kegagalan Bapanas-Bulog mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Hendry begitu ia disapa memaparkan bahwa kegagalan itu ditunjukkan lantaran pascamencuatnya skandal demurrage, harga beras mendadak menjadi mahal dan nilai impor naik hingga mencapai 6 juta ton pada 2024.
BACA JUGA: Skandal Demurrage Beras Impor Bulog-Bapanas Persoalan Hajat Rakyat
“Saya katakan (karena demurrage) pemerintah Jokowi gagal. Sejak awal dia pemerintah kan bilang mau stop impor beras, kenapa sekarang di akhir masa jabatannya, menjadi impor beras terakhir. Tahun ini (impor beras) mencapai 6 juta ton,” kata dia, Kamis (8/8).
Hendry meyakini, pasca mencuatnya skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar maka impor beras sebaiknya tidak usah lagi dilakukan.
BACA JUGA: Skandal Demurrage Impor Beras Dinilai Kental Aroma Manipulasi dan Korupsi
Terlebih, kata Hendry, setiap pemerintah melakukan impor beras selalu menimbulkan persoalan panjang.
“Ya kalau kita, yang pasti, impor beras tidak perlu ada. Karena persoalan impor inikan panjang (seperti demurrage),” tegas dia.
BACA JUGA: Bulog-Bapanas Tersandung Skandal Demurrage, Ada Dugaan Keteledoran yang Disengaja
Hendry menambahkan, daripada terus melakukan impor beras maka sebaiknya pemerintah dapat fokus melakukan penyerapan gabah petani. Impor beras, lanjut dia, amat sangat merugikan petani Indonesia.
“Mendatangkan beras dari luar negeri, potensi untuk masalah administrasi, kualitas, tentunya merugikan ekonomi nasional, baik petani maupun devisa negara. Lebih baik fokus pada penyerapan gabah,” tandasnya.
Sekedar informasi, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar.
Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto saat memberikan update terkait perkembangan laporanya ke KPK soal demurrage.
“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Hari, Minggu (4/8).
Sebelumnya, dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.
Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif