Slamet Suradio, Masinis KA dalam Tragedi Bintaro 1987, Hidupnya Kini (2-Habis)

Saat Jalani Hukuman, Istri Direbut Teman Sendiri

Rabu, 06 Oktober 2010 – 07:07 WIB
Slamet Suradio di rumahnya. Foto: Hendri Utomo/Radar Jogja/JPNN

Slamet Suradio, 71, masinis yang terlibat dalam tabrakan maut KA di Bintaro pada 1987, seperti hilang ditelan bumiNamanya baru diungkit lagi menyusul terjadinya kecelakaan KA di Stasiun Petarukan, Pemalang, Sabtu (2/10)

BACA JUGA: Slamet Suradio, Masinis KA dalam Tragedi Bintaro 1987, Hidupnya Kini (1)


 
=======================
HENDRI UTOMO, Purworejo
=======================

MENCARI Slamet Suradio di Purworejo memang tidak mudah
Radar Jogja (Grup JPNN) tak punya alamat detail rumahnya

BACA JUGA: Nestapa Keluarga Serka Bayu, Korban Tabrakan Maut KA di Pemalang

Bahkan, nama masinis yang pernah menggemparkan Indonesia itu tidak terdata di PT KA (Kereta Api) Kutoarjo


Petugas di Stasiun Besar Kutoarjo malah terkejut saat diberita tahu bahwa masinis KA 225 (Rangkasbitung-Jakarta) yang terlibat tabrakan dengan KA 220 (Tanah Abang-Merak) dan menewaskan 156 orang itu tinggal di Purworejo

BACA JUGA: Leonowens S.P., Penulis 30 Buku Karya Sastra dalam Setahun


 
Alamat Slamet akhirnya ditemukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten PurworejoSlamet Suradio tercatat sebagai warga RT 01, RW 02, Dusun Krajan Kidul, Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Purworejo

Saat didatangi di rumahnya Senin (4/10), laki-laki yang oleh warga sekitar lebih akrab disapa Slamet Bintaro itu sedang tidak adaRumahnya sepiTetangganya memberi tahu bahwa Slamet sedang berjualan rokok keliling di perempatan besar dekat BRI Cabang Kutoarjo (bukan berjualan rokok di rumah seperti diberitakan kemarin, Red)

Tapi, ketika pangkalan Slamet didatangi, bapak tiga anak itu ternyata sudah pergi"Wong, barusan dia di siniMungkin masih di sekitar sini saja," kata seorang tukang becak.
 
"Lha itu" orang yang pakai baju biru berjalan ke timurYa, itu Slamet Bintaro," tambah si tukang becak sambil menunjuk ke arah pria gaek yang berjalan sambil membawa kotak rokok di dadanya
 
Slamet yang mengenakan baju biru lusuh dan topi biru berjalan di trotoar dengan tertatih-tatihDi pundaknya tergantung tas berisi beberapa bungkus rokok yang dijual kelilingDia kaget ketika disapa dengan nama "Slamet Bintaro"

Namun, setelah diajak makan di sebuah warung, dengan antusias Slamet menceritakan tragedi kecelakaan kereta yang terjadi pada Senin Pon, 19 Oktober 1987, pukul 07.30 tersebutTabrakan frontal dua KA itu dianggap sebagai kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian IndonesiaSelain menewaskan 156 orang, tabrakan tersebut melukai sekitar 300 penumpang lainnya
 
Dalam kasus itu, Slamet akhirnya dihukum lima tahun penjaraBegitu bebas dari Lapas Cipinang pada 1993, Slamet masih boleh ngantor, meski hanya disuruh apel pagiNamun, pada 1994, dia diberhentikan dengan tidak hormatSecara otomatis dia tidak mendapatkan uang pensiunPadahal, Slamet mulai mengabdi di PJKA (kini PT KA, Red) sejak 1964 dan mulai 1971 menjadi masinis.
 
"Pengabdian saya selama puluhan tahun seperti tidak berarti," ujar suami Tuginem, 45, itu dengan nada keluTuginem merupakan istri kedua SlametIstri pertamanya, Kasmi, kawin lagi dengan masinis kawan Slamet ketika laki-laki berkulit hitam legam itu menjalani hukuman di Lapas Cipinang
 
Slamet kemudian membongkar isi tas cangklongnyaSelain rokok, ternyata Slamet ke mana-mana membawa "surat-surat penting" yang menjadi saksi bisu pengabdian dirinya sebagai masinisDi antaranya, surat tanda pengenal masinis dan surat pemberhentian dirinya oleh Kementerian Perhubungan
 
Dia tampak terlukaSelain merasa menjadi kambing hitam dalam tragedi Bintaro, dia mendapatkan tekanan dari mana-manaDia menjalani pemeriksaan yang melelahkan dan membuatnya stres
 
Dia juga tiga kali pindah rumah sakit saat menjalani pengobatan luka-luka akibat kecelakaan ituPertama, dia dirawat di RS Pelni JakartaNamun, lantaran mendapat teror dari massa "korban Bintaro", Slamet kemudian diamankan dan dipindahkan ke RS Cipto Mangunkusumo, sebelum dipindah lagi ke RS Kramat Jati

Di ICU RS Kramat Jati, Slamet dirawat tiga bulanSelama menjalani perawatan itu, dia masih sering dimintai keterangan oleh aparat kepolisian"Bahkan, saya pernah diinterograsi dengan todongan pistol agar mengakui apa yang tidak saya lakukanNamun, saya tetap kukuh karena saya menjalankan kereta setelah mendapat sinyal aman ketika masuk BintaroSaya sempat bilang, tembak saja PakSaya rela mati karena saya merasa tidak melakukan kesalahan," paparnya mengenang.
 
Meski demikian, Slamet Bintaro tetap menjadi terdakwaJaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat itu menuntut Slamet dengan hukuman 14 tahun penjaraNamun, hakim menjatuhi hukuman 5 tahun penjara
 
Setelah bebas dari Lapas Cipinang, Slamet Bintaro pulang ke kampung halaman, menemani istrinya yang bekerja sebagai buruh dan perajin empingSlamet memilih berprofesi menjadi pengasong rokok keliling untuk mengisi hari-harinya

Di perempatan BRI Kutoarjo yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Kutoarjo, saban hari dia dia menghabiskan waktu bersama para tukang becak dan tukang ojek yang mangkal di situ
 
"Yang penting, pekerjaan saya halalSaya tidak mencuri dan korupsi," tutur Slamet yang sehari rata-rata hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp 5.000(*/c6/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perdana Kartawiyudha; Berprestasi ke Inggris berkat Piawai Menulis Naskah Film


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler