Soal Desakan Kepada MPR untuk Mengadili Jokowi, Pakar: Tidak Ada yang Aneh

Kamis, 22 Juli 2021 – 16:11 WIB
Pakar komunikasi politik Universitas Eza Unggul Jamiluddin Ritonga. Foto: Dokumentasi pribadi for jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengomentari pernyataan mantan politikus Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban yang meminta MPR RI segera menggelar sidang istimewa untuk mengadili Presiden Joko Widodo.

Menurut dia, permintaan MS Kaban itu tentu tidak ada yang aneh.

BACA JUGA: Tokoh Muda Ini Sepakat dengan Ide MS Kaban MPR Sidang Istimewa Mengadili Jokowi

"MS Kaban sebagai warga negara berhak menyatakan hal itu berdasarkan argumentasi yang dikemukakannya," kata Jamiluddin kepada JPNN.com, Kamis (22/7).

Penulis buku Perang Bush Memburu Osama itu menambahkan, bagi yang tidak menyetujui punya hak untuk membantahnya dengan mengajukan argumentasinya.

BACA JUGA: Desak MPR Mengadili Presiden Jokowi, MS Kaban Disebut Sedang Membodohi Rakyat

Dia menegaskan, biarkan argumentasi itu saling mengemuka di ranah publik tanpa diiringi saling hujat.

Pasalnya, kata dia, publik akan menilai argumentasi mana yang paling bisa diterima.

BACA JUGA: Minta Jokowi Diadili, MS Kaban Cari Perhatian demi Genjot Popularitas Partai Ummat?

"Jadi, jangan cepat menghakimi MS Kaban dengan berbagai jargon negatif. Wacana seperti itu tak sesuai dengan kehendak demokrasi," ujar Jamiluddin.

Dia menambahkan, permintaan MS Kaban terkait sidang istimewa diatur dalam UUD 1945, khususnya Pasal 7A dan 7B.

Jamiluddin menjelaskan, bila mengacu pada dua pasal tersebut, permintaan MS Kaban untuk memberhentikan presiden bisa dilaksanakan jika disetujui DPR RI dan mengajukannya kepada MPR RI.

Namun, kata dia, sebelum diajukan DPR RI terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat tersebut bahwa presiden telah melakukan pelanggaran hukum.

Dia mencontohkan sejumlah pelanggaran hukum itu yakni berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

"MPR dapat memberhentikan presiden atas usul DPR. Usulan DPR itu sendiri mengacu atas keputusan Mahkamah Konstitusi. Sementara Keputusan Mahkamah Konstitusi ada karena atas permintaan DPR RI," tambah Jamiluddin.

Mantan dekan Fakultas Ilmu Komunikasi IISIP itu menyatakan, setidaknya Kaban sudah berani mengajak publik untuk berwacana mengenai pemakzulan presiden.

"MS Kaban sudah mencairkan sekat rasa takut untuk membahas pemakzulan presiden. Ini tentu menggembirakan untuk perkembangan demokrasi di tanah air," pungkas Jamiluddin. (cr3/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler