Soal Evaluasi Pilkada Langsung, Gagasan Mendagri Tito Sudah Benar

Kamis, 14 November 2019 – 14:50 WIB
Adhie M Massardi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Adhie M Massardi menilai, gagasan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mengevaluasi mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) sudah benar.

Menurut Adhie, pilkada langsung yang memakai ‘resep’ UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah ‘malapraktik politik’ paling merugikan rakyat. Selain prosesnya mengurang energi, juga berbiaya sangat besar dan jauh panggang dari api. "Kalangan elite dan intelektual selama ini memang banyak yang salah dalam mendiagnosis persoalan bangsa. Akibatnya, tentu saja, terapinya, treatment-nya juga sudah pasti salah,” kata Adhie dalam siaran tertulisnya, Rabu (13/11).

BACA JUGA: Jangan Buru-buru Menyimpulkan Pilkada Langsung atau Lewat DPRD

Tokoh Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini mengatakan, proses kelahiran pilkada langsung diwarnai euforia liberalisasi politik kelompok elite (politik) baru, dengan kedok 'membebaskan' penentuan pejabat publik dari genggaman partai politik yang korup yang menghegemoni penuh ruang-ruang di lembaga perwakilan rakyat daerah atau DPRD.

“Padahal dalam praktiknya, pilkada langsung menafikan konsensus bangsa Indonesia yang diabadikan dalam sila ke-4 Pancasila yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Meski dibuka celah kecil untuk calon independen, pintu utama penentu lahirnya pejabat publik tetap berada di tangan partai politik,” ujar Adhie.

BACA JUGA: Golkar Belum Putuskan Sikap Soal Evaluasi Pilkada Langsung

Akibatnya, pilkada langsung memakan biaya ultratinggi, dua kali lipat lebih. Sebab, selain harus mengeluarkan uang untuk membeli 'tiket' pilkada ke parpol, kandidat juga harus belanja sosial yang bisa jadi lebih mahal.  “Semisal membayar lembaga survei, sosialisasi ke seluruh para pemilih di seluruh pelosok daerah, membayar saksi, tim kampanye, serangan fajar, dan lain-lain,” katanya.

Jubir Presiden di era Abdurrahman Wahid ini mengatakan, hakikat mekanisme demokratis dalam konteks pilkada sebenarnya adalah transparansi, keterbukaan dalam penjaringan kandidat, dan akuntabilitas serta kredibilitas pelaksanaan pemilihannya. Bukan sekadar dipilih oleh sebanyak-banyaknya orang.

BACA JUGA: Komisi II DPR Sambut Positif Rencana Mendagri Tito Mengevaluasi Pilkada Langsung

 "Saya percaya Mendagri Tito Karnavian akan melakukan kajian yang benar dan komprehensif, sehingga punya resep yang lebih tepat dalam membenahi pilkada. Bukan lagi sekadar mempersoalkan mekanisme memilihnya, karena dalam masyarakat yang multiheterogen seperti Indonesia, jauh lebih penting menentukan siapa yang layak dipilih dibandingkan dengan menentukan cara memilihnya," jelasnya.

Menurutnya, dua pasangan calon (paslon) atau lebih yang semuanya lolos melalui mekanisme yang kotor, dipilih dengan cara apa pun bisa dipastikan akan menghasilnya paslon yang kotor. Sebaliknya, sejumlah kandidat yang melewati proses yang sehat, dipilih dengan cara apa pun akan menghasilkan kandidat yang juga sehat.

“Jadi, kalau Mendagri Tito dengan kewenangan konstitusionalnya fokus dalam menentukan paslon yang layak dipilih, misalnya dengan mewajibkan semua parpol menggelar konvensi (pilkada) yang transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitas serta kredibilitasnya, dipilih para anggota DPRD sambil tutup mata pun hasilnya, insyaalllah akan membawa berkah bagi rakyat di daerah,” tuturnya.

Namun, Adhi menyakini bahwa yang menolak secara lantang gagasan Mendagri itu. Mereka adalah para akademisi penyelenggara survei, yang lahan utama bisnisnya pilkada langsung. "Pilihan tergantung pada Mendagri Tito, mau mendengarkan suara mereka atau mendengarkan kehendak rakyat yang ingin memiliki kepala daerah yang membawa berkah."

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mempertanyakan relevansi pilkada langsung yang ada saat ini. Menurutnya, meskipun banyak manfaatnya tapi pilkada langsung juga menimbulkan banyak hal negatif. Pilkada langsung saat ini dinilai berbiaya tinggi.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler