Soal Freeport, Warga Papua: Bubarkan DPR!

Senin, 30 November 2015 – 17:49 WIB
Tampak puluhan warga Papua bersitegang dengan petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR karena mengambil spanduk yang dibentangkan saat aksi menolak PT Freeport Indonesia di Loby Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (30/11). FOTO: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR dibuat repot oleh belasan warga Papua yang menamakan diri Rakyat Indonesia Menggugat (RIM). Pasalnya, begitu masuk ke lobby gedung Nusantara III, mereka langsung mengibarkan spanduk meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) diadili.

Keributan antara para pengunjuk rasa dengan Pamdal DPR tak terelakkan ketika seorang petugas Pamdal, langsung menyita spanduk yang mereka bawa.

BACA JUGA: Mendagri Beri Sinyal Pemecatan Pejabat IPDN

“Hei, ini gedung rakyat, kembalikan spanduknya,” bentak seorang demontsran kepada petugas Pamdal, Senin (30/11).

Mereka pun langsung diarahkan keluar gedung. Namun, karena jumlah mereka sebanding dengan Pamdal yang seketika itu bertugas, upaya membawa mereka keluar gedung gagal.

BACA JUGA: Begini Isi Pidato Presiden Jokowi pada Peringatan HUT Korpri di Surabaya

Bahkan, beberapa di antara pengunjuk rasa mencoba mendekati akses lift tempat pimpinan DPR, DPD maupun MPR menuju ruangan mereka di lantai atas gedung Nusantara III. Mereka meneriakkan supaya DPR dibubarkan karena tidak becus bekerja memperjuangkan kepentingan rakyat, terutama soal Freeport.

“Bubarkan DPR,” teriak salah seorang demonstran. Tapi, beberapa saat kemudian, puluhan petugas Pamdal yang baru saja direkrut beberapa waktu lalu langsung berdatangan. Tapi setelah dimediasi, Ketua Umum RIM, Effendi Saman, meminta waktu memberikan keterangan pers.

BACA JUGA: Buntut Pemukulan, Kerja Sama IPDN-Akmil Ditunda

Terpisah, Senator atau Anggota DPD dari Provinsi Papua Barat, Mervin Sadipun Komber menilai tidak menentunya kebijakan pemerintah tentang perpanjangan kontrak karya, membuat isu tentang PT Freeport Indonesia sangat liar. Akibatnya, mengesampingkan tujuan sebenarnya dari operasional PT Freeport di Indonesia yang sejalan dengan tujuan pembangunan nasional sesuai UUD 1945, yakni kesejahteraan rakyat.

“Ini saatnya kita manfaatkan kekayaan kita untuk kemajuan Tanah Air. Saya tidak setuju metode pengambilan saham atau apapun, karena 40 tahun operasional PT Freeport di Papua tidak memberikan efek lebih bagi rakyat Indonesia terutama yang berada di Tanah Papua,” ucap Mervin.

“Hanya satu kata, Presiden Tolak Perpanjangan Kontrak Pt Freeport,” tegas Mervin lagi.

Ahli Hukum Tata Negara dan Pendiri Sidin Constitution-Law Office, Irmanputra Sidin mengatakan isu PT Freeport Indonesia segera diselamatkan melalui agenda konstitusional penggunaan hak angket DPR. Sebab, hal tersebut menyangkut keluhuran dan kehormatan perwakilan rakyat DPR serta masa depan daulat konstitusi kita.

“Isu PT Freeport Indonesia telah masuk kepada isu politik dalam negeri. Padahal isu yang paling penting adalah dugaaan pelanggaran berat atas kedaulatan negara dan konstitusi,” kata Irmanputra Sidin.

Menurut Irmanputra, masuknya perusahaaan tambang asing sejak zaman orde baru dengan menggunakan rezim kontrak antara negara dengan perusahaan tambang, yang meletakkan keduanya sederajat sesungguhnya bentuk pelanggaran berat terhadap konstitusi menyangkut negara menguasai bumi serta kekayaaan alamnya (Pasal 33 UUD 1945).

“Konstitusi mengharamkan perusahaan tambang duduk sejajar dengan negara,” tegas Irmanputra.(fat/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rektor IPDN Sudah Minta Maaf ke Gubernur Akmil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler