Soal Hepatitis Akut Misterius, Bu Siti Sampaikan Hal Ini, Bikin Tenang!

Kamis, 19 Mei 2022 – 20:56 WIB
Bu Siti Nadia Tarmizi bicara soal hepatitis akut misterius. Ilustrasi Foto: tangkapan layar dalam video Kemenkes.

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat - Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan kemungkinan penyakit hepatitis akut menjadi pandemi relatif kecil.

"Kalau kami lihat perkembangan kasus, kecepatan penambahan kasus, ini hepatitis akut misterius kalau berkembang seperti situasi pandemi rasanya kecil sekali," ujar dia di Jakarta, Kamis (19/5).

BACA JUGA: Ikhtiar Kemenkes Menangani Hepatitis Akut Misterius

Menurut Siti Nadia, situasi hepatitis akut yang terjadi di dunia saat ini tidak mengancam begitu banyak yang menyebabkan aktivitas masyarakat terganggu.

"Namun, tetap perlu kita waspadai karena WHO menyatakan sebagai penyakit yang berpotensi mencapai kejadian yang luar biasa," tutur dia.

BACA JUGA: Kemenkes Duga Ada 14 Kasus Hepatitis Akut Misterius, Begini Kondisinya

Dalam epidemiologi, dia mengemukakan tahapan-tahapan penyakit dimulai dari peningkatan kasus, kejadian luar biasa, wabah, endemi, dan pandemi.

"Kalau COVID-19 kan sampainya pandemi. Kalau ini (hepatitis akut) WHO cuma mengatakan hati-hati nanti bisa terjadi kejadian luar biasa," ujar dia.

BACA JUGA: Menyusup ke Hutan, Polisi dan TNI Menemukan Sebuah Ladang, Luas Banget!

Menurut para ahli, lanjut Nadia, gejala hepatitis akut mirip dengan gejala hepatitis A yang penularannya melalui makanan.

Namun, belum ada fakta ilmiah mengenai identifikasi virus dan pengobatan penyakit hepatitis misterius.

"Kami tidak tahu sebab penyakitnya, virusnya, mau obati pakai obat apa juga belum tahu, faktor risikonya belum tahu, bagaimana secara pasti menularnya seperti apa," kata dia.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap menerapkan gaya hidup bersih.

Nadia mengatakan dari data kasus di Indonesia yang dimiliki Kemenkes, tujuh dari 14 kasus hepatitis akut terjadi pada usia di bawah lima tahun.

Kemudian, terdapat tiga orang dengan usia 11-16 tahun, dan empat orang berusia 5-10 tahun.

"Risiko anak di bawah lima tahun lebih besar. Jadi, kami merasa tidak perlu melakukan evaluasi pembelajaran tatap muka (PTM)," pungkas Siti Nadia. (antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Pria Tewas Setelah Menenggak Miras Oplosan dari Pasangan Suami Istri Ini


Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler