Soal Korupsi Bansos, Yusril Bela Eks Bupati Kendal

Jumat, 28 November 2014 – 15:51 WIB
Pakar hukum tata negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra yang hadir sebagai saksi ahli di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (27/11). Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com - MANYARAN – Mantan Bupati Kendal Siti Nurmarkesi bisa sedikit tersenyum lega. Pasalnya, terdakwa kasus dugaan korupsi penyaluran dana bantuan sosial (bansos) keagamaan Kabupaten Kendal 2010 ini mendapat pembelaan dari pakar hukum tata negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra yang dihadirkan sebagai saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis (27/11).

Radar Semarang (Grup JPNN.com), Jumat (28/11) melaporkan, dalam persidangan tersebut Yusril menilai kebijakan yang diambil Siti Nurmarkesi dalam penyaluran dana bansos keagamaan Kabupaten Kendal 2010 bukan perbuatan melawan hukum. Karena itu, yang bersangkutan tidak harus dipidana.

BACA JUGA: 130 Warga Tanpa KTP Harus Bayar Denda hingga Rp50 Ribu

Dia menjelaskan, pelanggaran oleh kepala daerah atas ketentuan yang tidak mengatur adanya sanksi, maka tidak dapat dipidana. Akan tetapi, masuk dalam pelanggaran administrasi negara. Termasuk juga pertanggungjawaban atas kebijakan pimpinan yang dilakukan bawahannya, pembuat kebijakan tidak bisa disalahkan atas hubungannya.

”Ini sama kasusnya dengan kebijakan Jokowi (Joko Widodo, Presiden Indonesia) atas Kartu Saktinya di mana kebijakan tersebut mendahului sebelum adanya penetapan. Setelah dilaksanakan baru kemudian dibuat legitimasinya,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Gatot Susanto.

BACA JUGA: Sikapi Aksi Brutal Polisi di Musala, Warga Diminta Menahan Diri

Ditambahkan, asas umum pemerintahan yang baik adalah setiap kebijakan harus dilihat dari niat pembuatnya. Kebijakan tersebut harus mengedepankan manfaat bagi kepentingan masyarakat luas dengan batas kewajaran dan kelayakan.

”Kendati menyalahi tertib administrasi atau melanggar peraturan, namun sejauh kebijakan itu lazim, tidak untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk melayani masyarakat dan tidak ada kecurangan maka hal itu tidak masuk pidana,” katanya seraya menekankan bahwa penyelenggaraan pemerintahan itu tidak boleh kaku.

BACA JUGA: Bertindak Brutal di Musala, 6 Polisi Diperiksa

Yusril juga menegaskan, dasar pemidanaan korupsi tidak boleh hanya berdasarkan adanya potensi kerugian negara. Dalam hal ini, yang berhak menentukan ada atau tidaknya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

”Soal adanya keuntungan politis atau materi, itu sulit diukur karena tidak ada parameter untuk mengukur motif seseorang. Lebih baik melihat faktanya,” terangnya.

Terhadap keterangan saksi ahli, majelis hakim mengaku akan mempertimbangkannya. Lantaran pemeriksaan saksi dan ahli telah usai, majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menyiapkan surat tuntutan.
”Sidang ditunda dan dilanjutkan kembali Kamis (11/12) dua pekan kemudian dengan agenda pembacaaan tuntutan,” ucap Gatot Susanto sebelum mengakhiri persidangan.

Seperti diketahui, dalam perkara ini Siti Nurmarkesi didakwa telah melakukan kegiatan memperkaya diri, orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara sekitar Rp 1,3 miliar.

Dia dinilai melanggar ketentuan primer pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan dakwaan subsider melanggar pasal 3 jo 18 Undang-Undang yang sama jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Markesi, kasus ini juga telah menyeret mantan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Kabupaten Kendal, Abdul Rohman, dan bendaharanya, Siti Romlah. Serta mantan Kepala Sub Seksi Agama, Pendidikan dan Budaya (Kasubsi APB) Pemkab Kendal, Ahmad Rikza.

Ketiganya sudah divonis dengan hukuman berbeda. Abdul Rohman diganjar pidana penjara 2 tahun, sedangkan Siti Romlah dan Ahmad Rikza masing-masing 2,5 tahun. (fai/aro/ce1/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi Polisi Brutal di Musala, Kapolresta Temui MUI Meminta Maaf


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler