Soal Newmont, Menkeu Tantang DPR ke MK

Kamis, 02 Juni 2011 – 15:41 WIB

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo menantang DPR untuk membawa masalah pembelian tujuh persen sisa divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh Pemerintah ke Mahkamah Konstitusi (MK)Tantangan itu dilontarkan Menkeu sebagai respon atas sikap DPR yang dinilainya telah mengganjal pemerintah untuk membeli tujuh persen saham NNT dengan menggunakan dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

“Kita akan jalan terus

BACA JUGA: Kebijakan Harga BBM Sandera Target Inflasi

Kita tetap membeli divestasi saham Newmont tanpa persetujuan DPR karena sumber dana pembeliannya sudah jelas yakni dari PIP yang juga berasal dari APBN 2011 dan penggunaannya juga diatur oleh UU Nomor 10 tahun 2010 tentang APBN
Kalau DPR tetap mempermasalahkannya, maka pemerintah akan membawa masalah ini ke MK,” tegas Agus Martowardojo, dalam rapat dengan Komisi XI, di gedung DPR, Rabu (1/6) malam.

Sebaliknya, sejumlah anggota Komisi XI DPR mengingatan Menkeu

BACA JUGA: Impor Cetak Rekor Tertinggi

Apabila pembelian dengan menggunakan dana PIP itu tanpa meminta persetujuan DPR, maka DPR akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit proses pembelian divestasi saham itu.

Dalam rentang satu bulan, Menkeu dengan Komisi XI DPR sudah menggelar tiga kali rapat khusus membahas pembelian saham NNT
Ada pula satu kali kali rapat gabungan Komisi VII dan XI

BACA JUGA: PLTA untuk Inalum Diserahkan 2012

DPR memberikan kesempatan pada Menkeu untuk membatalkan pembelian tujuh persen saham NNT sekaligus menyarankannya ke Pemerintah Daerah (Pemda) NusaTenggara Barat  (NTB).

Namun, rapat tadi malam berakhir buntuDPR kukuh pada kesimpulan rapat terdahulu bahwa pembelian saham harus atas persetujuan DPR dan tidak menggunakan dana PIP yang khusus diperuntukan bagi kepentingan pembangunan infrastrukturSedangkan pemerintah tetap ngotot dan menegaskan pembelian saham sudah sesuai mekanisme dan UU Pengelolaan Keuangan Negara

Karena sikap keras Menkeu ini, menimbulkan pertanyaan, Menkeu dinilai ingin membela kepentingan asing (AS) dan mengabaikan nasionalisme, karena tujuh persen saham yang dibeli tidak akan berpengaruh besar dan justru memecah konsolidasi saham yang akan dimiliki Pemda.

Dalam raker kemarin itu, Menkeu mengulang keinginan membeli saham Newmont dan mengajukan usulan baru yakni akan membawa masalah sengketa penafsiran atas UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Keuangan Negara ke MK.

Usulan Menkeu ternyata dikritisi oleh sejumlah anggota Komisi XI seperti Arif Budimanta (FPDIP), Nusron Wahid (FPG), Edison Betaubun (FPG) dan Andi Rachmat (FPKS)Politisi Senayan mengingatkan Menkeu bahwa upayanya ke MK akan berimplikasi jauhYaitu konflik berkepanjangan antarlembaga negara

Muara konflik antar lembaga itu bisa saja membawa pada impeachment terhadap Presiden yang dinilai telah melanggar UU APBNSebab jika diajukan ke MK, maka tugas MK memberi pendapat atau fatwa hukum.
 
“Saya ingatkan bahwa membawa masalah Newmont ke MK dampaknya bisa menyeret pada pemakzulan presidenMenkeu tidak sadar dan mungkin saja melakukan pembusukan terhadap pemerintahan saat ini,” ujar Nusron Wahid.

Arif Budimantan mengatakan, dengan membawa masalah ini ke MK, Menkeu memperlebar masalah ini menjadi masalah DPR dan Pemerintah/Presiden“Menkeu dengan sengaja menghadapkan DPRdengan Presiden dan ini sangat berdampak serius,” katanya.

Sebelumnya, menyikapi sisa divestasi saham Newmont ini, Komisi XI dan Komisi VII bidang energi sepakat agar 7 persen divestasi saham itu diserahkan ke Pemda NTB sehingga kepemilikan saham daerah bisa bertambah dari 24 menjadi 31 persen.

Total saham ini akan membuat daerah lebih berperan di Newmont dan juga pendapatan daerah akan berlipat guna kepentingan pembangunanApalagi sebelumnya pemerintah ketika Sri Mulyani menjadi Menkeu, sudah dua kali menolak membeli sisa saham divestasi ini(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Persiapan Ambil Alih Inalum Sudah Matang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler