Soal Pekerja Asal Tiongkok, PB NU Ingatkan Pemerintah Harus Sensitif

Rabu, 21 Desember 2016 – 07:44 WIB
Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siroj. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Maraknya tenaga kerja kasar asing, khususnya asal Tiongkok, telah memicu keresahan sebagian masyarakat. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) pun ikut bereaksi.

Mereka melihat keberadaan para pekerja itu telah memberikan dampak negatif bagi pekerja lokal.

BACA JUGA: Ketum MUI dan Kapolri Makan Malam Bersama

”PB NU mendesak kepada pemerintah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang tertuang dalam Pancasila,” ujar Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siroj di Jakarta kemarin (20/12).

Said mencontohkan kasus yang terjadi di Banten Agustus lalu. Saat itu polisi mengamankan 70 buruh ilegal dari Tiongkok dalam pembangunan pabrik semen di Puloampel, Serang.

BACA JUGA: Pandangan Menag Lukman Hakim soal Fatwa MUI

Yang memprihatinkan, lanjut Said, komposisi pekerja proyek di sana cukup jomplang. Yakni, 30 persen merupakan buruh lokal dan sisanya dari negara asing.

”Bayaran yang mereka terima pun superbesar dibanding buruh lokal,” imbuhnya.

BACA JUGA: Simak! Pernyataan Tegas Ketum MUI

Buruh asing menerima Rp 15 juta per bulan, sedangkan buruh lokal hanya dibayar Rp 2 juta per bulan.

”Pemerintah harus sensitif menjaga perasaan rakyat. Sekaligus mengkaji ulang kebijakan pembangunannya bila dalam praktik tidak mengajak rakyat sebagai mitra, dalam hal ini sebagai pekerja,” tuturnya.

Pemerintah, termasuk pengusaha, imbuh Said, juga harus memperhatikan lagi hal-hal mendasar sebelum mempekerjakan tenaga asing di Indonesia.

Salah satunya terkait dengan fakta jumlah penganggur di tanah air yang masih tinggi hingga saat ini. Lebih dari 7 juta orang.

”PB NU juga mendesak pemerintah memperkuat negosiasi kesepakatan kerja sama dalam paket-paket investasi yang dilakukan,” imbuhnya.

Terpisah, peneliti utama LIPI Siti Zuhro juga meminta pemerintah aktif menjelaskan berbagai isu seputar kegiatan WNA yang menjadi keresahan sebagian publik dewasa ini.

Dia khawatir muncul anggapan adanya pembiaran jika pemerintah masih tetap cenderung diam seperti sekarang.

”Itu berbahaya. Jangan sampai masyarakat menuduh pemerintah membiarkan saja. Apalagi jika sampai berkembang isu bahwa justru pemerintah yang ikut melakukannya,” ingat dia.

Menurut Siti, banyak isu serius yang telanjur bertebaran di masyarakat. Bukan hanya soal tenaga kerja kasar dari Tiongkok, tapi juga soal pembangunan perumahan untuk orang-orang Tiongkok, masuknya narkoba melalui kontraktor pembangunan Tiongkok, hingga soal e-KTP yang bisa dipalsukan.

Atas hal-hal tersebut, Siti menilai Menkum HAM seharusnya bisa menjelaskan berapa banyak turis Tiongkok yang masuk ke Indonesia. Berapa banyak pula yang bekerja di Indonesia.

Begitu juga Menaker, yang seharusnya bisa menjelaskan berapa tenaga kerja legal dan ilegal dari Tiongkok.

Tak terkecuali Menlu yang seharusnya bisa menjelaskan bagaimana hubungan Tiongkok dengan Indonesia saat ini.

Termasuk seberapa jauh isu perang kepentingan kapitalisme lama seperti Amerika Serikat melawan kapitalisme baru seperti Tiongkok yang ada di Indonesia. ”Tapi, semua kan seperti diam. Jubir pemerintah pun diam saja,” sesalnya. (dyn/c9/fat)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Giliran MUI Peringatkan Kapolri soal Fatwa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler