jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengapresiasi langkah Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menandatangani perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura.
Herzaky berharap perjanjian ekstradisi kali ini dapat diterima oleh DPR dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang akan didapatkan oleh Indonesia.
BACA JUGA: Soal Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, Demokrat: Jokowi Ulangi Langkah Pak SBY
“Ada upaya dari Pak Joko Widodo untuk melanjutkan dan mengulang kembali jejak keberhasilan Pak SBY. Kami harap kali ini bisa didukung oleh DPR untuk diratifikasi," ucap Herzaky, Jumat (28/1/2022).
Sebelumnya, Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menandatangani perjanjian ekstradisi dan 2 perjanjian lainnya antara Republik Indonesia dan Singapura dalam pertemuan bilateral yang berlangsung di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1).
BACA JUGA: RI-Singapura Teken Perjanjian Ekstradisi, Habiburokhman DPR Bereaksi
Perjanjian itu terkait persetujuan tentang penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia – Singapura (realignment Flight Information Region – FIR), perjanjian tentang ekstradisi buronan (Extradition Treaty), dan pernyataan bersama (Joint Statement) Menteri Pertahanan RI dan Singapura tentang kesepakatan untuk memberlakukan perjanjian pertahanan 2007 (joint statement MINDEF DCA).
Pada kesempatan itu, Herzaky secara khusus mengapresiasi penandatangan perjanjian tersebut, terutama perjanjian ekstradisi.
BACA JUGA: Soal Penolakan Permohonan Pelantikan Wakil Bupati Ende, Petrus Selestinus Merespons
Namun, dia menyebutkan perjanjian ekstradisi dan perjanjian pertahanan tersebut bukan yang pertama kali dilakukan oleh Indonesia dan Singapura. Hal tersebut pernah digagas oleh Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Perjanjian ini pertama memang tanggal 27 April 2007 sudah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Singapura waktu itu yang menandatangani adalah Menlu Hasan Wirayuda dan Menlu Singapura," kata Herzaky.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi disaksikan oleh SBY dan Perdana Menteri Singapura kala itu tidak terlaksana dikarenakan DPR menolak untuk meratifikasinya.
"Perjanjian terkait pertahanan itu ditolak, sehingga perjanjian ekstradisi tidak berlaku. Itu ditolak oleh DPR," kata alumnus Universitas Indonesia itu.(mcr8/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich