jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) Arsul Sani tidak yakin terjadi salah ketik terkait draf Pasal 170 Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, yang mengatur presiden bisa membatalkan undang-undang (UU) lewat peraturan pemerintah (PP).
Wakil Ketua MPR itu lantas memberikan contoh penulisan yang salah ketik. "Saya kira tidak salah ketiklah. Sebab, kalau salah ketik itu misalnya seharusnya katanya ada menjadi tidak ada, itu menjadi salah ketik. Atau bisa menjadi tidak bisa, atau tidak bisa jadi bisa, nah itu salah ketik,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/2).
BACA JUGA: Mengapa Ada Salah Ketik di RUU Omnibus Law Cipta Kerja?
Arsul menyatakan kalau dalam satu kalimat, apalagi di dua ayat yang terkait, tidak mungkin salah ketik. Namun, ujar Arsul, ini baru RUU, dan masih bisa diperbaiki.
“Nah tentu berterima kasih bahwa para ahli hukum, elemen masyrakat sipil, teman-teman media mengingatkan itu, sehingga itu nanti menjadi paham pembahasan di DPR ini," ungkap Arsul.
BACA JUGA: Ada Salah Ketik di RUU Omnibus Law, Pemerintah Dianggap Seperti Anak PAUD
Dia menjelaskan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, maka rumusan Pasal 170 yang ada di draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja itu menjadi masalah.
Menurut Arsul, dalam UU 12/2011, PP adalah peraturan yang dibuat dalam rangka melaksanakan ketentuan UU. Nah, kata Arsul, kalau ada PP menggantikan UU itu berati menabrak definisi di dalam UU 12/2011.
BACA JUGA: Ada Salah Ketik di Omnibus Law, Syarief Hasan Sebut Klarifikasi Mahfud MD Lucu
Selain itu, ujar Arsul, dari sistem ketatanegaraan juga tentu bermasalah. Menurut dia, kalau presiden bisa mengubah UU dengan PP, itu sama saja mensubordinasikan posisi DPR di bawah presiden.
Menurut dia, kalau concern-nya ingin proses yang cepat, bukan harus mengubah UU dengan PP. Namun, kata dia, apa yang ada di dalam UU itu yang terkait dengan hal-hal yang diatur di Omnibus Law RUU Cipta Kerja bisa dibuat proses perundang-undangan yang cepat.
"Misalnya kalau pemerintah berinisiatif mengubah suatu ketentuan di dalam UU Cipta Kerja nantinya, maka yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengajukan RUU. Dan itu harus dibahas dengan supercepat, kemudian diatur dalam RUU Omnibus Law itu," paparnya.
Menurut dia, dalam UU 12/2011, bila DPR atau pemerintah yang mengajukan UU inisiatif, harus direspons. "Respons itu 60 hari. Jadi, bukan dengan mengubah satu ketentuan UU dengan peraturan pemerintah," ujar dia.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy