Soal PT IBU, Herman Khaeron Apresiasi Penegakan Hukum Bidang Pangan

Senin, 24 Juli 2017 – 19:54 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron angkat bicara tentang kasus yang membelit PT Indo Beras Unggul (IBU).

Sebagaimana diketahui, pabrik beras milik PT IBU di Bekasi disegel pihak berwajib.

BACA JUGA: Bareskrim Panggil 9 Saksi Kasus PT IBU, tapi yang Datang..

Saat itu, Tim Satgas Pangan menemukan beras IR64 sebanyak 1.162 ton yang kandungan karbohidratnya dipalsukan

“Saya memberi apresiasi atas penegakan hukum di bidang pangan. Itu pula yang menjadi harapan kami yang dituangkan dalan UU Pangan 18 Tahun 2012,” kata Herman, Senin (24/7).

BACA JUGA: Cegah Beras Maknyuss Meluas di Pasaran, Polda Jabar Genjot Pengawasan

Dia menambahkan, PT IBU yang merupakan anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera adalah perusahaan dibidang perberasan dengan kapasitas produksi mencapai satu juta ton.

Menurut Herman, PT IBU merupakan perusahaan swasta terbesar setelah Perum Bulog yang memiliki kapasitas gudang empat juta ton.

BACA JUGA: Hamdalah, Batam Bebas Beras Plastik

Terkait dugaan beras tersebut bersubsidi, Herman menilai ada dua kemungkinan.

“Beras tersebut alokasi rastra atau raskrin yang setiap tahun dialokasikan untuk keluarga miskin, kelas beras medium, dan disalurkan secara tetutup oleh Bulog dan pemerintah daerah. Atau, beras subsidi yang dimaksud adalah bantuan terhadap petani dalam bentuk subsidi pupuk, benih, dan bantuan produksi lainnya,” imbuhnya.

Menurut Herman, jika beras itu  raskin/rastra tentu ada peraturannya sehingga kalau disalahgunakan pasti melanggar hukum.

Namun, jika yang dimaksud adalah petani yang mendapat subsidi produksi, belum ada aturan atas hasil produksinya.

“Termasuk harus dijual ke siapa dengan ketetapan harga tertentu karena belum ada aturannya. Kecuali ada inpres 5 tahun 2015 yang mengatur harga pembelian pemerintah (HPP) yang saat ini menjadi harga patokan pembelian pemerintah kepada petani/pelaku usaha melalui pengadaan Bulog, dan aturan harga eceran tertinggi (HET) yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah,” imbuh Herman.

Karena itu, sambung Herman, jika yang dimaksud adalah beras hasil petani yang disubsidi atau yang mendapat bantuan saprotan dan saprodi, belum ada peraturan yang mengikat terhadap hilirnya.

Menurut dia, subsidi dan berbagai bantuan saprotan dan saprodi dimaksudkan agar usaha petani lebih kompetitif, produktif, dan petani mendapatkan benefit.

Dengan penguasaan lahan pangan yang sempit, usaha petani kurang ekonomis, sehingga harus dibantu dan diringankan biaya peroduksinya.

Menurutnya, hal itulah pentingnya subsidi dan bantuan tersebut bagi petani.

“Kami juga mempertanyakan dihapusnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Kementerian Pertanian karena tidak ada yang urus di hilirnya petani. Saya juga berharap petani jangan dijadikan mesin produksi, tapi harus menjadi subjek penyedia pangan dan terlibat sampai kepada procesing hasil produksinya, bahkan sampai ke pasar. Dengan begitu, benefit-nya dapat dirasakan petani,” kata Herman.

Namun, Herman mempersilakan pihak berwajib mengusut kasus tersebut secara mendalam.

“Jika PT IBU dan PT TPS melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal dalam Undang Undang 18/2012 tentang Pangan ataupun UU lainnya, silakan diusut tuntas dan tegakkan hukum seadil-adilnya,” tegas Herman. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri, Kemendag dan Kementan Diminta Tarik Merek Beras yang Dipalsukan


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler