Soal RUU Pertanahan, Hakam Naja: Kami Tunggu Saja Sikap Pemerintah

Selasa, 27 Agustus 2019 – 03:27 WIB
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Abdul Hakam Naja (kiri). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan sulit mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Pertanahan apabila pemerintah, dalam hal ini kementerian terkait belum satu suara. RUU itu disahkan jika DPR dan Pemerintah sepakat.

Karena harus satu suara, tiap kementerian harus menghilangkan ego sektoralnya. Jika tidak ada kesepakatan di antara kementerian terkait maka RUU DPR akan kesulitan.

BACA JUGA: Bamsoet: Semua Elemen Bangsa Harus Ikut Bela Negara

“Jadi, pihak pemerintah dalam hal ini setiap kementerian harus kompak satu suara. Bola kini di tangan Pemerintah. DPR menunggu sikap pemerintah,” kata anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Abdul Hakam Naja, Senin (26/8) menjawab pertanyaan sekitar perkembangan RUU Pertanahan.

Menurut politikus PAN ini, Pemerintah harus menentukan sikapnya terhadap RUU Pertanahan ini. Lebih lanjut, Hakam Naja mengatakan salah satu masalah krusial dalam RUU Pertanahan ini adalah karena persoalan single land administration atau sistem administrasi tunggal atas semua pertanahan di Indonesia. Jika disepakati sistem yang modern seperti dalam hal adminsitrasi kependudukan, maka semua tanah harus didaftar, baik tanah negara, tanah terlantar, tanah dengan model HGU, GHB dan sebagainya.

BACA JUGA: Komisi II DPR Diminta Tidak Mengabaikan Hasil Rakor di Kantor Wapres

“Nah, dalam konteks sistem adminsitratsi tunggal dalam pertanahan ini muncul beda pendapat, beda penafsiran dan ego sektoral dan membuat RUU ini terkatung-katung. Padahal jika semua sepakat maka masalah berat di RUU bisa diselesaikan,” kata anggota Komisi II DPR ini.

Hakam menyebutkan periode DPR periode 2014-2019 akan berakhir 30 September. Artinya, hanya tinggal sekitar satu bulan lagi. Jika belum ada kesepakatan dari pemerintah maka akan sulit untuk mengesahkan RUU Pertanahan.

BACA JUGA: Jangan Sampai Pemindahan Ibu Kota Jadi Proyek Mangkrak

Seperti diketahui, Presiden Jokowi pekan lalu telah meminta Wapres Jusuf Kalla untuk mengoordinasi soal RUU Pertanahan dan Wapres Jusuf Kalla juga telah mengumpulkan semua kementerian terkait untuk membahas masalah ini.

Jusuf Kalla memerintah setiap kementerian terkait untuk membuat tugasnya yang terkait RUU Pertanahan, kemudian melakukan koordinasi kembali di Kemenko Perekonomian untuk dibahas ulang. Hasil rapat di Kantor Kemenko Perekonomian tersebut akan dibawa lagi dalam rapat lengkap kementerian terkait di Kantor Wapres. Jika sudah ada kesepakatan, barulah Pemerintah membawa masukan terakhir ini ke DPR.

Inisiatif DPR

Hakam Naja yang pada periode 2009-2014 menjadi Ketua Panja RUU Pertanahan ini mengungkapkan, RUU Pertanahan yang dibahas saat ini merupakan pengulangan dari pembahasan RUU ini pada periode DPR 2009-2014.

“Saya dulu Ketua Panja dan saya paham betul mengapa RUU ini akhirnya gagal untuk dituntaskan dan disahkan, karena pemerintah beda pandangan, kementerian teknis belum ada kesepakatan. Jadi ya tidak mungkin disahkan, padahal saat itu ada 7 kementerian yang diutus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” katanya.

Hakam menceritakan, sampai tahun 2011 Pemerintah belum mengajukan lagi draf RUU. Padahal RUU Pertanahan ini merupakan amanat dari Tap MPR yang memerintahkan DPR dan Pemerintah dalam waktu 10 tahun harus membuat UU Pertanahan guna menyelesaikan berbagai konflik agraria. Akhirnya DPR pada tahun 2012 mengambil inisitif untuk membuat draf yang materinya hampir sama dengan draf sebelumnya dan dijadikan usul inisiatif Dewan.

“Saat ini, saya ulangi lagi, semua bergantung pada pemerintah. Bola ada di tangan pemerintah. Kami tunggu saja sikap pemerintah,” ujar Hakam Naja.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sutriyono: Pemerintah Harus Satu Suara Soal RUU Pertanahan


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler