Solar Langka, Pelabuhan Sampit Lumpuh Total

Jumat, 13 Mei 2011 – 13:23 WIB
SAMPIT – Kelangkaan bahan bakar jenis solar mulai menuai dampak luas bagi perekonomian di KotimSejak dua hari terakhir aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sampit lumpuh total

BACA JUGA: Sektor Migas Nasional Perlu Direformasi

Ratusan truk yang biasanya lalu-lalang mengangkut barang dari kapal tidak ada yang terlihat
Lumpuhnya aktivitas bongkar muat ini juga menyebabkan sekitar 450 buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) tidak bekerja.

Pantauan Radar Sampit (JPNN Grup) di kawasan pelabuhan Sampit, Kamis (12/5), terhentinya aktivitas juga meluas hingga pelabuhan milik Pemkab Kotim hingga sejumlah pelabuhan kecil lainnya

BACA JUGA: Gunakan Dana PIP, Pembelian Saham NNT Langgar Aturan

Setidaknya ada sembilan kapal pengangkut bahan bangunan dan pupuk yang terpaksa harus parkir di pelabuhan tanpa ada aktivitas



Kondisi ini sangat disesalkan oleh pihak Pelindo III Cabang Sampit dan Assosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sampit.

”Terganggunya aktivitas bongkar muat ini terjadi sejak Senin (9/5)

BACA JUGA: CSR untuk Pohon Produktif

Puncaknya dua hari terakhir iniPara supir truk kesulitan memperoleh bahan bakar solar dan mereka lebih memilih antri di SPBU,” ungkap General Manajer Pelindo III, Sampit Abdul Rofiq Fanany.

Ia khawatir jika ini terus berlangsung maka akan memperlambat roda perekonomian di KotimKarena otomatis cost yang harus ditanggung oleh pemilik kapal dan barang selama di pelabuhan akan naik sehingga harga akan naik dan masyarakat yang akan menanggungnyaUntungnya, di sejumlah pelabuhan yang ada di Sampit tersebut tidak terlalu banyak membawa sembako karena sudah banyak yang menggunakan kontainer dan mobil box melalui Pelabuhan BagendangUntuk aktivitas pelabuhan Bagendang sendiri, dikatakannya masih dalam keadaan normal karena sebagian besar truk dan mobil angkut di sana menggunakan solar industri dan bensin.

Jainudin yang merupakan salah satu awak KM Hosanna yang berasal dari Gresik mengatakan akibat terhentinya aktivitas tersebut mereka terpaksa harus menunggu lebih lama di kapal dan otomatis menambah biaya hidup selama berada di pelabuhan”Ya kita mau bagaimana lagi mas truk angkutnya tidak adaTerpaksa kita harus menunggu di sini sampai keadaan normal,” ungkapnya.

Berdasarkan perhitungan dari pihak Pelindo, dalam satu hari minimal satu unit kapal bisa membongkar hingga 260 ton pupuk dengan didukung oleh sekitar 35 hingga 40 truk angkut dan rata-rata satu kapal mengangkut hingga 1000 tonNamun sejak seminggu terakhir ini, untuk membongkar 100 ton saja terbilang sulit sekali akibat tidak adanya armada.

Sementara itu bagi tenaga kerja bongkar muat, terhentinya aktivitas di pelabuhan ini membuat penghasilan mereka turun drastis, biasanya mereka mengharapkan upah borongan dari jasa bongkar muat barang dari dan ke kapalUntuk tetap bertahan hidup dan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, beberapa hari terakhir ini banyak dari mereka yang bealih profesi sementara seperti menjadi tukang ojek, tukang becak, tukang bangunan, kuli di pasar dan lain sebagainya.

Abdul Rofiq menambahkan kondisi ini harus disikapi serius terutam dari pihak Hiswana Migas dan PertaminaIa yakin hal ini disebabkan ada yang tidak beres dalam pendistribusian bahan bakar jenis solar, sehingga dampaknya sangat luas termasuk menyebabkan lumpuhnya aktivitas di pelabuhanKarena itu untuk menyikapi hal itu, segera pihaknya akan membicarakan hal ini kepada pemerintah kabupaten dengan juga melibatkan pihak assosiasi yang berhubungan dengan masalah ini

”Sangat di sayangkan padahal daerah ini sedang giat-giatnya membangunTetapi kalau kondisinya seperti ini, roda perekonomian akan berjalan lamban dan akan terjadi inflasi yang cukup tinggi,” pungkas pria yang akrab disapa Ifan ini. (gus/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tuntaskan Niat IPO, Bank DKI Tunggu Modal Penyertaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler