jpnn.com, BATAM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Batam menilai, tak ada aturan taksi konvensional melakukan sweeping terhadap pelaku usaha taksi online.
Karena yang berhak melakukan pembinaan tersebut adalah pemerintah daerah.
BACA JUGA: Sekap Orang, Midi Hanya Dituntut 4 Bulan Penjara
"Ketika ada aksi sweeping itu sudah masuk ranah hukum," ujar Kepala KPPU Batam, Lukman Sungkar, menyikapi aksi-aksi sweeping yang dilakukan sopir taksi konvensional kepada pelaku usaha taksi online beberapa waktu lalu.
Menurut dia, pemerintah harus mengambil sikap tegas dalam pengaturan jasa transportasi, khususnya terkait taksi online dan konvensional. Sebab, kekisruhan antara pelaku usaha ini bisa semakin memanas bila tak segera diambil kebijakan.
BACA JUGA: Cyber Fraud di Bali, Surabaya dan Batam Diduga Masih Satu Jaringan
"Kewajiban taksi online dan konvensional sebenarnya sudah ada di Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Tinggal kita lihat saja, apakah mereka sudah memenuhi regulasi apa belum," tutur Lukman.
Selain itu, pemerintah juga harus tegas dalam memberikan sanksi kepada semua pelaku usaha yang melanggar peraturan. Pengusaha angkutan online dan angkutan konvensional harus sama-sama diberikan sanksi yang tegas bila melanggar aturan.
BACA JUGA: Taksi Online Dilarang Beroperasi di Batam
"Ya kalau belum, tinggal Dishub yang lakukan pembinaan. Bukan sopirnya dipukul atau mobilnya dihancurkan," tegasnya.
KPPU sendiri, lanjut dia, sedikitnya ada tiga rekomendasi yang diberikan KPPU kepada pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan bisa mendorong penyelenggaraan industri jasa transportasi sesuai prinsip persaingan usaha yang sehat.
Rekomendasi pertama, KPPU meminta pemerintah menghapus penetapan batas bawah tarif yang selama ini diberlakukan untuk taksi konvensional. Sebagai gantinya, KPPU menyarankan agar pemerintah mengatur penetapan batas atas tarif saja.
"Karena kalau kebijakan batas ditentukan, ujungnya bisa mengurangi persaingan usaha," kata dia.
Sehingga pelaku usaha yang bisa menawarkan harga lebih murah menjadi tidak bisa karena terkendala regulasi. "Malahan kita minta batas atas yang ditetapkan. Sehingga tak ada lagi pelaku usaha yang menetapkan harga semaunya," tambah dia.
Bayangkan saja, lanjut Lukman, jika batas atas tak ditentukan, harga taksi dari bandara ke Nagoya biasanya puluhan ribu, karena permintaan tinggi seperti hari libur. Bisa saja mereka menawarkan harga sampai ratusan ribu.
Selain itu, KPPU menyarankan pemerintah agar tidak mengatur kuota atau jumlah armada taksi online. Dengan demikian, penentuan jumlah armada bagi pelaku usaha berbasis aplikasi tersebut diserahkan kepada mekanisme pasar.
"Belum tentu mereka yang mendaftar di taksi online tersebut full time. Bisa saja mengisi panggilan kerja atau menambah penghasilan keluarga. Kalau ini dibatasi, jelas mereka tidak akan bisa berusaha," ucapnya.
Rekomendasi terakhir dari KPPU ialah, meminta pemerintah untuk menghapus kebijakan surat tanda nomor kendaraan (STNK) taksi online yang diharuskan atas nama badan hukum.
"Itu yang repot. Kalau mereka disuruh buat menjadi CV, padahal tak semua fokus kesana. Mana tahu bulan depan mau jual mobilnya, masak harus ganti lagi BPKB-nya ke plat hitam," jelasnya.(jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanpa Ampun! 48 Bangunan Liar Dibongkar Tim Terpadu
Redaktur & Reporter : Budi