Sori, Pemkot Terpaksa Hapus 30 Ribu Penerima BPJS Gratis

Minggu, 14 Januari 2018 – 14:05 WIB
BPJS Kesehatan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Jumlah penerima bantuan iuran (PBI) BPJS dipangkas menjadi 30 ribu orang.

Alasan utamanya, banyak nomor induk kependudukan (NIK) peserta BPJS yang tidak sesuai dengan data Kemendagri.

BACA JUGA: Target, 95 Persen Penduduk jadi Peserta BPJS Kesehatan

Kini pemkot hanya menganggarkan Rp 126 miliar untuk menalangi iuran kepesertaan.

Hal tersebut diketahui saat hearing laporan pertanggungjawaban APBD 2017 Dinas Kesehatan Surabaya (Dinkes) di Komisi D DPRD Surabaya kemarin (13/1).

BACA JUGA: Hery Susanto: Direksi BPJS Kesehatan Sebaiknya Mundur

Ada 15 ribu NIK yang tidak valid, 1.516 jiwa meninggal, dan 1.072 orang pindah kependudukan.

Sisanya tidak dijelaskan. Hampir seluruh anggota dewan kaget mendengar penurunan drastis itu.

BACA JUGA: BPJS Kesehatan Tunggak Miliaran, RSUD Terancam Bangkrut

Ketua Komisi D Agustin Poliana heran karena penurunan tersebut terlampau tinggi.

Artinya, ada 30 ribu orang yang tidak lagi mendapat bantuan. Karena itu, dia mendapat keluhan dari banyak warga bahwa kartu BPJS PBI-nya tiba-tiba diblokir.

"Makanya, saat reses kemarin kok banyak yang komplain. Ada yang mau berobat ternyata BPJS-nya diblokir. Akhirnya, mereka terpaksa bayar," jelas politikus PDIP tersebut.

Dia juga heran mengenai banyaknya data kependudukan yang tidak diakui BPJS.

Sebab, warga yang mendapatkan PBI harus mengurus data kependudukannya di kelurahan melalui RT/RW.

Jika ada kesalahan data sebanyak itu, Agustin menduga ada yang bermain curang.

"Apa ini ada warga luar yang menyusup dibantu RT/RW?" tanyanya.

Dia pun meminta dinkes berkoordinasi dengan dispenduk. Dengan demikian, tidak ada warga yang dirugikan gara-gara masalah sinkronisasi data tersebut.

Kepala Dinkes Surabaya Febria Rachmanita menuturkan, target penyaluran PBI tahun ini tetap.

Tidak naik, tidak turun. Yakni, 291 ribu peserta. "Kami akan usulkan biar penghuni rusun bisa mendapat bantuan itu," jelasnya.

Namun, usulan tersebut sempat ditolak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena aturan belum memenuhi.

Meski demikian, langkah pemkot tidak terhenti di situ. Rencananya, Wali Kota Tri Rismaharini bersurat ke presiden agar usulan itu diterima.

Dia juga mengungkapkan bahwa perubahan data tersebut terjadi setelah ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Jika dipaksakan, anggaran itu bakal jadi temuan. Dia juga menegaskan bahwa pemkot tidak pernah menonaktifkan BPJS warga.

Menurut dia, banyak warga yang mengembalikan bantuan karena ingin menaikkan kelas layanan BPJS-nya.

Selama ini ada 50 kelompok yang berhak mendapat bantuan PBI. Antara lain, guru mengaji, relawan HIV, relawan TB, ibu pemantau jentik, kader posyandu, kader paliatif, kader kelurahan siaga, tenaga kesejahteraan sosial kecamatan, juru kunci makam, tukang becak, sopir angkot, dan penambal ban. Pemkot menanggung iuran BPJS mereka asal mau ditempatkan di kelas 3.

Selain itu, dewan menyoroti sejumlah serapan anggaran dinkes.

Serapan belanja farmasi hanya 43 persen. Anggaran Rp 42 miliar yang disediakan terserap Rp 18,6 miliar saja.

Ada juga penanganan kesehatan khusus yang hanya 33 persen. Dinkes hanya menyerap Rp 1 miliar dari anggaran Rp 3,3 miliar.


"Itu karena penghematan," tutur perempuan yang merangkap jabatan sebagai kepala RSUD dr M. Soewandhie tersebut. (sal/c20/git/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Kemiskinan Dengan Menjadi Peserta BPJS Kesehatan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler