Soroti Bentrok Aparat Gabungan dengan Warga Pulau Rempang Batam, Petrus: Mencoreng Wajah Presiden

Jumat, 08 September 2023 – 10:53 WIB
Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus. Foto: Dok. Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Koordinator Pergerakan Adovokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus menyoroti bentrok antara apparat gabungan dengan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dan Penduduk Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepuauan Riau.

Petrus menilai warga Rempang Batam kembali menjadi korban kekerasan biadab dari aparat Kepolisian Polda Kepri, TNI AL Batam, dan Satpol PP Kota Batam pada Kamis (7/9/2023) di Pulau Rempang pada saat Presiden Jokowi dengan ramah menyambut Kepala Negara asing pada acara penutupan KTT ke 43 ASEAN 2023 di Jakarta.

BACA JUGA: Bambang Soroti Bentrok Aparat Gabungan dengan Warga Pulau Rempang Batam

Kuasa hukum warga Rempang Batam itu menjelaskan warga Pulau Rempang kedatangan seribuan anggota Polri, TNI dan Satpol PP, melakukan kekerasan fisik, berdarah-darah hingga puluhan korban anak sekolah dan orang dewasa dianiaya sehingga harus dilarikan ke Rumah Sakit.

“Ini bukan peristiwa biasa tanpa motif politik, akan tetapi patut diduga ada agenda politik busuk yaitu permalukan Presiden Jokowi selaku tuan rumah KTT ke 43 ASEAN 2023 di Jakarta,” ujar Petrus.

BACA JUGA: Bambang Rukminto Minta Pemerintah dan DPR Usut Bentrok di Pulau Rempang

Kebijakan M. Rudi, Kepala BP. Batam mengejar ambisi tanpa martabat dengan memperalat kekuatan aparat Kepolisian, TNI AL, dan Satpol PP Kota Batam, Kepri, melakukan kekerasan fisik secara keji, biadab dan tidak berperikemanusiaan.

“Ini jelas merupakan tindak kriminal dan melanggar HAM dengan target agar dapat ditonton oleh tamu negara, para Kepala Negara asing peserta KTT ke 43 ASEAN di Jakarta dan target itu berhasil,” ujar Petrus.

BACA JUGA: BP Batam Ajak Masyarakat Rempang Berdialog

Menurut Petrus, tindakan aparat Kepolisian, TNI dan Satpol PP, jelas sebagai buah dari konspirasi politik berupa pembangkangan dan/atau insubordinasi, karena secara terbuka melawan kebijakan Presiden Jokowi, yang menomorsatukan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah rakyat pada pembangunan proyek strategis nasional, yang sering disampaikan dalam rapat kabinet dan secara terbuka luas lewat media.

Kata-kata Bijak Jokowi

Dalam beberapa kali rapat kabinet, Presiden Jokowi menyampaikan pesan bijak di hadapan seluruh Menteri dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya soal konsesi lahan yang diberikan kepada BUMN atau swasta harus mengutamakan hak rakyat setempat.

Jika jika tidak maka izin konsesinya dicabut. Namun dalam kasus proyek Eco-City Rempang, pesan bijak Presiden Jokowi dikangkangi oleh seorang Kepala BP. Batam.

Padahal Presiden Jokowi sangat peka dan paham soal prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi berpesan bahwa konsesi yang diberikan kepada swasta maupun BUMN jika di tengahnya ada desa dan kampung yang sudah bertahun-tahun, maka berikan hak-haknya, karena rasa keadilan dan kepastian hukum harus di nomor satukan.

Jika dilanggar, kata Presiden Jokowi, maka izin konsesi dari Perusahaan itu dicabut siapapun pemiliknya dan untuk itu warga Pulau Rempang mendesak segera cabut izin konsesi yang sudah terlanjur diberikan dengan semangat KKN kepada BP. Batam.

Pesan bijak Presiden Jokowi itu disampaikan berkali-kali, karena itu, jika pada saat ini (7/9/2023), ada tindakan aparat Polri, TNI dan Satpol PP, di Pulau Rempang atas nama pembangunan proyek strategis nasional dari Presiden Jokowi.

Lantas dilakukan dengan cara-cara tidak berperikemanusiaan, biadab dan di luar prosedure hukum, terlebih-lebih tidak berdasarkan pada Putusan Pengadilan yang berkuatan hukum tetap, maka ini jelas ada agenda pembusukan dari dalam.

Permalukan Pesiden di KTT ASEAN

Pada saat Presiden Jokowi tengah dengan ramah menerima puluhan tamu negara asing dalam acara KTT ke 43 ASEAN di Jakarta, ternyata di Batam, Kepala BP Batam, Kapolda Kepri, Komandan Pangkalan TNI-AL dan Kasatpol PP Kota Batam, mengerahkan seribuan pasukannya dengan bringas mempersekusi, menganiaya secara biadab puluhan warga Pulau Rempang dan dipertontonkan secara terbuka.

Oleh karena itu, diduga kuat ada konspirasi dan ada hidden agenda dengan target politik untuk permalukan Presiden Jokowi di mata pemimpin dunia saat acara penutupan KTT ke 43 Asean di Jakarta, 7/9/2023.

Hal ini jelas aksi "insubordinasi" melanggar HAM yang direncanakan matang, tidak saja untuk mempermalukan Presiden Jokowi, tetapi juga ada tendensi membunuh masa depan warga Pulau Rempang dan memusnahkan tradisi budaya kesatuan masyarakat Hukum Adat Melayu dan hak-hak tradisionalnya.

Ada puluhan korban luka berat dan ringan dialami oleh warga Pulau Rempang, akibat penyemprotan gas air mata yang ditujukan kepada siswa SD dan SMP yang sedang belajar, juga ditemukan selongsong peluru senjata api diduga digunakan untuk menembak warga dan 6 orang ditangkap atas nama proyek strategis nasional di Pulau Rempang.

Tanda Kembalinya Orde Baru

Peturs mengatakan apa yang terjadi di Pulau Rempang, sebagai pertanda bangkitnya rezim Orde Baru yang otoriter.

Oleh karena itu, tidak boleh dibiarkan. Hal ini harus ada konsekuensi hukum dan etik kepada Kapolda Kepri, pimpinan TNI Batam dan Kepala BP. Batam, berupa sanksi hukum dan etik yang berat serta cabut konsesi yang telah diberikan kepada siapapun juga, sesuai dengan pesan Presiden Jokowi.

Tindakan aparat Kepolisian, TNI dan Satpol PP di Pulau Rempang pada 7/9/2023, jelas merupakan tindakan sewenang-wenang, seolah-olah di Pulau Batam tidak ada hukum, apalagi ditujukan kepada rakyat kecil yang tidak berdosa, para pemilik lahan dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Pulau Rempang beserta hak-hak tradisionalnya.

Apa yang terjadi di Pulau Rempang 7/9/2023 kemarin, dikualifikasi sebagai tindak pidana penganiayaan berat dan memasuki lahan milik warga tanpa izin yang berhak, demi kepentingan pemodal yang berada di belakang BP. Batam lalu memperalat kekuatan TNI-Polri.

Jelas telah melenceng jauh dari norma, standar, kriteria dan prosedur hukum pada pembangunan Proyek Strategis Nasional yang oleh UU No. 2 Tahun 2012 dan PP No. 19 Tahun 2021, serta kebijakan Presiden Jokowi mewajibkan dilakukan dengan pendekatan yang humanis, musyawarah dan mufakat, penuhi rasa keadilan dan kepastian hukum, bukan dengan kekuatan paksa oleh TNI-POLRI.

Ini patut diduga ada agenda terselubung di tahun politik 2024, mereka menciptakan kegaduhan, mencoba menyalib ditikungan pada saat Presiden Jokowi sibuk dengan acara penutupan KTT ke 43 Asean, 7/9/2023, membangun citra buruk untuk Pemerintah dan Presiden Jokowi di mata pimpinan negara asing, peserta KTT ke 43 Asean.

“Oleh karena itu, tindakan sementara yang tepat adalah copot jabatan Kapolda Kepri, Komandan Pangkalan TNI-AL, Kasapol PP dan Kepala BP Batam dari seluruh jabatan yang melekat dalam diri mereka,” ujar Petrus yang juga Kuasa Hukum warga Rempang, Batam, itu.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler