jpnn.com, JAKARTA - Pekerja pelabuhan dari Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) kembali melakukan aksi di depan pos 9 pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (6/2).
Aksi ini untuk menuntut penuntasan kasus indikasi korupsi perpanjangan kontrak JICT yang diduga merugikan negara Rp 4,08 triliun.
BACA JUGA: Kerja Sama Hutchison di JICT Berakhir 27 Maret 2019
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja (SP) JICT, Mokhamad Firmansyah mengatakan aksi demi aksi yang dilakukan pekerja JICT dan didukung berbagai elemen buruh, mahasiswa, media dan rakyat semata ingin agar pengelolaan pelabuhan berjalan tanpa korupsi dan pemenuhan hak pekerja yang berkeadilan.
Dalam perkara kontrak JICT kepada Hutchison, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus ini sejak Juni 2017.
BACA JUGA: Sudah Tiga Tahun RJ Lino Berstatus Tersangka, Apa Kabar KPK?
BACA JUGA: SP JICT: Negara Harus Berpihak kepada Kepentingan Rakyat
Menurut laporan audit investigatif Badan pemeriksa Keuangan (BPK), mantan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino bersama beberapa oknum Hutchison Ports, perusahaan milik orang terkaya Asia Li Ka Shing, diduga melakukan perpanjangan JICT pada 2014 tanpa izin pemerintah, tanpa tender dan melanggar berbagai aturan.
BACA JUGA: SP JICT: Negara Harus Berpihak kepada Kepentingan Rakyat
Indikasi kejahatan korupsi lintas negara di gerbang ekonomi nasional ini juga turut melibatkan berbagai konsultan internasional seperti Deutsche Bank AG Hong Kong, Rotschild, Norton Rose dan beberapa pengusaha nasional. Sehingga penting bagi KPK untuk mengungkap dugaan kasus mega korupsi pelabuhan petikemas terbesar se-Indonesia tersebut.
Dari bukti-bukti yang disampaikan BPK dan KPK juga sedang mengusut kasus tersebut, Pelindo II tidak bisa kompromi terhadap praktik-praktik korupsi yang ada di pelabuhan. Sikap “Zero Tolerance” dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) wajib ditunjukkan manajemen Pelindo II paska RJ Lino.
Selain itu, menurut Firmansyah, dampak lain dari kasus kontrak JICT, 400 pekerja outsourcing JICT turut di-PHK dan belum kembali bekerja sejak 1 Januari 2018. Mereka berserikat dan ikut melawan privatisasi JICT jilid II. Namun malah diberangus dengan alasan peralihan vendor yang terkesan dipaksakan.
Nota khusus dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara untuk mempekerjakan kembali buruh yang di-PHK pun tidak diindahkan oleh manajemen JICT.
“Bukan hanya 400 pekerja outsourcing JICT, 42 pelaut di anak usaha Pelindo II PT Jasa armada Indonesia (JAI), turut dipecat dengan modus yang sama yakni peralihan vendor. Mereka di-PHK karena diduga berserikat dan ikut melawan korupsi pelabuhan,” katanya.
Adapun kontrak Hutchison di JICT yang diawali privatisasi jilid I pada 27 Maret 1999 akan berakhir 27 Maret 2019. Untuk itu baik penegak hukum yakni KPK dan Pelindo II penting menunjukkan ketegasan sikap dalam perang melawan korupsi pelabuhan.
“JICT merupakan pelabuhan dan berfungsi sebagai gerbang ekonomi nasional serta berdampak bagi hajat hidup rakyat. Sehingga pengelolaannya harus berlandaskan konstitusi dan dasar negara yakni Pancasila,” katanya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Optimalisasikan Aset, Pelindo I, II, III dan IV Bersinergi
Redaktur & Reporter : Friederich