jpnn.com - JAKARTA - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) terus menyuarakan penolakannya atas keputusan Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino tentang perpanjangan konsesi pengelolaan terminal peti kemas di Tanjung Priok kepada Hutchison Port Holding (HPH). SP JICT pun meminta dukungan dari berbagai elemen agar keputusan RJ Lino yang dianggap kontroversial itu bisa dibatalkan.
Salah satu yang ditempuh SP JICT dalam menggalang dukungan adalah dengan mendatangi Komisi VI DPR yang membidangi BUMN, Selasa (1/9). Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi VI DPR yang dipimpin Achmad Hafiz Thohir, Ketua SP JICT Nova Sofyan Hakim SP JICT membeber kerugian yang harus dialami Indonesia dengan penyerahan pengelolaan terminal peti kemas di Tanjung Priok ke perusahaan asing itu.
BACA JUGA: Ini Dia Produk Andalan Ekspor Chile ke Indonesia
Nova menjelaskan, ketika terminal peti kemas Tanjung Priok diserahkan ke HPH pada 1999, perusahaan asing asal Hongkong itu membayar USD 243 juta.Namun, kini justru HPH hanya membayar USD 215 untuk masa kontrak 20 tahun.
“Jadi ini lebih murah daripada tahun 1999. Uang sewa selama 20 tahun sebesar USD 85 juta dibayar JICT bukan Hutchison. Jadi secara teknis perusahaan ini dijual sangat murah,” kata Nova.
BACA JUGA: KPPU Punya Jurus bikin Kartel Jera
Ia menambahkan, kalaupun HPH didepak dari Tanjung Priok, sebenarnya tak akan berimbas signifikan. Sebab, volume lalu lintas barang di Tanjung Priok tidak ditentukan oleh HPH, melainkan kondisi perekonomian global.
Karenanya SP JICT meminta dukungan Komisi VI DPR agar terminal peti kemas Tanjung Priok bisa dikelola bangsa sendiri. “SDM dan peralatannya sudah sangat memadai. Jangan sampai perpanjangan ini hanya menjadi motif berbagi keuntungan dengan Hutchison,” pintanya.
BACA JUGA: Cegah PHK, Pemerintah Disarankan Bebaskan Pengusaha dari Pajak
Menanggapi pengaduan dari SP JICT, Achmad Hafiz Thohir menyatakan bahwa komisi yang dipimpinnya akan melakukan penelusuran tentang konsesi yang dikantongi HPH dari Pelindo II. Jika memang perlu, katanya, Komisi VI DPR bisa membentu panitia kerja (panja).
Selain itu, Komisi VI juga bisa memanggil Menteri BUMN Rini Soemarno dan RJ Lino. “Jangan sampai Lino bemain di grey area hukum sehingga perpanjangan ini terkesan seperti cara kerja mafia,” ujar politikus Partai Amanat Nasional itu.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR Azzam Azman Natawijana. Ia curiga ada itikad tidak baik di balik peepanjangan konsesi untuk HPH di Tanjung Priok. “Ada dugaan pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran,” katanya.(ara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Transmigrasi Solusi Atasi Kemiskinan, Menteri Ini Puji Cara Orba
Redaktur : Tim Redaksi