Di antara tiga capres cawapres yang akan bertarung nanti, paket JK-Wiranto dan Mega-Prabowo dinilai sebagai pasangan yang memiliki spirit ekonomi yang lebih kuat dibanding paket SBY-Boediono.
"Saya kira duet JK-Wiranto dan Mega-Prabowo memiliki semangat kemandirian ekonomi nasional lebih kuat dibanding SBY-Boediono," tegas pengamat ekonomi dari UGM Yogyakarta, Revrisond Baswir MA, Senin (25/5).
Pasalnya, lanjut Revrisond, JK-Wiranto dan Mega-Prabowo jauh hari terang-terangan mengusung spirit ekonomi kerakyatan sebagai ideologi ekonomi yang akan diperjuangkan dan diterapkan jika dipilih rakyat.
Hanya saja, lanjut Revrisond, JK-Wiranto memiliki nilai plus karena spirit ekonomi kerakyatan itu ditambahkan dengan prinsip kemandirian ekonomi
BACA JUGA: Boni Tuding Rizal Tidak Beretika
JK dalam berbagai kesempatan menegaskan, kemandirian ekonomi tidak mustahil mengingat kekayaan alam Indonesia melimpahHanya saja, Revrisond mengingatkan agar kemandirian ekonomi nasional di era globalisasi sekarang jangan dimaknai anti-asing
BACA JUGA: Kubu SBY-Boediono Serang Prabowo
Modal dan teknologi asing tetap diperlukan"Jadi, ukuran bakunya jangan sampai menabrak konstitusi kita
BACA JUGA: Tim JK-Wiranto: Indikasi TNI Dibujuk Terlibat Pilpres
Asing boleh tapi perannya asing tak boleh kebablasan," katanya.Sejak era orde bari hingga reformasi, keterlibatan kekuatan modal asing dalam praktek perekonomian nasional masih cukup besarUtamanya pada sektor sektor migas (minyak dan gas).
Buktinya, sejumlah blok migas potensial dikuasai asingMisalnya, Blok Cepu, Bojonegoro diekplorasi ExxonMobilPotensi minyak Cepu saat produksi puncak menembus 156 ribu barel per hari, atau sekitar 17% lebih dari produksi minyak nasional sekarang, 950 ribu barel per hari.
Revrisond mengakui, kontrak migas di era reformasi sudah lebih baik dibanding era Orde Baru SoehartoDulu, asing menerima jauh lebih besar dibanding pemerintah. Contohnya, kontrak Cepu oleh ExxonMobilNegara mendapat bagian 85%, pemda di mana lokasi sumber migas itu dieksploitasi sebesar 1,5%, PT Pertamina 6,75%, dan ExxonMobil 6,75%.
Hanya saja, diakui Revrisond bahwa UU Migas yang menyebutkan kontraktor yang mengeksploitasi minyak boleh memasarkan produksinya maksimal 25% ke pasar domestik, dan sisanya bisa diekspor, menunjukkan adanya ketidakberpihakan pada Kepentingan nasionalSebab, hasil produksi minyak nasional bisa saja sebagian besar diekspor dengan menafikan kebutuhan minyak domestik.
"Kami telah mengajukan yudicial review ketentuan pelepasan harga BBM di pasar domestik ke MKAlhamdulillah usaha kami dikabulkan MK," terangnya.
Komitmen pemerintah Di sektor migas, sejumlah persoalan di era pemerintahan SBY-JK masih tersisa.Di antaranya, kebijakan pemerintah menyerahkan Blok Cepu kepada ExxonMobil (Amerika Serikat)Kebijakan ini potret pro kepentingan kapitalis raksasa negeri Paman SamBahkan dicurigai adanya intervensi pemerintah Amerika Serikat.
Bukan itu saja, penjualan hasil eksploitasi gas di Blok Tangguh, China dan Korea SelatanHarga gas yang dijual kepada China dinilai terlalu murah, karena dijual hanya USD 3,4 per MMBTU dan USD 3,8 per MMBTUPadahal, dibandingkan kilang lain, harga mencapai USD 20 dolar per MMBTU pada harga minyak USD 110 per barel.
Proyek gas Tangguh, Papua dikerjakan konsorsium yang dipimpin perusahaan migas asal Inggris, BP PlcAdalagi blok D-Alpha Natuna perkiraan kandungan gas 46 TCF (Triliun Cubic Feet)Di mana, perolehan pemerintah sangat tidak wajar dari eksplorasi ExxonMobil yang sudah berlangsung 25 tahun lebih.
"Potensi alam yang luar biasa harusnya bisa jadi modal kemandirian ekonomi nasionalSekarang tinggal duet kepemimpinan nasional mana yang terpilih nantiBoleh saja pemodal asing masuk, tapi jangan sampai menabrak konstitusiSebab, yang sekarang ini banyak rambu- rambu konstitusi ditabrak pemerintah sendiri ketika kepentingan pemodal asing masuk," tegas Revrisond.
Wakil Ketua MPR RI, HM Aksa Mahmud mengakui, kemandirian ekonomi nasional masih jauh dari harapan"Bisa dilihat dari sistem ekonomi kita saat ini masih diatur pemberi bantuan dari luar negeri," tambah Aksa.
Revisi 8 UU Mendesak
Di tempat terpisah, pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy meminta pemerintah segera merevisi sedikitnya delapan (8) UU RI yang terkait dengan kemandirian perekonomian nasionalPasalnya, 8 UU itu dinilai membuka peluang masuknya dominasi asing.
8 UU itu adalah UU No.19 TH 2003 tentang BUMN, UU No.23 TH 1999 tentang Bank Indonesia, UU No.24 TH 1999 tentang Devisa Bebas, UU No.17 TH 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.25 TH 2007 tentang Penanaman Modal, UU No.22 TH 2001 tentang Minyak & Gas, UU No.20 TH 2002 tentang Ketenagalistrikan, UU No.4 TH 2009 tentang Mineral & Batubara, dan UU lainnya.
Ichsanudin menjelaskan, pada UU No.22 TH 2001 tentang Minyak & Gas, yang terlalu memberi peluang pada asing untuk pengelolaan sumber migas harus dibatasiPasalnya, masih terdapat sekitar 112 cekungan sedimen di Indonesia yang bisa dijadikan basis pengembangan migas.
"Jika tidak dilakukan sekarang, masak secara terus-menerus potensi migas kita diatur asingMasih banyak blok migas yang bakal kita tenderTapi presiden terpilih harus berani bersikap secara mandiri," tandasnya(ysd/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... JK: Peningkatan Anggaran Alutsista Mulai 2010
Redaktur : Tim Redaksi