jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dengan kondisi neraca perdagangan saat ini, neraca pembayaran masih cukup baik.
Pemerintah menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk memberikan kemudahan bagi eksportir.
BACA JUGA: RUU PNBP Kelar, Begini Harapan Golkar
Misalnya, tax allowance, insentif pajak, dan tax holiday. Namun, pemerintah tidak bisa menahan impor besar-besaran untuk menjaga defisit.
”Kalau impor barang seperti alat-alat militer, tidak perlu dilakukan measure (pengukuran) karena sifatnya tidak berulang. Yang sifatnya berulang adalah produk-produk mesin atau barang modal yang digunakan untuk produksi. Yang penting menjaga stabilitas dan growth-nya,” ujar Sri, Rabu (25/7).
BACA JUGA: Menanti Konsistensi Pemerintah Tekan Impor
Sebab, apabila pemerintah menahan impor berdasar pengukuran pada bahan baku dan barang modal, akan timbul masalah baru bagi industri. Menurut dia, yang lebih penting adalah substitusi impor.
Untuk memperkuat ekonomi domestik, pemerintah juga akan mendorong pendapatan devisa, baik dari ekspor barang maupun jasa.
BACA JUGA: The Power of Emak-Emak: Sri dan Susi Layak Cawapres Jokowi
Apalagi, sentimen global seperti perang dagang masih menghantui ekonomi negara-negara berkembang.
Ekonom BCA David Sumual mengatakan, current account deficit (CAD) yang melebar merupakan salah satu konsekuensi dari upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Meski CAD berpotensi melebar, perkembangan ekonomi sudah on track. Salah satunya terlihat dari tidak adanya APBNP tahun ini.
’’Artinya, defisit neraca perdagangan dan defisit anggaran berkembang tidak terlalu jauh dari perkiraan. Meski memang lebih baik jika ada upaya peningkatan ekspor dan FDI (foreign direct investment), mungkin dari sisi kemudahan berusaha atau dari pengenaan bea,’’ ujar David. (rin/c7/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Neraca Perdagangan Indonesia Defisit Rp 14,6 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi