jpnn.com, BANDA ACEH - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh membidik lebih dari dua tersangka korupsi di proyek jembatan Kuala Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2018 sebesar Rp 1,8 miliar.
Aspidsus Kejati Aceh R Raharjo Yusuf Wibisono mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi jembatan itu sudah masuk tahap penyidikan.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi Proyek Jalan di Dua Desa, KPK Periksa Kepala BPKAD Ogan Ilir
"Namun, penyidik belum menetapkan tersangkanya. Calon tersangkanya lebih dari dua orang," kata Raharjo di Banda Aceh, Senin (5/4).
Dia menyebut penetapan tersangka baru akan dilakukan setelah penyidik menerima hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Aceh.
BACA JUGA: Protes Pertamina atas Kenaikan Harga BBM, Gubernur Edy Rahmayadi Dinilai Salah Kaprah
Sebelumnya tim ahli sudah turun ke lokasi pembangunan jembatan untuk memeriksa nilai pekerjaan. Hasilnya akan disampaikan kepada tim pemeriksa BPKP.
Setelah itu diketahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan, penyidik akan melakukan ekspor kasus tersebut dan menetapkan tersangkanya.
BACA JUGA: Penangkapan CB Mengejutkan, Konon Tim Densus 88 Ikut Salat Jumat Lalu Membuntutinya
"Penetapan siapa saja tersangkanya tidak terlalu lama lagi, setelah perhitungan kerugian negara keluar dari BPKP dan ekspos ke pimpinan," ucap Raharjo.
Jembatan Kuala Gigieng di Gampong Gigieng dibangun tiga tahap, yakni pada 2017 dengan pekerjaan pembuatan dua fondasi yang anggarannya mencapai Rp 1,4 miliar.
Tahap kedua pada 2018 meliputi pekerjaan pemasangan rangka baja dengan anggaran Rp 1,8 miliar. Serta tahap ketiga 2019 meliputi pekerjaan pengecoran dan pengaspalan dengan anggaran Rp 1,4 miliar.
"Yang sedang diusut adalah pekerjaan pemasangan rangka baja dengan anggaran mencapai Rp 1,8 miliar dibiayai APBA 2018. Tidak tertutup kemungkinan, pekerjaan di dua tahun anggaran lainnya juga diusut," kata R Raharjo Yusuf Wibisono. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam