jpnn.com, SEMARANG - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengaku sangat prihatin terhadap anak muda karena memudar terhadap pancasila.
Hal itu diungkapkan Stafsus BPIP saat melakukan Seminar Nasional dengan tema "Orang Muda Menghidupi Pancasila Menuju Indonesia Emas" yang digelar oleh Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus Asisi Semarang, Jumat (17/11).
BACA JUGA: Kepala BPIP Tegaskan Nilai-Nilai Pancasila Selaras dengan Ajaran Islam
"Beberapa tahun lalu, survei dari Setara Institute menunjukkan sekitar 73 persen anak muda setingkat SMA menyatakan ideologi Pancasila bukanlah final. Kenapa ini bisa terjadi? Memori anak muda kita terhadap Pancasila hilang, dan ini yang paling besar: hilangnya keteladanan, role model, bagi anak muda, akan seseorang yang pancasilais," ujar Benny.
Rohaniwan Katolik ini menyatakan bahwa tidak adanya role model ini berdampak besar kepada anak-anak muda.
BACA JUGA: BPIP dan Kemendikbudristek Berkolaborasi Wujudkan Visi Pancasila Melalui Pendidikan
"Ini persoalan aplikasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila belum menjadi pandangan hidup. Praktek KKN, kekerasan, hukum tebang pilih. Akibatnya, anak-anak cuek terhadap Pancasila, karena tidak ada role model yang aktual dan masih berkarya sekarang di Indonesia. Ini harus menjadi perhatian serius semua unsur bangsa," serunya.
"Bicara Pancasila adalah bicara bagaimana nilai dalam ketuhanan, yang artinya orang yang memiliki nilai ketuhanan berarti bisa mengaplikasikan kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, musyawarah mufakat dan keadilan sosial. Aplikasi ini jauh, karena orang-orang sekarang haus kekuasaan dan kekuatan," sambung dia.
BACA JUGA: Kepala BPIP Menggugah Semangat Nasionalisme Masyarakat Ambon Lewat Acara Ini
Pakar komunikasi politik ini menyatakan bagaimana anak-anak muda hidup di era teknologi ini.
"Anak-anak muda sekarang hidup di dunia teknologi, instan, dan cepat. Kekuatan visualnya kuat, tetapi gampang bisanan. Ingin cepat tapi tidak matang," kata dia.
Dia menambahkan teknologi harus menjadi sarana mempersatukan, bukan memecah belah.
Prakteknya sekarang, teknologi membuat peminggiran dan manipulasi terhadap kemanusiaan yang adil dan beradab. Hati-hati terhadap manipulasi, oleh karena itu, berpikirlah kritis dan tambah ilmu literasi.
"Instan ini berbahaya, dan ini membahayakan ideologi. Ideologi juga harus menjadi ideologi bekerja. Anak-anak muda jangan terjerat dengan 'populerisme' dan menghalalkan segala cara," tuturnya.
Benny mengajak anak-anak muda untuk memerangi konten yang merusak.
"Teman-teman muda harus punya literasi kebangsaan, jadilah kritis. Buat gagasan yang bernilai Pancasila. Jangan hanya ikut arus dan tidak memakai kemampuan berpikir kritisnya. Jangan sampai kita hidup instan terus, tetapi harus cerdas, dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur,".
F.X. Sugiyono, dalam paparannya, menunjukkan bahwa anak-anak muda memiliki kecenderungan untuk tidak peduli dan cuek terhadap literasi dan pembicaraan pembangunan dan perkembangan dan nilai-nilai sosial bangsa.
"Lebih suka berbicara internal gereja. Padahal harus ada rasa yang tumbuh untuk peduli kepada dunia dan keadaan sosial Indonesia. Keadaan Indonesia, apapun itu, akan berdampak untuk semua orang, termasuk anak-anak muda katolik ini."
Dirinya pun menyatakan bahwa terdapat 11 persen muda Katolik yang menyatakan Pancasila bisa diganti sebagai ideologi.
Politik, menurutnya, adalah berpikiran untuk kebaikkan bersama, dan semua orang adalah pemain dan tergantung kepada situasi politiknya.
"Menyambut tahun emas ini tergantung pada politik. Kalau kita sendiri tidak peduli pada politik dan tidak berpikir kritis, apa yang akan mempengaruhi tahun emas tersebut, yaitu politik, maka menjadi tidak ada apa-apa. Tidak akan ada perubahan,". (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala BPIP Sampaikan Pentingnya Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Para Santri
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian