Status Papua Harus Diungkap Jujur

Rabu, 16 November 2011 – 08:34 WIB

JAYAPURA - Berbagai persoalan kini terjadi di Papua, turut menjadi perhatian anggota DPD-RI asal Papua, Paulus Sumino,SEMenurutnya, untuk menyelesaikan persoalan Papua secara menyeluruh, ada beberapa hal yang menjadi dasar

BACA JUGA: ICW Dorong Guru Lawan JR Saragih



"Persoalan pertama, memang ada kelompok yang sejak tahun 1969 tidak bisa menerima hasil Pepera, sehingga para politisi itu melarikan diri ke luar negeri, kemudian kelompok yang bersenjata melarikan diri ke hutan
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan persoalan pertama ini, kedua kelompok ini harus diajak berbicara, artinya dialog sesuai dengan UU Otsus yang mengamanatkan untuk melakukan rekonsiliasi seperti istilah perkataan Presiden SBY yaitu komunikasi konstruktif," tegasnya kepada Cenderawasih Pos (Group JPNN), Selasa (15/11) kemarin di Jayapura

BACA JUGA: Bela Bupati Kubar, Gelar Demo di KPK



"Mereka ini harus diajak bicara karena kalau tidak maka persoalan Papua tidak akan selesai bahkan apa yang nantinya tentang persoalan Pepera yang mereka yakini akan diwariskan kepada generasi ke generasi berikutnya sehingga persoalan tidak akan pernah selesai," sambungnya.
 
Selain itu, Sumino mengatakan bahwa persoalan status Papua di dalam bingkai NKRI harus diungkap secara jujur dan apa adanya dijelaskan oleh pemerintah Indonesia maupun tokoh-tokoh OPM, artinya apakah bisa mencapai kemerdekaan atau apakah selama 40 tahun melakukan diplomasi di luar negeri ada negara-negara yang mendukung, sehingga kalau tidak ada negara yang mendukung maka tentunya tidak bisa meneruskan perjuangan merdeka. 

"Hal ini harus secara jujur dijelaskan kepada masyarakat
Misalnya, dulu dikatakan bahwa negara Amerika Serikat dikabarkan mendukung, namun ternyata dalam pernyataan pemerintah Amerika Serikat sendiri mereka tidak mendukung separatis di Indonesia tapi mendukung integritas NKRI sebagai mitra di Asia," jelasnya.

Persoalan kedua, lanjut Sumino, ketika Belanda masuk ke Indonesia, khususnya di Papua, ternyata Belanda sama sekali tidak berbuat apa-apa tentang SDA dan SDM, sehingga di Papua masalah infrastruktur sama sekali kosong

BACA JUGA: PLN Sanggau Diprotes Pelanggan

"Oleh karena itu, ketika hendak membangun kesejahteraan Papua, maka hambatan pertama adalah mahalnya infrastruktur, sehingga memperlambat pembangunan dan kesejahteraanNamun Indonesia memiliki paket yaitu Otsus," tegasnya.

Hal ini, sebenarnya untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan orang asli Papua termasuk di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, namun sayangnya pelaksanaan Otsus masih mengalami kendala seperti persoalan yang diciptakan oleh pemerintah pusat sehingga perlu diluruskanKemudian persoalan gubernur misalnya, gubernur sendiri belum melaksanakan secara maksimal apa yang diamanatkan UU OtsusSelanjutnya, DPRP masih ada tugas-tugas yang belum diselesaikan bahkan MRP masih ada bagian yang sebenarnya menjadi tugasnya belum dikerjakan sehingga rakyat menilai Otsus itu gagal.

"Tentang gagal atau tidak gagalnya Otsus itu memang menurut pandangan masing-masing orang, tapi yang jelas membangun Papua ini membutuhkan proses yang panjang dan membutuhkan biaya yang besar dengan melihat medan yang sangat sulit, sehingga saat ini masih proses, sebab di negara-negara maju sekalipun masih banyak yang belum mencapai kesejahteraan," imbuhnya.

Disamping itu, perlu disadari bahwa proses pembangunan itu membutuhkan proses panjang, sehingga persoalan ini juga perlu didialogkan dan duduk bersama membicarakannya antara pemerintah pusat, gubernur, bupati, tokoh adat, agama, masyarakatOleh karena itu, mana yang harus didahulukan, kemudian strategisnya bagaimana, maka perlu dibicarakan bersama sehingga jangan sampai pemerintah pusat, gubernur dan bupati berjalan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi.

Selanjutnya, persoalan ketiga adalah sosial budaya masyarakat Papua, artinya dalam nilai budaya ada juga menghambat kemajuan misalnya ada budaya yang tidak dapat mengendalikan masyarakatnya karena tradisi masyarakat itu sendiri"Masyarakat budaya di pedalaman dengan masyarakat budaya di perkotaan berbeda, sehingga terjadi benturan nilai," tukasnya

Sedangkan untuk persoalan terakhir adalah pelanggaran HAMDiungkapkannya, saat ini TNI dan Polri sudah mempunyai komitmen untuk tidak melakukan pelanggaran HAM seperti masa dulu dengan cara pendekatan yang sangat represifHanya saja, diakuinya, di lapangan sering kali terjadi masalah misalnya kelompok-kelompok tertentu yang memancing persoalan sehingga menggiring aparat keamanan kepada pelanggaran HAM.

Untuk itu, guna penyelesaian persoalan atau status Papua, Paulus Sumino yang juga mantan anggota DPRP ini menyatakan, pihaknya selaku DPD-RI sudah merekomendasi dilaksanakannya "Dialog atau Rekonsiliasi atau Komunikasi Konstruktif", artinya bahwa siapa yang perlu diajak duduk bersama adalah komponen-komponen yang bermasalah, misalnya ketika berbicara soal masalah sejarah maka dialog dengan tema meluruskan sejarah atau mengklarifikasi tentang Papua.(nal/fud)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Honorer Keluhkan Gaji di Bawah UMK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler