Status Waspada Krisis Dicabut, Dikritisi

Senin, 10 Oktober 2011 – 13:46 WIB

JAKARTA--Anggota Komisi XI DPR, Abdilla Fauzi Achmad menilai dicabutnya status waspada oleh pemerintah terkait krisis di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sangat berbahayaPadahal kata dia, krisis global ini berpotensi meluas ke sejumlah negara Eropa lainnya setelah Yunani, Irlandia, Italia, Spanyol dan Portugal, bisa menjalar ke Inggris dan Perancis.

"Selain mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia, krisis ini juga memberikan tekanan terhadap perekonomian nasional

BACA JUGA: Wapres Optimis Mampu Hadapi Krisis

Karena itu, jika tidak diwaspadai, akan sangat berbahaya buat kita
Terlebih dicabutnya status waspada," kata Abdilla Fauzi Achmad, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (10/10).

Meski status waspada krisis sudah dicabut, dia mengingatkan agar pemerintah tidak abai terhadap ancaman eksternal

BACA JUGA: Krisis Ancam Ekspor Batu Bara

Sebab  ancaman eksternal ini terus menghantui ekonomi Indonesia
“Sejumlah negara Eropa dan AS sedang mengalami persoalan neraca keuangan, mulai dari rumah tangga, korporat, dan pemerintah

BACA JUGA: Emas Papua Terancam Habis

Ini artinya mereka membutuhkan likuiditas dari seluruh dunia, termasuk dari dana-dana mereka yang ada di Indonesia,” ujarnya.

Saat ini lanjut Fauzi, dampak krisis global terhadap perekonomian nasional memang belum terlalu terasaTetapi bisa saja berkembang ke arah yang tidak menyenangkan, bahkan bisa merebak cukup  parahKarena itu kata Fauzi, protokol krisis menjadi sangat penting bagi Indonesia sebagai antisipasi menghadapi krisis di AS dan Eropa
“Peran Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan tim di bawah Menko Perekonomian menjadi sangat pentingSinergi mereka untuk mencegah dampak krisis yang lebih luas masuk ke Tanah Air sangat diperlukan seperti ketika kita menghadapi krisis 2008.  Setidaknya ada langkah-langkah konkret terkait mitigasi bencana krisis global.

“Protokol kiris ini meliputi pertahanan di sektor fiskal, moneter, industri, dan perdaganganMestinya disiapkan langkah mitigasi krisis global," imbuhnya.

Untuk itu, lanjut Fauzi stabilitas rupiah, inflasi yang terkendali, likuiditas perbankan, dan besaran cadangan devisa harus menjadi perhatian pemerintahSebab jika ada satu bagian yang bermasalah, maka dampaknya menyebar ke yang lain“Kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi harus dilakukanDengan begini, ekonomi Indonesia tetap berjalan di treknya,” katanya.

Selain itu, anggota BAKN DPR ini, meminta pemerintah tak boleh lengah memperhatikan dampak gejolak ekonomi duniaKarena ini menyangkut beberapa asumsi makro yang sudah disepakati pemerintah dengan DPRApalagi, belakangan perkiraan mengenai pertumbuhan ekonomi dunia sudah mulai berubah.

"Dengan sinyalemen ini, diperkirakan wajar saja bila kemudian DPR meminta revisi terhadap asumsi pertumbuhan ekonomi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012 yang saat ini disepakati 6,7 persen menjadi 7 persenSebelumnya BI sempat memperkirakan ekonomi tahun depan hanya akan tumbuh 6,5 persen," ujarnya.

Fauzi mencermati koordinasi hingga kini berjalan dalam kerangka program akselerasi pembangunanNamun alangkah lebih baik jika progam MP3EI juga memperhatikan dampak krisis globalJika program ini dilaksanakan dengan konsisten, maka dapat menjadi instrumen akselerasi pembangunan ke depan“Melalui breakdown berupa program-program yang tepat guna dan tepat sasaran untuk setiap wilayah dengan memperhatikan potensi dan karakteristik masing-masing,” jelasnya.

Secara kelembagaan kata Fauzi, perlu dilaksanakan siklus managerial yang bertanggung jawabSejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan dilakukan dengan bersihBegitu pula pengawasan dilakukan ketat, baik pra audit maupun post audit.

Pengawasan ini dilakukan pemerintah melalui Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan BPK melakukan audit secara menyeluruh, berdasarkan hasil desk audit plus informasi yang diterima termasuk hasil APIP untuk melakukan risk base audit (RBA) yaitu audit yang berdasarkan analisis objek pemeriksaan dimana probability kebocoran lebih besar.

Terakhir Fauzi menegaskan, DPR melakukan fungsi pengawasan, antara lain melalui Badan Akuntabilitas Keuangan Negara sebagai alat kelengkapan yang baru lahir berdasarkan UU MD3 untu menelaah teknis terhadap hasil-hasil pemeriksaan BPKDPR berhak meminta BPK melaksanakan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PTT), apabila ternyata terhadap Audite memang perlu dilaksanakan Special Audit Investigation.

“Intinya adalah agar semua Lembaga menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam kerangka berbangsa dan bernegara, guna memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari badai yang sedang menerpa sebagian wilayah dunia,” jelas Fauzi(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... APRI Minta Ekspor Rotan Jangan Ditutup


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler