Menurut Raden, stimulus sifatnya hanya "jumpstart" (lompatan awal) sehingga sifatnya jangka pendek dan sementara, bukan jangka panjang.Padahal ekonomi dunia sedang mengalami perlambatan bahkan resesi yang semua negara menerima atau akan menerima dampaknya cepat atau lambat.
"Krisis saat ini adalah krisis pertama kali yang dirasakan seluruh negara setelah tahun 1930-anKalau krisis tahun 1997-1998 merupakan krisis di suatu negara atau krisis regional, namun saat ini mengena ke semua negara," katanya
BACA JUGA: Jejak Preman Medan, dari Wartawan ke Senayan
Ia menyebutkan, stimulus memang diperlukan untuk menekan dampak krisis globalMenurut dia, stimulus fiskal melalui penambahan belanja infrastruktur memiliki keuntungan antara lain menciptakan lapangan kerja yang selanjutnya akan menggerakkan permintaan terhadap produk dalam negeri
BACA JUGA: Polisi Ungkap Sindikat Pemalsu Kartu Kredit
Dalam jangka panjang juga akan memberi sumbangan terhadap pertumbuhan jangka panjang, peningkatan efisiensi ekonomi, biaya transportasi, energi, dan jasa yang lebih murah"Tentu akan lebih masuk akal lagi dan berdaya guna jika yang dibangun adalah irigasi, jalan/jembatan, drainase, pelabuhan, sekolah, dan perumahan murah," katanya.Sementara itu mengenai stimulus moneter, Raden mengatakan, fakta menunjukkan bahwa penurunan suku bunga tidak sensitif untuk menggerakkan kredit (sektor riil) dalam keadaan saling tidak percaya
BACA JUGA: Kejaksaan Siap Eksekusi Gunawan Santosa
"Fakta penurunan suku bunga di negara maju menuju nol persen belum mampu menggerakkan kreditPengalaman krisis lalu menunjukkan, dibutuhkan waktu panjang untuk pemulihan kepercayaan," kata Raden yang juga Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK(aj/JPNN)BACA ARTIKEL LAINNYA... Jusuf Kalla Tak Kunjung Pulang
Redaktur : Tim Redaksi