JAKARTA - Pengamat Politik dari Reform Institute, Yudi Latief menilai DPR tidak mengerti asas kebijakan publik terkait seringnya kunjungan kerja ke luar negeri. Menurutnya, kebijakan kunjungan kerja melanggar asas efisiensi anggaran dan keadilan
"Sekarang mereka (DPR) justru pada titik tidak paham dan kemudian mengembangkan suatu kebijakan studi banding yang tidak memenuhi asas reasonable
BACA JUGA: Tujuh Parpol akan Bergabung ke Gerindra
Itu yang nggak bisa diterima oleh akal sehat," katanya.Tidak masuk akalnya kebijakan studi banding, kata Yudi, bisa dilihat dari negara-negara tujuan studi banding
BACA JUGA: DPD Terus Suarakan Amandemen UUD
Bagaimana studi banding rumah susun ke Itali yang tidak memiliki banyak rumah susunTentang kunker DPR yang melanggar asas efisiensi anggaran, Yudi beralasan, DPR seharusnya tidak perlu berangkat ke luar negeri dalam rombongan besar karena materi yang dicari dalam studi banding bisa didapatkan lewat internet yang jauh lebih menghemat anggaran
BACA JUGA: Hatta Larang Kader PAN Kunker Manca Negara
"Apa tepat mengirimkan anggota DPR yang banyak untuk studi banding yang hanya dua hari? Mereka bisa dapat apa? Apa itu nggak bisa lewat internet?" cetusnya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Yudi, adalah dilanggarnya asas keadilanPasalnya dengan anggaran kunjungan kerja baik untuk eksekutif maupun legislatif yang mencapai Rp 19,6 triliun per tahun, maka sama saja hal itu menciderai keadilan bagi rakyat.
"Bayangkan sekarang anggaran kunjungan itu dari eksekutif dan legislatif Rp 19,6 Triliun per tahunDuit sebanyak itu kalau digunakan untuk keperluan keadilan rakyat, bisa membangun infrastruktur yang luar biasa," katanya
Sehubungan dengan itu, Yudi berharap agar DPR dalam merumuskan kebijakan benar-benar memahami asas kebijakan publikKarena itu, Yudi juga meminta DPR melakukan moratorium (jeda) kunjungan keluar negeri dan lebih mengendepankan kepentingan rakyat.(awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Faksi-Faksi di PD Terus Bergesekan
Redaktur : Tim Redaksi