jpnn.com - SURABAYA - Ibrahim Tadju, suami Marwah Daud Ibrahim, akhirnya memenuhi panggilan tim penyidik Polda Jatim kemarin (19/10).
Tadju yang berperan sebagai sultan agung di padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu tidak mengelak jika dirinya mendapatkan dana dari pengikutnya.
BACA JUGA: Perempuan Muda Mengaku Bisa Keluarkan Emas dari Dalam Tanah
Selain itu, petugas kembali mendapatkan laporan dari korban Dimas Kanjeng, Muhammad Ali. Total Kerugian yang diderita Ali mencapai Rp 35 M.
Ibrahim Tadju, datang ke gedung ditreskrimum polda Jatim pada pukul 10.56, setelah mangkir dalam panggilan yang pertama 17 Oktober.
BACA JUGA: Awas! Penipuan Sasar Honorer, Modus Model Lama
Dia datang didampingi kuasa hukumnya, Isya Julianto.
Saat pertama datang, Ibrahim menolak mengeluarkan keterangan. Mulutnya terkunci.
BACA JUGA: Pria Ini tak Menduga Dilaporkan Istri ke Polisi
Begitu juga dengan kuasa hukumnya, dia memilih irit bicara. Isya menampik dugaan kliennya mangkir dari panggilan pada 17 Oktober lalu.
Menurutnya, Tadju memang sedang sakit. "Ndak mangkir, tapi memang sedang sakit," ujarnya.
Dia melanjutkan jika hari ini ada tiga orang yang diperiksa. Selain Tadju, Suparman dan Karimullah juga dipanggil sebagai saksi.
Ketiganya merupakan sultan agung di padepokan Dimas Kanjeng. "Rencananya tiga orang hari ini," ujarnya singkat.
Saat ditemu, Tadju mengaku mendapatkan banyak pertanyaan dari tim penyidik.
Sampai pukul 03.00, lebih dari 20 pertanyaan ditujukan kepadanya. Salah satunya tentang proses pengadaan uang.
Dia menjelaskan jika yang diproses oleh Dimas Kanjeng tidak hanya uang. Kadang dikombinasikan dengan barang yang lain.
“Kadang memproses uang, kadang-kadang memproses uang campur buah, saya sampaikan,” ujarnya.
Dia menampik ada ketentuan yang mengatur jumlah mahar yang harus diberikan para pengikut. Termasuk dugaan adanya aliran dana.
Uang yang selama ini diberikan pengikut Dimas Kanjeng disebutnya sebagai sumbangan sukarela. “Ndak ada yang namanya aliran dana dari siapa untuk siapa,” tandasnya.
Tadju juga menyatakan motifnya mau menjadi salah satu sultan di padepokan Dimas Kanjeng.
Langkah yang diambilnya, merupakan sebuah medium pengabdiannya. “Siapa yang tidak mau mengabdi untuk Nusantara?” tandasnya.
Menurut keterangan dari kepolisian, dirinya bergabung menjadi sultan sejak 2011.
Atau setahun sebelum istrinya ikut bergabung. Dia diajak oleh Suparman yang menjadi sultan agung di padepokan Dimas Kanjeng.
Namun, dia menampik apa yang dilakukannya di padepokan adalah sebuah penipuan. Karena, sampai sekarang, belum ada job desc yang jelas untuknya.
Sehingga, dirinya hanya sebatas mengumpulkan dana dari pengikutnya saja. “Belum ada proses peradilan yang menyatakan jika kegiatan kami adalah penipuan,” tegasnya.
Terkait tuduhan melarikan diri dan membawa uang sebesar 2 M, dirinya dengan tegas menolak.
Dia mengaku masih bertahan di padepokan sejak Penggerebekan Dimas Kanjeng terjadi.
Kondisi tubuhnya yang sedang sakit memaksanya untuk beristirahat. “Saya tidak mangkir, memang saya sedang sakit punggung,” tuturnya.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombespol Raden Prabowo Argo Yuwono membenarkan jika hari ini pihak penyidik memeriksa tiga orang sasksi terkait dugaan penipuan yang dilakukan Dimas Kanjeng.
Ketiga orang tersebut adalah orang yang masuk dalam ring I. “Mereka ini termasuk yang paling dekat dengan Dimas Kanjeng,” ujarnya singkat.
Sementara itu, petugas kembali mendapatkan pengaduan dari salah satu korban Dimas Kanjeng, Muhammad Ali.
Pria asal Kudus, Jawa Tengah ini mengaku memberikan dana talangan kepada padepokan sebesar 35 M.
Dana tersebut diberikannya secara bertahap sejak 2014. “Korban mengaku ini sebagai dana talangan,” ujar Argo.
Selain itu, pelapor juga mengaku sebagai penasehat hukum padepokan itu mengaku meminta jaminan kepada Dimas Kanjeng.
Ali kemudian diberikan tiga koper besar berisi pecahan uang asing. Pada koper pertama yang berwarna biru tua. Terdapat 42 bendel uang pecahan dollar Amerika di dalam koper tersebut.
Setiap bendel berisi seribu lembar uang. Dua uang pecahan seratus dollar diletakkan di bagian atas dan bawah.
Sedangkan sisanya berupa pecahan satu dollar. “Hanya koper ini yang boleh dibuka,” lanjutnya.
Sedangkan koper kedua dan ketiga digembok. Tidak boleh dibuka sampai Dimas Kanjeng menyentuh koper tersebut.
Tidak jelas kapan Dimas Kanjeng akan menyentuh koper berwarna putih dan hitam itu.
Apes, sebelum Dimas Kanjeng menyentuh koper tersebut pemimpin padepokan itu lebih dulu diringkus polisi.
Mendengar berita tersebut, Ali nekat membuka dua koper tersebut. Ternyata, dia mendapati berbagai mata uang asing dari beberapa negara.
Ada riyal dari Arab Saudi, poundsterling dari Inggris, hingga euro.
Masing-masing berisi 38 bendel yang dibungkus kertas berwarna coklat.
Untuk mata uang yang berukuran lebih kecil, bungkusan disumpal dengan kardus. Setelah itu, Ali langsung melaporkan kejadian yang menimpanya ke pihak berwenang.
“Total ada 118 bendel uang asing dari berbagai negara, kalau diuangkan mencapai 65 M,” ulasnya.
Masih belum diketahui apakah uang tersebut asli. Namun, pelapor menyatakan sudah mencoba menukarkan dua lembar uang pecahan satu dollar di tempat penukaran uang.
“Tenyata pihak penukar uang mau menukar uang tersebut,” beber Argo.
Untuk itu, dia akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan keaslian uang tersebut. Namun, pihaknya menjelaskan jika modus dan gaya pengepakan uang tersebut mirip dengan yang menimpa korban sebelumnya, yaitu almarhumah Najemiah dari Sulawesi Selatan.
“Mirip seperti sebelumnya, nomor serinya juga berbeda-beda,” jelasnya.
Sampai saat ini, sudah ada delapan pelapor yang melaporkan dugaan penipuan oleh Dimas Kanjeng kepada Polda Jatim.
Jumlah kerugiannya mencapai 300 M. Beberapa orang juga sudah meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Total ada 14 orang yang sudah meminta perlindunga ke kami,” ujar Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar.
Perlindungan yang diberikan mayoritas berbentuk perlindungan fisik. Tidak hanya 14 orang itu, keluarganya pun juga dujamin keamanannya. Ada tempat khusus yang disediakan untuk mereka.
Selain itu, pemenuhan hak prosedural berupa pendampingan ketika penyidik meminta informasi juga diberikan.
“Pasti akan kami kawal sampai selesai,” lanjutnya.
Hal tersebut sebagai sebuah upaya membantu pihak kepolisian. Karena selama ini, mereka takut pembunuhan yang menimpa Ismail Hidayan dan Abdul Gani terulang. Seorang saksi malah mengaku mendapatkan sms agar tidak mendekati padepokan lagi.
“Mereka takut ada orang suruhan untuk membunuh mereka,” jelasnya.
Karena, 14 orang tersebut semuanya adalah pengikut Dimas Kanjeng.
Mereka datang dari berbagai kalangan. Ada yang sebagai sultan agung, koordinator, pengepul, tukang masak hingga yang hanya sebagai pengikut.
Untuk itu, keterangan dari masing-masing saksi itu sangat diperlukan oleh pihak kepolisian.
“Mereka tidak hanya saksi biasa, tapi juga bisa jadi saksi ahli,” urainya.
Dia menjelaskan jika masih ada kemungkinan saksi yang diajukan ke LPSK akan bertambah.
Karena, sudah ada beberapa orang lagi yang sedang diusulkan oleh Polda Jatim. Namun, pihaknya masih melakukan koordinasi sampai saat ini. “Mungkin akan bertambah,” ujarnya singkat. (aji)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PNS Cabul Cuek Lewat Depan Rumah Korban
Redaktur : Tim Redaksi