Suara Para TKW yang Sudah Tak Tahan Tinggal di Negeri Jiran

Nur Bisa Bawa Gaji, Santi Ingin Kuliah Lagi

Rabu, 01 September 2010 – 08:08 WIB
Nurhayati (kiri) saat berbincang dengan penghuni penampungan TKI Johor Bahru, Malaysia. Foto: Nungki Kartikasari/Jawa Pos

Sekitar 80 tenaga kerja Indonesia (TKI) di Johor Bahru, Malaysia, menunggu deportasi karena tak memiliki dokumen resmiMereka harus hengkang dari negeri jiran itu sebelum Lebaran nanti

BACA JUGA: Eduard Fonataba, Bupati di Papua yang Dapat Tiga Penghargaan Muri

Berikut laporan wartawan Jawa Pos NUNGKI KARTIKASARI dari tempat penampungan sementara mereka. 

= = = = = = = = = = =
 
KAMIS (26/8) malam, seusai buka puasa bersama, satu per satu TKI yang tinggal di penampungan keluar menuju aula kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Baru untuk salat tarawih
Selama Ramadan, setiap malam, di aula tersebut diadakan salat tarawih berjamaah yang dilanjutkan dengan ceramah dan tadarus Alquran.
 
Saat Jawa Pos mengunjungi penampungan tersebut, ada sekitar 80 TKI plus enam balita (anak di bawah lima tahun) yang menunggu pemulangan (deportasi) ke tanah air

BACA JUGA: Mengunjungi Istanbul, Ibu Kota Budaya Eropa 2010

Sebagian besar adalah tenaga kerja wanita/TKW (74 orang) dan enam laki-laki
Pelanggaran mereka beragam

BACA JUGA: Ketika Mamah Dedeh Harus Menyiasati Padatnya Jadwal Berdakwah

Ada yang tidak memiliki paspor, masuk dengan paspor ilegal, atau bermasalah dengan majikan.
 
Tempat penampungan itu terletak di sekitar 20 meter dari kantor KJRI Johor BahruTerdiri atas tiga bangunanSebuah bangunan berukuran 10 x 7 meter untuk menampung TKWDi ruangan tersebut terdapat sebuah pesawat TV, sebuah lemari es, 13 lemari pakaian yang diletakkan berimpitan dengan dinding ruangan, serta puluhan kasur yang ditumpuk di setiap sudut.
 
Ada juga ruangan khusus untuk menampung TKI laki-lakiRuangan itu lebih kecil daripada ruangan khusus TKWUkurannya sekitar 5 x 5 meter dan hanya berisi kasur serta lemari pakaianSementara itu, satu bangunan lagi berisi enam kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur
 
Nurhayati merupakan salah seorang di antara 80 TKI bermasalah yang akan dipulangkan tersebutWanita 24 tahun itu rencananya dipulangkan ke tanah air sebelum LebaranNur menceritakan, dirinya merantau ke Malaysia setelah tergiur penawaran dari sebuah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT)Sesampai di Malaysia, wanita asal Kecamatan Cililin, Bandung, itu bukannya bekerja sebagai PRTTapi, dia dipekerjakan sebagai buruh tani di perkebunan kelapa sawit"Kerja saya siang sampai malam, tak ada libur," ungkapnya.
 
Meski tidak sesuai dengan perjanjian, dia menjalani pekerjaan tersebut dengan baikDia tak pernah membolos kerjaNur mengungkapkan, dalam kondisi sakit pun, dirinya harus tetap bekerja"Saya tidak bisa menghindar dari pekerjaan," terang TKW yang sudah empat tahun bekerja di Malaysia sebelum akhirnya terancam dideportasi akhir Ramadan nanti tersebut.
 
Suatu hari, PJTKI menyuruh Nur untuk memperpanjang sendiri paspornya ke kantor KJRI Johor Bahru"Nah, saat itulah saya ditanya-tanya oleh petugas KJRIBaru saya tahu bahwa ternyata saya telah dibohongi oleh PJTKI," ungkapnya.
 
Berdasar data di PJTKI, masa kerja Nur hanya dihitung dua tahunPadahal, sesuai dokumen dan paspornya, anak keempat di antara enam bersaudara itu sudah bekerja selama empat tahun"Saya tak pernah hitung hari dan tanggal selama bekerja di kebunYang saya ingat, pekerjaan saya sangat lamaSelama itu pula saya tidak pernah pegang uang karena tidak digaji," ujarnya.
 
Dari masalah itulah, akhirnya Nur dibawa ke penampungan TKI bermasalah di kantor KJRITidak hanya itu, KJRI juga mengupayakan untuk meminta gaji Nur selama empat tahun bekerja di perkebunan kepada perusahaan tempatnya bekerja"Alhamdulillah, uang saya adaPaspor saya juga bisa diperpanjang," tegasnya.
 
Karena itu, Nur tidak sampai sebulan berada di penampunganMinggu lalu, dia menandatangani surat kepulangan dari KJRINur tidak pulang dengan tangan kosongWanita berambut ikal itu membawa hak upahnya selama empat tahun Rp 50 juta.
 
Dengan uang tersebut, wanita kelahiran 3 Februari 1986 tersebut berencana merenovasi rumahnya di kampung"Saya ingin menyenangkan bapak-ibuSaya akan meminta maaf karena pergi dari rumah tanpa pamit," katanya.
 
Senasib dengan Nur, Yustina Wiyanti merupakan TKI lain yang juga akan pulang sebelum LebaranWanita 22 tahun itu mengaku minggat dari majikan karena tidak pernah mendapat makanan sehat selama 1,5 tahun bekerja sebagai PRT"Saya hanya makan nasi dan mi instan setiap hariTidak ada yang lain," ucapnya
 
Badan Yustina tampak kurusRambutnya tipis awut-awutanDengan tinggi sekitar 150 sentimeter, berat Yustina tidak sampai 40 kilogram"Alhamdulillah, ini sudah gemuk sedikit dibanding saat pertama saya datang enam bulan dulu di sini (penampungan, Red)," ungkap wanita asal Kabupaten Lampung Utara tersebut.
 
Memang, Yustina tak pernah mengalami kekerasan fisik dari majikanNamun, dia tidak betah dengan peraturan majikannya yang tidak manusiawiMisalnya, dirinya tidak boleh libur sehari pun, tidak diizinkan mudik Lebaran, dan tidak mendapat makan selayaknyaDia juga tidak bisa keluar dari rumah majikan.
 
Namun, suatu hari, Yustina mendapat kesempatan untuk melarikan diri dari rumah majikanMeski tanpa membawa apa-apa, dia merasa lega bisa bebasDia kemudian ditolong orang-orang yang berempati terhadap masalah yang dihadapinya"Saya lalu dibawa ke penampungan KJRI ini," kisahnya.

Yustina sudah sangat ingin pulang ke kampung halamanDia ingin berkumpul dengan keluarga dan membantu orang tua bekerja di sawah"Saya ingin membantu orang tua menyekolahkan adik hingga bisa kuliah," tegas gadis lulusan SD itu.

Tidak semua bisa pulang sebelum LebaranBeberapa TKW terpaksa merayakan Idul Fitri 1431 H di penampungan sambil menunggu giliran dipulangkan ke tanah airSalah satunya, SitumWanita 59 tahun tersebut sudah satu tahun tujuh bulan tinggal di penampungan, namun belum jelas kapan akan dipulangkan

Meski tak sabar menunggu giliran dideportasi ke Indonesia, Situm tetap harus bertahan hidup di penampungan"Sebenarnya saya sudah bosan beginiHanya makan dan tidurSaya ingin pulang," tuturnya dengan ekspresi memelas.

Ibu tujuh anak itu juga menyesal termakan PJTKI yang tidak bertanggung jawabSebab, selama 2,5 tahun bekerja sebagai PRT, dirinya tidak pernah mendapat gaji dari majikanPadahal, sebelumnya, wanita asal Solo itu dijanjikan gaji Rp 400 ribu per bulan"Saya tidak pernah mendapat upah sepeser pun," ujarnya.

Tak kuat menahan penderitaan tersebut, Situm melarikan diri dari rumah majikan dan melapor ke polisiDari situlah awal Situm menghuni penampungan TKI bermasalah di KJRISebab, tak lama setelah melapor ke polisi, dirinya dijemput petugas KJRI Johor Bahru untuk dibawa ke penampunganSaat melapor ke polisi, Situm tak memiliki identitas apa pun"Semua barang saya tinggal di rumah majikan," paparnya.

Selama di penampungan, Situm bekerja membantu memasak di kantin KJRIMasakan Situm terkenal enak dan sesuai selera konsumen"Jamu buatan saya paling lakuOrang-orang Indonesia di sini banyak yang pesan," cerita dia.

Situm berencana membuka warung jamu di rumahnya jika pulang kelakDia begitu trauma dengan tindakan semena-mena sejak dibawa PJTKI ke Malaysia hingga bekerja di rumah majikan"Majikan saya kalau marah suka mukul," katanya.

Nasib seperti Situm juga dialami Susanti Eka SariWanita kelahiran 28 tahun itu juga menanti giliran untuk dipulangkan ke IndonesiaDia juga merasa ditipu oleh PJTKI yang mengantarnya ke MalaysiaSebelum berangkat, Susanti dijanjikan bekerja menjadi staf di salah satu hotel di negara Melayu itu"Tapi, sesampai di sini (Malaysia, Red), saya dipaksa jadi babu (pembantu, Red)," tegas wanita asal Magelang itu

Karena pekerjaan yang dia jalani selama enam bulan tidak sesuai dengan perjanjian, Santi "sapaan akrab Susanti" akhirnya melarikan diri dari rumah majikanSayangnya, dokumen pribadinya disita majikan"Ya pendek cerita, akhirnya saya dibawa ke sini," ungkapnya tanpa ingin menceritakan perjalanannya hingga sampai di penampungan.

Alumnus D-3 Akademi Sekretaris dan Manajemen Marsudirini (ASMI) Santa Maria Jogjakarta jurusan bahasa Inggris itu sudah enam bulan tinggal di penampungan TKIWanita kelahiran 13 Juni 1982 tersebut menanti giliran dipulangkan ke Indonesia"Mungkin Lebaran kali ini saya merayakannya di penampungan," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Santi menyatakan sangat ingin segera tiba di IndonesiaDia tidak hanya ingin bisa cepat berkumpul dengan keluargaTapi, anak kelima di antara enam bersaudara itu juga sudah ngebet ingin melanjutkan kuliah program sarjana di Jogjakarta"Saya sangat ingin nerusin kuliah S-1," katanya

Setelah lulus nanti, Santi tidak ingin bekerja lagi ke luar negeriDia berencana menjalani kuliah sekaligus bekerja"Kalau tahu begini akhirnya, mending saya membuka usaha di rumah saja," ujarnya(*/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beri Layanan Seharga Semangkuk Bakso


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler