jpnn.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menegaskan, kebijakan subsidi listrik tepat sasaran untuk pelanggan 900 VA bukan sebagai bentuk baru kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
Dinyatakan bahwa kebijakan itu berupa pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan mampu.
BACA JUGA: 200 KK Protes Pencabutan Subsidi Listrik
Kepala Satuan Unit Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menilai, banyak yang salah persepsi dengan kebijakan subsidi listrik tepat sasaran.
”Per 1 Januari diterapkan subsidi tepat sasaran. Jadi itu dilihat siapa yang berhak mendapatkan subsidi," ujar Made.
BACA JUGA: Subsisi Listrik Ditarik, Dirut PLN Beri Penjelasan ke Oso
Menurut dia, setelah dilakukan pendataan oleh Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan PLN, dari 23 juta pelanggan 900 VA yang layak menerima subsidi hanya 4,05 juta.
Dengan begitu, 18 juta lebih pelanggan 900 VA subsidinya dicabut. Made menyatakan, kebijakan subsidi tepat sasaran dapat menekan laju inflasi.
BACA JUGA: Tagihan Listrik Rp 70.000 per Bulan, Subsidi Dicabut jadi Rp 160.000
”Inflasi merupakan gejala kenaikan harga secara menyeluruh. Akibatnya, jumlah uang yang beredar akan semakin banyak,” ujarnya.
Direktur Indef Enny Sri Hartati tak sependapat dengan Made. Enny menuturkan, penyesuaian tarif listrik berkontribusi pada inflasi 0,69 persen periode Juni 2017.
Penyesuaian tarif listrik itu menyebabkan daya beli masyarakat turun. ”Ada 18 juta rumah tangga turun daya belinya, karena yang tadinya dapat subsidi (TDL) menjadi tidak dapat,” ujar Enny.
Menurut dia, penurunan daya beli masyarakat dapat terlihat dari angka penjualan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan perusahaan ritel, maupun pasar tradisional.
Di mana pertumbuhan sektor tersebut tidak lebih dari 7 persen. ”Penyesuaian tarif listrik ini berkontribusi pada inflasi sekaligus berkontribusi pada penurunan daya beli,” bebernya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan, penyesuaian tarif listrik harus diimbangi peningkatan layanan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menyatakan, jika tarif listrik naik dan ada peningkatan mutu pelayanan akan lebih mudah diterima konsumen.
”Idealnya besar-kecilnya tarif berbanding dengan benefit dan mutu pelayanan,” ujar Sudaryatmo.
Menurut Sudaryatmo, masyarakat umumnya tidak memahami alasan pemerintah mencabut subsidi.
”Yang mereka tahu hanya terjadi peningkatan tarif listrik. Kalau belanja listrik naik, tapi saat yang sama diimbangi tingkatan mutu pelayanan, misalnya pemadaman dari 20 kali jadi 10 kali, mungkin bisa diterima konsumen,” timpalnya.
Kata dia, pencabutan subsidi bagi sebagian besar pelanggan listrik 900 VA seharusnya dijelaskan secara gamblang kepada konsumen.
”Konsumen mana yang subsidinya dicabut dan mana yang dipertahankan. Ini untuk memastikan bahwa yang subsidinya dicabut memang punya daya beli,” ujarnya.
Dia pun mengusulkan pemerintah dapat menyusun parameter belanja pelanggan listrik. Seperti air, belanjanya tidak boleh melebihi 4 persen dari total pengeluaran rumah tangga.
”Kalau belanja listrik masih di bawah parameter, ruang untuk mencabut subsidi masih ada,” urainya. (agf/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tagihan Listrik Bulanan Rp 84.000, Mestinya Membayar Rp 189.000
Redaktur & Reporter : Soetomo