Subsidi Listrik Langsung ke Rakyat

Minggu, 13 Juni 2010 – 07:23 WIB

JAKARTA - Banyaknya kritikan tentang subsidi listrik yang dinilai  salah sasaran membuat Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN)  Dahlan Iskan memutar otakMantan CEO Jawa Pos Grup itu berencana  meminta pemerintah menyerahkan subsidi listrik langsung ke rakyat  miskin, bukan ke PLN sebagaimana biasanya.

"Teorinya, subsidi itu untuk orang

BACA JUGA: Optimis 7 Juta Wisman Terlampaui

Bukan untuk perusahaan," kata Dahlan dalam media briefing Forum Diskusi Wartawan Keuangan dan  Moneter (Forkem) di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu, kemarin (12/6).  Menurut dia, dengan subsidi dikucurkan tidak ke perusahaan, masyarakat  bisa membayar biaya pemakaian listrik sesuai tarif yang ditetapkan  PLN.

Selain itu, sistem itu membuat mereka yang tak layak mendapat  subsidi harus membayar listrik sesuai biaya pokok produksi (BPP)
Ini  berbeda dengan saat ini

BACA JUGA: Panser Pindad Bakal Dibarter Sedan Proton

Dengan subsidi dikucurkan kepada PLN,  pemberian subsidi menjadi tak terkontrol
Menurut Dahlan, konsep subsidi listrik ini hampir mirip BLT (bantuan  tunai langsung) yang merupakan kompensasi dari kenaikan harga BBM.

Namun, bedanya, kata dia, PLN memiliki data siapa saja konsumen yang  layak menerima

BACA JUGA: Mustafa Pasrah ke Pertamina

Ini membuat kemungkinan kesalahan pemberian subsidi  bisa dihindarkan"Data kami valid," ujarnya.  Subsidi langsung itu juga memiliki manfaat lainMasyarakat yang  menerima subsidi, kata Dahlan, secara otomatis akan berupaya menghemat pemakaian listrik.

"Misalnya saya mendapat subsidi Rp 50 ribuSaya  akan berpikir, daripada semuanya untuk listrik, saya sisihkan sekian  untuk biaya sekolah anakBerarti, saya harus menghemat listrik," katanyaPada kesempatan pertemuan dengan puluhan wartawan kemarin, Dahlan juga  mengungkapkan kekesalannya terhadap dilema tarif dasar listrik (TDL)  yang bakal naik pada 1 Juli sebesar 10 persenDia mempertanyakan,  kenapa selalu PLN yang disalahkan tiap kali TDL terkerekPadahal,  naik atau tidaknya TDL ditentukan oleh pemerintah dan DPR.

"Tapi di DPR, saya tiba-tiba ditanya, untuk apa Anda jadi Dirut PLN  kalau hanya untuk menaikkan TDL? Ini saya tidak habis pikirKok  pertanyaan seperti ini malah datang dari DPR," katanya"Saya  ditanya lagi, berarti Anda tidak membela rakyat miskin," imbuh lelaki  kelahiran Magetan iniDahlan justru balik menantangKalau memang ingin membela rakyat  miskin, kenapa tidak sekalian saja menggratiskan listrik untuk mereka.  Sayang, tantangan Dahlan itu tak terlalu digubris para wakil rakyat"Mungkin mereka mengira saya gila," ujarnya lantas terkekeh.

Dahlan mengaku tak sedang guyon ketika mengatakan ituMasyarakat  miskin bisa diberi listrik gratis asalkan warga yang memiliki daya di  atas 450 watt membayar listrik sesuai BPPItu memang membuat PLN kehilangan duit Rp 1,5 triliun (dari 20 juta pelanggan berdaya 450  watt)Namun, perusahaan pelat merah itu justru bisa meraup Rp 15  triliun-Rp 20 triliun dari pelanggan berdaya di atas 450 watt.

"Warga miskin itu kan diperkirakan mereka yang punya lima bolham, satu televisi, satu VCD, seterika, satu rice cooker yang dipakai  bergantian dengan seterika," ujarnya.  Dahlan menambahkan, bisnis listrik adalah bisnis unikIa sangat  berbeda dengan bisnis telekomunikasi dan perbankan di mana ketika terjadi persaingan sempurna, konsumen sangat diuntungkan lantaran  harga semakin murah.

Namun di bisnis energi, harga justru akan semakin naik ketika tidak ada monopoli PLNSebab, PLN "swasta" tak bakal  mau mematok harga di bawah ongkos produksiBerbeda dengan PLN yang menarik Rp 650 per kwh kepada konsumen padahal BPP seharusnya Rp 1200 per kwhArtinya, PLN selalu ""tekor" Rp 550 per kwh yang dijual.  Dahlan memperkirakan harga listrik akan naik 30 persen apabila bisnis  ini benar-benar diserahkan kepada mekanisme pasar"Di Filipina harga listrik sangat mahal karena diserahkan sepenuhnya pada swasta," katanya.

Pernyataan Dahlan diamini Fabby Tumiwa, pengamat kelistrikan yang ikut  hadir dalam acara tersebutMenurut dia, upaya swastanisasi  pengelolaan listrik pernah dilakukan negara-negara maju seperti Amerika dan InggrisBahkan Inggris berani melakukan unbundling dalam  pengelolaan tenaga setrum ituYakni memisahkan pengelolaan transmisi, distribusi, dan pembangkitan listrikItu terbagi-bagi dalam sejumlah perusahaan berbeda.

Namun, lanjut Fabby, lambat laun terjadi persoalan hingga membuat perusahaan-perusahaan itu merger satu sama lainBahkan sejumlah  perusahaan yang dianggap paling besar pun harus rela mergerItu, kata Fabby, karena karakter bisnis listrik sangat berbedaPerusahaan listrik tak bisa menciptakan listrik"Dia hanya me-generate untuk menghasilkan listrik dengan bahan bakar primerKarena itu, pasokan dan harganya sangat ditentukan harga bahan bakar," katanya.

Bisnis listrik, kata Fabby, tak bisa dibandingkan dengan bisnis telekomunikasiDia menganalogikan apabila ada seorang investor punya  duit USD 50 jutaDia bisa mendirikan perusahaan listrik dan coverage area yang lumayanDalam kisaran waktu tak lama, investor sudah bisa meraup keuntunganDengan jumlah sama tak berlaku di bisnis listrikUang sejumlah itu, hanya mampu menghidupi listrik satu kampung kecil"By nature, bisnis ini memang banyak barriers," ujarnya.

Dahlan mengatakan, sebenarnya upaya menekan BPP sudah dilakukanSalah satunya dengan meminimalisir potensi korupsi dalam pengadaan barang dan transparansi keuanganPLN bahkan sudah menggandeng Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP), dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP)Itu agar setiap transaksi pengadaan barang dan kondisi keuangan PLN bisa selalu diakses oleh mereka"Mereka tidak perlu tanya-tanya, semuanya sudah online dan live bisa mereka lihatBahkan beli aromaterapi pun bisa ketahuan," katanya lantas terbahak(aga)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dijajaki, Potensi Sungai Yawei jadi PLTA


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler