jpnn.com - SURABAYA – Raheem Agbaje Salami, terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, shock mendengar kabar tim eksekutor telah disiapkan untuknya. Terlebih dia merasa menjalani hukuman 17 tahun penjara dengan kelakuan baik.
Salah satu yang membuat Raheem bertanya-tanya tentang rencana pelaksanaan eksekusi mati itu adalah dia sudah menjalani hukuman 17 tahun penjara.
BACA JUGA: Situasi di Yaman Tak Kondusif, 20 WNI Berhasil Dievakuasi
Selama ini dia menanti jawaban agar segera mendapat kepastian hukum. Ketika sudah menjalani hukuman panjang, tiba-tiba pemerintah Indonesia memutuskan akan mengeksekusinya.
Selain itu, selama di dalam penjara, Raheem berusaha berkelakuan baik. Hal itu dibuktikan dengan rapor yang dikeluarkan Lapas Madiun. Dalam rapor tersebut, pria 40 tahun itu tidak memiliki satu pun catatan hitam selama mendekam di penjara. Untuk kolom pelanggaran tata tertib, tertulis kata ’’nihil’’ dalam huruf kapital dan tebal.
BACA JUGA: APBD DKI Diributkan, Jokowi Tanyakan Pokir
Hal itu diperkuat kartu pembinaan narapidana yang juga dikeluarkan Lapas Madiun. Dalam kartu dua lembar tersebut, petugas lapas menilai positif tindak tanduk Raheem.
Misalnya, sikap terhadap umum, sesama narapidana, hasrat kerja, keinginan, dan kesenangan. Semuanya dinilai baik. ”Penilaian emosional disebut terkendali,” ucap Karim Karim, pengacara Raheem, seperti dilansir Jawa Pos (induk JPNN).
BACA JUGA: Basarnas Resmi Akhiri Pencarian AirAsia QZ8501
Dalam catatan pelaksanaan proses pemasyarakatan sejak 6 Oktober 1998 hingga 21 Februari 2015, dia dinyatakan baik. Mulai menjalani masa pengenalan lingkungan, kebersihan blok, sampai membantu kegiatan keagamaan, dia juga dinilai baik.
Maka, badan pemasyarakatan mengusulkan perubahan pidana hukuman mati menjadi pidana sementara. ”Kalau sudah insaf seperti itu, tidak harus dibunuh. Dengan penjara seumur hidup pun akan mati sendiri,” imbuh Karim.
Karim menceritakan, Raheem sejatinya bukan nama asli. Dia juga tidak berasal dari Spanyol. Dari cerita kliennya, Raheem sebenarnya warga negara Nigeria. Karena kondisi ekonomi sulit, dia bermigrasi ke Malaysia. Tujuannya mencari pekerjaan di Singapura. ”Tapi, di Malaysia sampai lama, dia tidak juga diberi pekerjaan sampai paspornya habis,” tuturnya.
Saat itulah dia ditangkap petugas imigrasi Malaysia. Sanksinya, dia dikirim ke Thailand. Di Negeri Gajah Putih itulah, dia berkenalan dengan seorang bandar.
Hingga akhirnya, bandar tersebut meminta Raheem mengirimkan heroin ke Indonesia. Karim mengatakan, ketika berangkat ke Indonesia, Raheem dibuatkan paspor palsu. Termasuk data di dalam paspor dipalsukan. ”Tapi, saya lupa nama asli Raheem,” kata Karim.
Karim mengaku setuju peredaran narkoba harus diberantas. Tapi, seharusnya yang dihukum mati adalah bandar dan bukan kurir. ”Kalau kurir yang dieksekusi mati, sedangkan bandar masih berkeliaran, apa bisa efektif?” ujarnya. (eko/c6/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Berseteru dengan DPRD DKI, Ini Kata Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi