Sudah Ditolak MK, Bagaimana Nasib Siswa Kurang Mampu?

Sabtu, 29 Juli 2017 – 01:42 WIB
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Foto: JPG/Pojokpitu

jpnn.com, SURABAYA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak uji materi yang diajukan warga Surabaya mengenai pengelolaan SMA-SMK Rabu (26/7).

Putusan itu memupus harapan siswa tak mampu untuk mendapat sekolah gratis.

BACA JUGA: Pengelolaan SMA dan SMK, Perlu Terobosan di UU Pemerintahan Daerah

Di sisi lain, Pemkot Surabaya sudah mengalokasikan anggaran Rp 187 miliar untuk membiayai pendidikan siswa miskin.

Kini pertanyaan pun muncul. Salah satunya, akan dikemanakan dana sebesar itu?

BACA JUGA: Cari Celah Aturan untuk Bantu Siswa dari Keluarga tak Mampu

''Dengan adanya putusan MK, dana tersebut harus dialihkan,'' kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya Reni Astuti.

Karena itu, dia meminta pemkot bergerak cepat mencari solusi agar para siswa miskin di Surabaya tetap mendapat pelayanan pendidikan.
Berdasar data pemkot, jumlah siswa miskin SMA-SMK di Surabaya lebih dari 11 ribu orang.

BACA JUGA: Ogah Ikut Diklat, Kasek Bakal Dicopot

Selama tujuh bulan belakangan, mereka harus bersekolah dengan biaya sendiri.

Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana memastikan bahwa anggaran tersebut bakal tetap digunakan untuk membiayai pendidikan.

Salah satu yang akan dilaksanakan adalah memberikan beasiswa.

''Perlu komunikasi dengan sekolah. Kini kami hitung totalnya berapa,'' ujar alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tersebut.

Jumlah kebutuhan setiap siswa pasti berbeda. Siswa SMK biasanya dibebani biaya praktik.

Dengan beasiswa, siswa yang dibantu pemkot nanti harus benar-benar terbebas dari tarikan apa pun.

Sebagian dana lainnya akan digunakan untuk pembangunan SD dan SMP. Sisanya lagi akan dialihkan untuk merealisasikan proyek trem.

''Bisa juga. Karena justru trem yang sudah siap proyeknya,'' kata politikus PDIP tersebut.

Sementara itu, salah seorang penggugat, Radian Jadid, mengungkapkan kekecewaannya saat mengetahui gugatan tersebut ditolak MK.

''Kami kecewa. Meski begitu, saya tetap menghormati putusan tersebut,'' ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos melalui sambungan telepon.

Dia menilai, UU Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur kewenangan SMA-SMK digedok secara terburu-buru.

Tidak memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah. Kegelisahan tersebut telah disampaikan kepada hakim MK.

Namun, sang hakim malah menilai keresahan warga Surabaya tidak beralasan.

Hakim beralasan, kebijakan hukum dalam undang-undang tersebut belum dilaksanakan.

Namun, setelah diberlakukan sejak Januari lalu, ternyata kekhawatiran itu terbukti. Banyak orang tua yang mengeluhkan biaya pendidikan SMA-SMK.

Terutama mereka dari kalangan ekonomi kurang mampu. Banyak yang sulit membayar SPP.

Jadid menyatakan, setelah gugatan tersebut ditolak MK, kini dirinya akan memfokuskan diri mengawal implementasi UU Nomor 23 Tahun 2014.

Di Jatim, misalnya, dia akan mengawal minimnya anggaran pendidikan yang dikucurkan pemprov.

''Anggaran pendidikan Jatim hanya Rp 300 miliar untuk SMA-SMK. Dana tersebut jauh lebih rendah dari anggaran pilgub yang mencapai Rp 600 miliar,'' terang lelaki 42 tahun itu.

Namun, dalam putusan MK, tidak semua hakim setuju dengan putusan itu.

Ada juga yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Hakim Konstitusi Saldi Isra menganggap bahwa pengaturan hubungan dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota mesti memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah.

Dengan demikian, pengaturan hubungan dan pembagian wewenang dibatasi keharusan untuk memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Menurut dia, sangat mungkin hubungan kewenangan daerah diatur secara berbeda.

Hal itu sesuai dengan semangat pasal 18A UUD 1945, yaitu keragaman daerah.

Pengelolaan urusan pendidikan bisa menjadi titik temu penyelenggaraan hubungan antara pusat dan daerah.

Saldi juga merujuk pendapat ahli, Prof Philipus M. Hadjon, yang menyatakan pengelolaan pendidikan oleh provinsi tidak memerhatikan asas efisiensi.

Lebih jauh, hal itu malah berpotensi mendegradasi mutu dan pelayanan pendidikan menengah daripada saat masih dikelola pemkab/pemkot.

Sebab, ketika kewenangan dialihkan, semua akan dimulai dari awal. Dibutuhkan penataan dengan masa peralihan yang tidak sebentar. (sal/elo/aji/c5/git/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SMAN 10 Pentagon Setelah Dikelola Provinsi


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler