Sudah Ratusan Tahun Dukuh Ini tak Ada Listrik, di Jawa Bro!

Senin, 14 Maret 2016 – 00:53 WIB
Foto ilustrasi.dok.Jawa Pos

jpnn.com - SUNGGUH kasihan anak-anak di Dukuh Pliken, Desa Pungangan, Kecamatan Doro, Pekalongan, Jawa Tengah. Saat menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS), mereka belajar dengan mengandalkan lampu teplok. Sudah ratusan tahun listrik PLN belum sampai ke pedukuhan tersebut.

M Hadiyan, Doro

BACA JUGA: Dipanggil Presiden Jokowi ke Istana atau Saya Meninggal

Matahari mulai turun dari peraduannya. Udara dingin tak berhenti membelai sekujur tubuh setiap orang. Anak-anak menghentikan waktu bermainnya dan bergegas lari memenuhi panggilan sang orangtua. Wajar saja, mereka harus belajar mengingat minggu ini masih dalam masa ujian tengah semester (UTS). 

Kepergian anak-anak ke kediamannya masing-masing membuat suasana Dukuh Pliken, Desa Pungangan, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, tampak sunyi, nyaris tak ada lagi aktivitas di luar rumah penduduk. Pedukuhan ini menjadi gelap gulita ketika malam hari. 

BACA JUGA: Gubernur Ganteng Marah: Honorer Saya Pecat Semua!

Bagi ratusan warga Pliken, listrik masih menjadi hal yang asing dan mahal. Sebab, pedukuhan tersebut belum teraliri listrik dari PLN. 

Untuk mendapatkan penerangan, masyarakat menggunakan lampu teplok berbahan bakar minyak tanah atau solar. Solar maupun minyak tanah pun harus didapatkan di pusat kecamatan yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari rumah mereka.

BACA JUGA: UNIK! Mentari Lahirkan Bayi saat Gerhana Matahari, nama Anak?

Pemandangan di dalam rumah Afifudin (8), tak jauh beda dengan rumah-rumah lain. Pusat penerangan berada pada nyala api kecil di ujung sumbu lampu teplok. 

Lampu teplok itu ditaruh di sebuah meja kayu tepat di depan Afif yang mulai membuka lembar demi lembar buku pelajaran. Dia tampak serius membaca bait-bait tulisan di depan cahaya jingga yang membekas bayangan pada tembok kayu rumahnya. 

"Kalau belajar ya seperti ini. Tidak ada listrik, jadi gelap-gelapan," kata Afif.

Kelamaan membaca di cahaya samar membuat matanya mudah capek menerawang bahan pembelajaran untuk UTS. Sehingga, ia tak pernah berhasil belajar berlama-lama pada malam hari. 

"Besok UTS, saya harus belajar. Tapi, karena gelap, saya nggak bisa belajar lama-lama. Soalnya capek," kata anak kelas II di SD Pliken itu. 

Ia sengaja mengajak teman-temannya ke dalam rumah untuk belajar bersama agar semakin meningkatkan motivasi menghadapi UTS. 

Setiap hari, warga Pliken rata-rata membutuhkan satu liter solar untuk menghidupkan lampu teplok di dalam rumahnya. Padahal, harga seliter solar eceran disana mencapai Rp12 ribu. 

Maka wajar, jika kondisi ini membuat tingkat pendidikan di pedukuhan itu rendah. Sebagian besar warga di Dukuh Pliken hanya lulusan SD. Selain belum tersentuh listrik, kondisi ekonomi warga di daerah tersebut juga lemah. Di sisi lain, letak SMP terdekat ada di Desa Rogoselo yang jaraknya lebih dari 9 kilometer. 

"SMP terdekat hanya ada di Desa Rogoselo yang jaraknya lebih dari 9 kilometer. Anak-anak yang sekolah SMP ya jalan kaki setiap hari, tapi sedikit yang sampai SMP," kata Kepala Desa Pungangan, Rubai, kemarin.

Dikatakan, sebanyak 42 rumah di Pedukuhan itu sama sekali tidak ada listri sedangkan 30 rumah memakai kincir rakitan untuk penerangan. 

Warga yang belum tersentuh PLN sekitar 300 orang yang terdiri dari 57 KK. "Disini sama sekali belum tersentuh PLN. Kami sudah mengusulkan tapi belum ada tindaklanjut," ungkapnya. (*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... HOROR! Sempat Hilang, Mengaku Disekap Penguasa Laut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler