jpnn.com, MATARAM - Ketatnya seleksi masuk fakultas kedokteran dimanfaatkan LS (53) warga Desa Darmasari, Sikur, Lombok Timur (Lotim) dan HC (39), warga Sandik Gunungsari, Lombok Barat, untuk melakukan penipuan.
Keduanya ditangkap Tim Opsnal Subdit III Ditreskrimum Polda NTB karena diduga melakukan penipuan dan penggelapan seleksi calon mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Mataram (Unram).
BACA JUGA: Mau Tahu Muara Uang Calon Jemaah Umrah First Travel? Coba Baca Ini
LS berprofesi sebagai pengacara. Sedangkan HC adalah oknum dosen di salah satu fakultas di Universitas Mataram (Unram).
"Keduanya itu masing-masing ada yang pengacara dan satunya lagi seorang dosen. Keduanya sudah ditahan di Mapolda NTB," ujar Dirkrimum Polda NTB Kombes Pol Kristiaji saat dikonfirmasi di Mapolda NTB, kemarin.
BACA JUGA: First Travel Punya Banyak Utang, Perusahaan Arab Ikut Tertipu
Modus yang dilakukan, LS dan HC bekerja sama melakukan penipuan dan penggelapan. Korbannya adalah Kahan Kampanye, warga Terara Lombok Timur.
LS dan HC mengaku bisa meluluskan anak kandung korban di Fakultas Kedokteran Unram saat seleksi penerimaan mahasiswa baru tahun 2016 lalu.
BACA JUGA: Perempuan Manis Berpenampilan Modis Gentayangan Tebar Hipnotis
Syaratnya adalah dengan memberikan uang sebesar Rp 250 juta. "Uang tersebut sudah diberikan oleh korban kepada pelaku," katanya.
Ternyata, janji tersebut hanya akal bulus pelaku. Pasalnya, anak korban tidak lulus di Fakultas Kedokteran Unram.
Tahu anak korban tidak lulus, kedua pelaku lalu menawarkan kembali untuk memasukkan dan meluluskan anak korban di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (Unisba).
Korban pun diminta kembali menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta. Jumlah tersebut disanggupi dan dibayarkan secara tunai oleh korban. Setelah ditunggu-tunggu, anak korban juga tidak lulus di fakultas kedokteran Unisba Bandung.
Merasa tertipu, korban kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Polda NTB dengan nomor laporan LP/303/XII/2016/NTB/SPKT tanggal 30 Desember 2016.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan. Ditingkat penyelidikan, kedua pelaku pernah diperiksa.
Setelah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka, kedua pelaku tidak pernah memenuhi panggilan penyidik.
"Kita sudah mengirim surat panggilan sebanyak tiga kali. Tapi keduanya tidak pernah hadir untuk diperiksa sebagai tersangka di tahap penyidikan," ungkapnya.
Dianggap tidak kooperatif, penyidik lalu mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan surat penangkapan terhadap keduanya.
"Kita terpaksa melakukan upaya paksa dengan melakukan penangkapan terhadap keduanya," sebutnya.
Selama ini LS diketahui selalu berpindah-pindah tempat. Petugas, kemudian mendapatkan informasi LS sedang berada di rumahnya dan langsung dilakukan penangkapan oleh petugas.
" LS kita tangkap di kediamannya pada hari Kamis tanggal 24 Agustus 2014 sekitar pukul 19.00 Wita tanpa perlawanan," terangnya.
Beberapa hari kemudian, HC juga ditangkap di kediamannya oleh petugas tanpa memberikan perlawanan. Dari hasil pemeriksaan, leduanya pun sudah mengakui perbuatannya.
"Iya sudah mengaku dan sekarang keduanya sudah ditahan untuk mengikuti proses lanjutan," katanya.
Selain menangkap dua pelaku, polisi sempat memeriksa seorang wanita yang tidak lain adalah guru dari anak korban disalah satu SMA di Lombok Timur.
Oknum guru tersebut disebut-sebut juga berperan untuk membujuk korban. Kristiaji mengatakan, status guru tersebut masih ditetapkan sebagai saksi.
"Kalau gurunya itu masih saksi. Karena dia mengembalikan uang yang diterima. Kalau tidak salah jumlahnya Rp 15 juta," jelasnya.
Pihaknya juga memastikan akan melakukan pendalaman dalam kasus tersebut. Polisi akan menyelidiki alur uang yang diterima pelaku.
Adapun barang bukti yang disita petugas, antara lain satu buah kwitansi yang diberikan pelaku kepada korban pada saat memberikan uang. Satu buah surat pernyataan yang dibuat pelaku dengan korban.
"Barang bukti ini sudah kita amankan jauh sebelumnya," imbuhnya. Akibat perbuatannya, kedua pelaku terancam dijerat dengan pasal 378 tentang KUHP tentang penipuan dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
Menyikapi masalah ini Rektor Unram Prof Ir H Sunarpi, Ph.D dengan tegas mengatakan, oknum dosen seperti itu harus diberikan pelajaran. Dirinya mendorong pihak berwajib untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas.
“Kami sangat mendukung pihak berwajib untuk terus menyelidiki dan mengusut kasus memalukan yang menimpa oknum dosen aktif kami itu,” tegasnya Minggu kemarin (3/9).
Tidak hanya itu, karena kasus ini dianggapnya sangat serius, pihaknya sudah mulai membicarakan pembentukan tim penegak kode etik dosen. Sebab dalam kasus ini, oknum dosen itu jelas melanggar kode etik dosen juga.
Sunarpi mengaku sering mengimbau masyarakat atau orangtua para calon mahasiswa baru, agar jangan percaya dengan sistem percaloan.
Masyarakat juga agar tidak mudah terpengaruh rayuan oknum-oknum yang mengaku bisa membantu meluluskan anak-anak mereka masuk di Unram.
“Ini yang saya khawatirkan, makanya setiap penerimaan mahasiswa baru, saya selalu imbau masyarakat.Kita akan jadikan kasus ini pelajaran yang berharga, dan menjadikannya bahan evaluasi yang serius di internal kita,” tambahnya.
Terpisah, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unram dr Hamsu Kadriyan menyatakan, kasus yang melibatkan oknum dosen ini sangat disayangkannya.
Proses penerimaan calon mahasiswa baru mekanismenya sudah jelas, yakni menggunakan tiga jalur penerimaan yakni jalur SNMPTN, SBMPTN dan jalur mandiri.
Passing grade yang harus dicapai oleh calon mahasiswa baru juga sudah ditentukan. Jika nilai calon mahasiswa baru tidak mencapai passing grade ini, maka otomatis tidak lulus.
“Prinsip penerimaan kita di Unram kan jelas, yakni harus bisa melewati salah satu jalur diantara tiga jalur yang sudah tersedia tersebut,” tutupnya. (gal/cr-rie)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disangka Menilap Rp 16 M di Bali, Jeremy Thomas Siap Ladeni Polisi
Redaktur & Reporter : Soetomo