jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum For Bejo (For Belakang Jokowi) Sugeng Budiono menilai Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi telah berhasil menjaga muruah Presiden ke-7 Joko Widodo di mata dunia.
Sebab, kata Sugeng, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) akhirnya mengakui kelemahan riset mereka karena tidak memiliki bukti atas tuduhan kejahatan terhadap Jokowi.
BACA JUGA: Haidar Alwi Kritik Riset OCCRP yang Jadikan Jokowi Finalis Pemimpin Terkorup 2024
Menurutnya, pengakuan OCCRP tidak terlepas dari kritik dan pembelaan Haidar Alwi.
"Kami relawan Jokowi For Bejo sangat berterimakasih kepada Bung Haidar Alwi yang telah berhasil menjaga muruah Pak Jokowi di mata dunia. Berkat beliau, OCCRP akhirnya mengakui kelemahan risetnya karena tidak memiliki bukti Pak Jokowi korupsi," kata Sugeng Budiono, Jumat (3/1).
BACA JUGA: Kecam Survei OCCRP Sudutkan Jokowi, Kader Golkar Singgung PDIP
Menurutnya, Haidar Alwi termasuk sosok yang pertama kali mengkritik riset OCCRP pasca organisasi internasional itu memberikan predikat kepada Jokowi sebagai finalis penjahat terorganisasi dan paling korup di dunia.
Menariknya, kritik dari Haidar Alwi adalah yang paling substansial di antara banyak pihak yang menyoroti riset OCCRP tentang Jokowi.
BACA JUGA: Tenaga Honorer Korupsi Dana Desa, Kerugian Negara Mencapai Rp 433 Juta
Sedangkan yang lainnya hanya membela Jokowi tanpa mampu mematahkan tuduhan OCCRP.
"Bung Haidar Alwi ini sangat luar biasa. Beliau mampu mengungkap kelemahan dan keanehan metodologi riset yang dirilis oleh organisasi sekelas OCCRP. Kritiknya berdasar dan sulit untuk dibantah," ujar Sugeng Budiono.
Dia mengingatkan agar rakyat Indonesia senantiasa menjaga muruah Presiden dan mantan Presiden Republik Indonesia. Sebab, menjadi Presiden bukanlah hal mudah. Hanya putra-putri terbaik bangsa yang mampu mengemban amanah tersebut.
"Jangan mau diprovokasi asing melalui tangan-tangan organisasi yang terkesan independen padahal membawa kepentingan pihak tertentu. Perkuat persatuan dan jaga muruah bangsa dan negara termasuk muruah Presiden dan mantan Presiden," pungkas Sugeng.
Sebelumnya, OCCRP merilis daftar finalis pemimpin yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup di dunia pada Selasa, 31 Desember 2024.
Dari sejumlah nama yang dirilis, Jokowi menjadi salah satu dari lima finalis dengan suara terbanyak tahun ini.
Nama-nama yang masuk nominasi dan perolehan suara diusulkan serta berasal dari para pembaca, jurnalis, dewan juri, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP.
Menanggapi hal itu, Haidar Alwi mengatakan bahwa segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan dengan polling atau jajak pendapat.
"Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak pendapat," tegas R Haidar Alwi, Rabu (1/1/2025).
Menurutnya, hingga saat ini tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi. Tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut, sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata," ungkap Haidar.
Oleh karena itu, predikat yang disematkan OCCRP terhadap Jokowi hanyalah usulan yang tidak berdasar dari para pemegang hak suara dalam poling atau jajak pendapat. Akibatnya, dapat merusak reputasi dan nama baik Jokowi di mata masyarakat Indonesia bahkan dunia.
"OCCRP harus meralat rilisnya dan meminta maaf kepada Jokowi. Jika tidak, OCCRP yang berisi para jurnalis investigasi sama saja dengan mencoreng kredibilitasnya sendiri," tutur Haidar Alwi.
Selain itu, yang menjadi perhatian adalah tidak masuknya nama Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, dalam daftar tersebut.
Netanyahu selama ini sering dikaitkan dengan berbagai tindakan kejahatan kemanusiaan, terutama terkait kebijakannya terhadap Palestina. Dia juga menghadapi sejumlah dakwaan pidana, termasuk kasus penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi dalam pengadilan domestik Israel.
"Netanyahu yang sudah diperintahkan untuk ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional justru luput dari riset OCCRP. Sedangkan Jokowi yang tanpa vonis kejahatan malah masuk. Ini semakin menunjukkan kelemahan OCCRP dalam melakukan risetnya. Dari kelemahan-kelemahan yang ada, masyarakat bisa menilai apakah riset OCCRP layak dipercaya atau tidak," kata Haidar Alwi. (rhs/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Akan Kembalikan Rp 2,5 Miliar Hasil Pemerasan kepada Penonton DWP
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti