Sugianto Tandio, Pelopor Kantong Plastik Ramah Lingkungan

Manfaatkan Tepung Ketela, Siap Masuk Pasar Tradisional

Kamis, 17 Maret 2011 – 07:27 WIB
INOVATIF: Sugianto Tandio memperlihatkan hasil produksinya tas plastik ramah lingkungan di pabriknya di Cikupa, Tangerang, Banten (10/3/). Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos

Penemuan teknologi pembuatan kantong plastik seratus tahun silam konon merupakan terobosanNamun, 50 tahun kemudian, muncul kesadaran bahwa kantong plastik merupakan musuh lingkungan

BACA JUGA: Jika Ada Gadis di Sofa, Itu Plus-Plus

Sifatnya yang tidak mudah terurai diprediksi mengancam kelestarian lingkungan
Sugianto akhirnya memelopori kantong plastik ramah lingkungan.
 
=============================
   M

BACA JUGA: Pijat Biasa Sejam Rp 45 Ribu, Layanan Pemuas Syahwat Rp 100 Ribu

HILMI SETIAWAN, Tangerang
=============================
 
BEBERAPA langkah masuk di kompleks pabrik PT Tirta Marta di Cikupa, Tangerang, mata langsung disuguhi tumpukan kantong plastik atau yang sering disebut kresek bekas
Seluruh plastik itu tertata rapi menggunung

BACA JUGA: Sepak Bola Jepang setelah Diguncang Gempa dan Tsunami

Di sekitarnya, beberapa karyawan sedang membakar sebagian sampah kertas yang terselip.
 
PT Tirta Marta bisa jadi masih asing terdengarPerusahaan yang dipimpin Sugianto Tandio itu bergerak dalam industri kantong plastikDidirikan pada dekade 1970-an, perusahaan yang berdiri di lahan seluas dua hektare tersebut terus berkembang.
 
Yang terbaru, mereka memelopori teknologi Oxium dan Ecoplas dalam pembuatan kantong plastikDua teknologi tersebut mengubah asumsi bahwa kantong plastik merupakan musuh lingkunganSugianto bertekad memproduksi kantong plastik yang ramah lingkungan atau yang disebut degradable plastic.
 
Pria kelahiran Jambi itu sempat mengajak mengelilingi tempat usahanyaDi dalam pabrik, berdiri mesin-mesin pembuat kantong plastikMesin-mesin setinggi pohon kelapa itu berfungsi mengubah bijih plastik menjadi lembaran plastik.
 
Di tengah mesin produksi kantong plastik yang terus menderu, Sugianto menjelaskan bahwa teknologi Oxium dan Ecoplas tersebut diterapkan pada tahap produksi bijih plastik (polyethylene)Sayangnya, dengan alasan rahasia perusahaan, dia tidak memberikan kesempatan untuk berkeliling melihat pembuatan bijih plastik"Dari sinilah sifat buruk kantong plastik kita," ujar Sugianto.
 
Selanjutnya, alumnus pascasarjana The University of North Dakota itu menceritakan awal mula dirinya menggeluti bisnis kantong plastik ramah lingkunganSugianto menuturkan, semula dirinya tidak terlalu menghiraukan dampak masa depan melimpahnya produksi kantong plastik.
 
Diperkirakan, dalam setahun, di negeri ini diproduksi kantong plastik hingga ratusan ribu tonKantong plastik tersebut diproduksi dengan bermacam kepentingan dunia industriMulai pemenuhan industri kemasan hingga pertokoanCelakanya, kantong plastik yang diproduksi secara konvensional tersebut terlalu berisikoSebab, kantong plastik itu tidak mudah dihancurkan"Bayangkan, kantong itu hancur sampai seribu tahun," tuturnya.
 
Berbekal kekhawatiran tersebut, dia lantas mengamati kondisi lingkungan di sekitarSekitar sepuluh tahun lalu, dia lalu mengelilingi aliran Sungai CitarumMata Sugianto terbelalak saat itu ketika melihat sebagian permukaan sungai tertutup sampah plastikBahkan, sampah tersebut terus terbawa aliran sungai hingga ke laut lepas.
 
Tidak betah dengan suara deru mesin, Sugianto lantas mengajak berbincang di ruang kerjanyaDia lantas menjelaskan, sejatinya kantong plastik itu merupakan benda organikMenurut pria 47 tahun tersebut, plastik merupakan turunan dari minyak, sedangkan minyak terbuat dari plankton"Jika dirunut, plastik itu kan barang organik," jelasnya.
 
Apa pun bentuknya, Sugianto menyebut kantong plastik itu musuh lingkunganDia menjelaskan, massa molekul yang terkandung dalam plastik cukup tinggiKandungannya mencapai 5,5 juta molekul dalam 1 gram-sentimeter kubik.
 
Nah, tingginya massa molekul yang terkandung dalam plastik tersebut membuat plastik cukup kuatPlastik yang menjadi sampah dan dibuang di tempat pembuangan sampah tidak bisa langsung dihancurkan oleh mikroba"Mikroba tidak kuat memakan plastik," katanya.
 
Untuk bisa menghancurkan plastik, mikroba butuh proses oksidasiPada kantong plastik konvensional yang sering kita peroleh ketika berbelanja di pasar tradisional, proses oksidasi ideal berjalan sekitar seribu tahun atau seabad"Baru setelah itu mikroba mampu menghancurkan plastik tersebut," ucap Sugianto.
 
Dia menjelaskan, di Indonesia, dampak timbunan sampah kantong plastik tersebut sudah terjadiTepatnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Bandung, 21 Februari 2005Tragedi yang menelan 143 korban tewas itu dikenang dengan sebutan tragedi longsor sampah.
 
Sugianto menjelaskan, kejadian tersebut muncul karena sampah kantong plastik sudah menggunungSampah-sampah tersebut sekilas sudah berbentuk menyerupai tanahTapi, ketika hujan deras mengguyur, tanah yang terbuat dari timbunan kantong plastik itu rapuh dan akhirnya longsor sehingga membunuh ratusan orang.
 
Dampak lain bahaya kantong plastik adalah saluran air di sungai yang tersumbatSama dengan di darat, kantong plastik yang berada di dalam atau permukaan air tidak mudah hancurSampah plastik yang berkumpul dan berdesakan menyumbat aliran air.
 
Dari potensi-potensi dampak tersebut, akhirnya Sugianto yang saat itu mencari duit dari usaha membuat kantong plastik berpikir untuk masa depan lingkunganAkhirnya, dia menghabiskan waktu sekitar delapan tahun untuk melakukan risetRiset tersebut dilakukan dengan cara menggabungkan teknologi pembuatan kantong plastik yang ramah lingkungan, berdampak sosial, dan harganya terjangkau.
 
Dia menjelaskan, waktu itu di Amerika ada teknologi pembuatan kantong plastik berbahan jagungDia menyebutkan, teknologi tersebut memang cukup efektif menciptakan kantong plastik yang mudah hancur"Tapi, ongkosnya tinggiBisa berpengaruh pada harga jual kebutuhan pokok," jelasnya.
 
Dia memperkirakan, selisih ongkos membuat kantong plastik berbahan jagung dengan bahan murni bijih plastik mencapai 300 persenSelisih tersebut, menurut Sugianto, terlalu tinggiAkhirnya, dia menemukan teknologi Oxium dan Ecoplas untuk mengatasi dampak buruk kantong plastikDua teknologi tersebut sudah dipatenkan.
 
Dia menuturkan, pada dasarnya teknologi Oxium adalah memberikan campuran bahan pembuat bijih plastikDalam pembuatan bijih plastik, Sugianto memberikan campuran bahan aditif
 
Dengan penambahan bahan tersebut, dia mengklaim proses oksidasi pada kantong plastik bisa dipercepatDengan demikian, mikroba bisa semakin cepat menghancurkan sampah kantong plastik.
 
Setelah ditambah bahan aditif tersebut, kantong plastik yang semula baru terurai setelah seribu tahunan bisa dipercepat hanya dalam kurun dua tahunBahkan, pada kondisi tertentu, misalnya di atas genting, kantong plastik dengan sistem Oxium bisa semakin cepat terurai"Dua tahun itu dalam kondisi umumPada kondisi tertentu bisa lebih cepat," ujarnya.
 
Pengembangan selanjutnya adalah teknologi EcoplasDalam teknologi itu, Sugianto mencampur bahan pembuat bijih plastik dengan tepung ketela pohonDalam persentase tertentu, kantong plastik yang berbahan ketela pohon itu bisa hancur hanya dalam waktu sekitar dua bulan.
 
Dia menyatakan, pembuatan kantong plastik dengan bahan tepung ketela itu bisa berdampak sosialYaitu, di kawasan pedesaan, geliat orang untuk menanam ketela bisa meningkatSelain itu, bisa membuka lapangan kerja baru"Selama ini kami belum membuat desa binaanKami sebatas membeli secara masal ketika musim panen," ungkapnyaDia, antara lain, membeli di kawasan Jawa Barat.
 
Setelah hampir dua tahun dua teknologi itu diperkenalkan, perkembangannya berbedaKantong plastik dengan teknologi Oxium lebih laku di pasar lokalSementara itu, sebagian besar kantong plastik dengan teknologi Ecoplas diekspor"Memang ongkos produksi Oxium lebih rendah daripada Ecoplas," katanya.
 
Sugianto membandingkan, ongkos produksi kantong plastik Oxium dengan konvensional hampir setaraSementara itu, biaya produksi kantong plastik Ecoplas lebih mahal 20 persen daripada biaya kantong plastik konvensional.
 
Brand-brand asing yang menggunakan kantong plastik Ecoplas, antara lain, PoloRalphLaurens, Raoul, Nickelodeon Universe, dan Lake WindsKantong plastik Ecoplas juga digunakan produk lokalMisalnya, Grup Ciputra dan Miracle
 
Sementara itu, teknologi kantong plastik Oxium dipakai sebagian perusahaan waralaba besarDi antaranya, Indomaret, Alfamart, dan HeroTanda yang bisa dilihat, di kantong plastik dari toko-toko tersebut terdapat logo Oxium yang dilengkapi gambar kantong plastik hancur dalam empat tahap.
 
Sugianto menerangkan, selisih harga bagi beberapa perusahaan tersebut tidak bisa dibandingkan dengan kontribusi mereka menjaga lingkungan dari ancaman bahaya kantong plastikDengan menggunakan kantong plastik yang mudah terurai, brand perusahaan juga bisa ikut terangkat"Mungkin bisa dialokasikan dari biaya promosi," katanya.
 
Dengan inovasi tersebut, Tirta Marta mendapat penghargaan dari Pemprov DKI JakartaPenghargaan juga didapatkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan kantong plastik Oxium dan EcoplasPenghargaan diberikan karena mereka ikut menjaga lingkungan.
 
Setelah hampir menguasai market perusahaan ritel di Indonesia, Sugianto ingin merambah pasar tradisionalKapasitas produksi yang mencapai 3.000 ton per bulan untuk Oxium dan 500 ton per bulan untuk Ecoplas siap ditingkatkan untuk memenuhi permintaan di pasar tradisionalPT Tirta Marta juga menggandeng 12 perusahaan pembuat kantong plastik untuk menerapkan dua sistem ramah lingkungan itu.
 
Sugianto menyebutkan, kantong plastik hitam yang beredar di pasar-pasar tradisional merupakan hasil daur ulang berkali-kali"Kondisi plastik sangat jelekHarus diperbaiki," tegasnya.
 
Dengan upaya itu, diharapkan ancaman bencana karena kantong plastik di negeri ini bisa dicegahSelain itu, Sugianto berharap pemerintah lebih getol dalam mengedukasi masyarakatSebagian besar masyarakat yang masih menggunakan kantong plastik konvensional harus diedukasi untuk mengelola sampah supaya tidak menjadi musuh lingkungan(*/c5/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Segera Bangun TAJ Mall dan Kolam Renang Tertinggi di Dunia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler