Suhardi Alius: Jangan Marginalkan Mantan Teroris

Rabu, 15 November 2017 – 19:21 WIB
Suhardi Alius. Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kepala BNPT Suhardi Alius mengatakan, nasionalisme dan kebangsaan harus dikedepankan dalam penayangan peristiwa terorisme.

Pasalnya, selama ini media lebih sering mempertimbangkan keuntungan dengan mengkreasi berita dari peristiwa terorisme, tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi di masyarakat.

BACA JUGA: Mapolres Dharmasraya Terbakar, Karena Ulah Teroris?

“Kadang-kadang media menjadi trigger dengan mengkreasi peristiwa terorisme dengan pemberitaan yang tidak proporsional. Mungkin pertimbangannya rating dan oplah media bersangkutan yang berujung pada keuntungan. Namun, mereka juga harus memperhitungkan dampaknya di masyarakat,” kata Suhardi saat menjadi pembicara pada pembukaan Rapimnas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Hotel Santika, Depok, Rabu (15/11).

Menurut mantan Sestama Lemhanas itu, dampak penayangan berita terorisme yang tidak proporsional sangat besar di masyarakat, terutama dari keluarga korban.

BACA JUGA: Jadikan Hari Pahlawan Momentum Isi Kemerdekaan

Hal itu malah akan menambah kebencian dan beban psikis mereka.

“Ini harus dihitung dengan baik-baik. Silakan beritakan masalah terorisme dan radikalisme, tapi harus secara proporsional yang mendidik sehingga masyarakat mempunyai ketahanan dalam menghadapi imbas dari kejadian itu,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.

BACA JUGA: Kemiskinan Tidak Selalu Jadi Penyebab Aksi Terorisme

Karena itu, dia berharap KPI bisa menjadi wasit,terhadap seluruh aspek penyiaran baik televisi maupun radio agar bisa memberikan pembelajaran pada masyarakat walaupun itu tidak populer.

“Carikan bagaimana metode dan caranya supaya penyiaran itu mempunyai kontribusi pada kebaikan bangsa dan negara dan pendidikan kepada masyarakat,” tegas Suhardi.

Faktor media ini memang menjadi concern Suhardi. Itu dibuktikan saat dia resmi dilantik menjadi Kepala BNPT.

Langkah pertama adalah mengumpulkan para pimpinan redaksi (pimred) media.

Saat itu, dia memberikan pemahaman bagaimana peranan media dalam mengkreasi terjadinya peristiwa terorisme.

Suhardi juga mengajak seluruh pihak tidak terbuai dengan situasi yang ada.

Dia mencontohkan saat pemuda seluruh Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Indonesia baru merdeka 17 tahun kemudian.

Artinya, selama itu pula mereka berjuang dan menanamkan jiwa kebangsaan sampai cita-cita Indonesia tercapai.

Pada kesempatan itu, mantan Kapolda Jabar itu juga memaparkan langkah-langkah pencegahan (soft approach) terorisme yang telah dilakukan BNPT.

Salah satunya dengan membangun boarding school (TPA) di Deliserdang, Sumatera Utara.

Awalnya, 40 anak didik di pondok pesantren yang dipimpin mantan teroris Khairul Ghazali itu masih takut dengan pendekatan ala BNPT.

Namun, sekarang mereka berani mengibarkan bendera Merah Putih saat peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2017 lalu.

Begitu juga di Yayasan Lingkar Perdamaian yang dipimpin mantan teroris lainnya, Ali Fauzi di Tenggulun, Lamongan.

Di sana ada 100 anak mantan teroris dan 38 mantan napi teroris. Setelah melalui sentuhan dari BNPT, kini mereka bulat telah kembali ke NKRI.

“Ini tanggung jawab kita sebagai bangsa Indonesia. Masih ada 600 lebih narapidana terorisme. Jangan ribut saja saat ada bom, tapi kita harus peduli dan memikirkan mereka setelah menjalani hukuman. Intinya, jangan marginalkan mantan teroris. Kalau dimarginalkan, mereka pasti kembali ke kelompoknya lagi,” papar Suhardi. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Suhardi Alius: Generasi Muda Harus Memilah Informasi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler