Suka Duka Pasukan Khusus Penjaga Badak Jawa di Ujung Kulon (1)

Getah Masih Mengalir, Tanda si Gembul Belum Jauh

Senin, 06 April 2009 – 06:58 WIB

Badak jawa (rhinoceros sundaicus) tergolong hewan langkaJumlahnya kini hanya tersisa kurang lebih 50 ekor di dunia

BACA JUGA: Ke Kampus Nanyang Technological University Singapura, Lokasi Tewasnya David Hartanto

Karena terancam punah, badak-badak itu harus ''dikawal'' oleh pasukan khusus
Mereka menjaga dan memonitor binatang bercula satu itu agar tetap bertahan.

AGUNG PUTU ISKANDAR, Ujung Kulon

---

Berapa jumlah badak jawa? Tidak ada yang bisa menyebutkan angka pasti

BACA JUGA: Dokter-Pengusaha, Pasangan Beda Kota Kediri yang Hari Ini Dilantik

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Agus Priambudi menyebut kisaran 55 hingga 56 ekor
''Itu berdasar sensus badak terakhir pada 2008,'' katanya saat ditemui di kantornya di Labuan, Pandeglang

BACA JUGA: Suku Pedalaman Baduy Menyambut Pemilu



Menyensus badak jawa susah bukan mainJangankan menghitung jumlahnya, menemui si gembul bercula itu saja sangat-sangat sulitMembutuhkan perjuangan yang luar biasa untuk bisa menemui binatang yang tergolong purba itu

''Makanya, untuk melakukan sensus dan monitoring badak, kami memiliki pasukan elite khusus,'' ujar Agus, lantas tersenyumMereka adalah RMPU alias Rhino Monitoring Protection UnitPasukan khusus badak itu bertugas menjaga dan memonitor pergerakan badak

RMPU terdiri atas empat unitMasing-masing unit terdiri atas empat personelMereka bertugas pada transect yang berbeda-bedaTransect adalah pembagian wilayah taman nasional menjadi beberapa wilayahTiap wilayah dipisahkan satu garis bujur yang ditarik dari utara dan selatanJarak antargaris sepanjang 2 kilometer.

Pembagian transect tersebut untuk mempermudah kerja RMPUTiap unit bisa ditugaskan di beberapa transect tanpa harus berbenturan dengan unit penjaga badak lainnyaSelain itu, pembagian transect dilakukan agar tiap unit tidak mengidentifikasi badak yang sama

RMPU memiliki pos yang tersebar di tiga seksiSeksi pertama berada di Pulau PeucangYakni, sebuah pulau yang berada di ujung semenanjung Ujung KulonSeksi kedua di Desa Taman Jaya di pesisir pantai beberapa kilometer dari pintu masuk hutan konservasiSedangkan seksi tiga di sekitar Kecamatan Sumur, Pandeglang.

Desa Taman Jaya merupakan dua desa terakhir sebelum memasuki areal konservasiTak mudah menuju Taman JayaUntuk menuju Ujung Kulon, dari Labuan, Pandeglang (tempat kantor TNUK), petugas lebih memilih jalur lautSebab, selain waktu tempuh lebih cepat, jalan darat benar-benar menyiksa.

Jalur darat Labuan-Taman Jaya memang mengerikanSepanjang 20 kilometer, jalan tak berlapis aspalHanya jalan berbatu dengan sarana angkutan umum yang minimMobil angkutan umum jenis Isuzu Elf hanya beroperasi pagi hingga siangSore sedikit tak ada kendaraan

Jawa Pos sempat menjajal angkutan umum menuju ke Taman Jaya dari LabuanJarak sekitar 70 kilometer itu ditempuh dalam waktu enam jam lebih! Padahal, itu belum masuk ke Ujung KulonDari Labuan ke Pulau Peucang lewat jalur laut cukup 2 jam tanpa ngetem

Karena itu, para personel RMPU bukan orang sembaranganMereka harus stand by di pos penjagaanSelain itu, untuk menjadi anggota RMPU, mereka harus melalui beberapa seleksi dan pendidikanAgus Priambudi mengatakan, calon personel RMPU biasanya harus mengikuti pendidikan di Rhino Protection Unit (RPU) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBS)Taman nasional di Pulau Sumatera itu juga memiliki kawasan perlindungan untuk badak.

''Sebab, mental dan fisik mereka harus ditempa,'' kata AgusPara pasukan elite penjaga badak memang harus berfisik primaSebab, tiap bulan mereka harus memonitor pergerakan badak di tengah hutan areal konservasiWaktu yang dibutuhkan tidak main-mainRata-rata 20 hari di tengah hutan.

Koordinator RMPU Otong Sontani menuturkan, 20 hari di hutan itu dibagi dalam beberapa aktivitasTiga hingga lima hari pertama, kata Otong, digunakan untuk memasuki areal konservasi

''Istilahnya, itu untuk menuju titik start kami,'' kata lelaki berkumis lebat itu saat ditemui di pos jaga Desa Taman Jaya dengan beberapa anggota pasukan penjaga badakMereka, antara lain, Jajat Sudrajat, Diding, Yadi Suryana, dan Hajat Sudrajat

Otong menuturkan, selama di hutan mereka bertugas memonitor pergerakan badak di titik transcent tertentuTidak seperti di negara maju yang menanamkan elemen sinyal pada tubuh hewan, memonitor pergerakan badak dilakukan dengan manualYakni, melihat jejak-jejak yang ditinggalkan hewan itu

Jenis-jenis jejak beragamDi antaranya, jejak kaki, kubangan lumpur, bekas gesekan tubuh badak dengan pohon, tinja, dan bekas tumbuhan yang dimakan badakPetugas harus mampu mengenali kapan badak meninggalkan jejak tersebut

Ada beberapa tanda yang dianut para pasukan penjaga badakKubangan, misalnyaApabila kubangan badak masih keruh, binatang pemalu itu berarti belum pergi jauhTak sampai satu jamBegitu pula dengan gesekan pada tanamanKarena kulit badak yang keras, kulit pohon akan terkelupas terkena gesekan binatang tersebut''Kalau getah pohon masih mengalir, berarti (badak) masih dekatKalau (getah) sudah berhenti, berarti ia sudah jauh,'' kata lelaki yang bertugas di TNUK lebih dari 15 tahun itu

Tugas pasukan penjaga badak ialah menemukan badak dan memotretnyaKalau sudah bertemu badak, para petugas akan mampu memprediksi ke mana perginyaPergerakan badak jadi terus termonitorSelain itu, para petugas mencatat perkembangan badak dengan mengukur besar jejak tapak kaki badakTapak kaki badak di tanah dicetak dengan gips, lantas dibawa ke pos

Data dari lapangan, kata Otong, akan dikumpulkan di kantor balai TNUK untuk diproses''Pola gerakan badak menunjukkan kondisi merekaDemikian juga habitatnyaApakah terganggu atau masih mendukung,'' katanya

Tapi, menemukan badak tak mudahMenurut Otong, badak adalah hewan liarTiap mencium bau manusia, asap rokok, atau benda-benda asing, ia langsung lariSaat kali pertama ikut pasukan penjaga badak, Otong penasaran setengah matiHingga satu minggu pencarian, timnya tak bersua badakKendati mengikuti jejak dengan teliti pun, hewan bercula itu tak juga muncul

Saat itu timnya sudah jauh masuk ke hutan konservasiOtong yang berada di depan barisan merasa lelahDia lantas duduk di sebuah pohon tumbang sambil menyulut rokokRupanya, anggota tim di belakangnya sudah mencium bau badakMereka lantas memanjat pohon dan melihat hewan itu melintas.

Otong tak tahuDia masih asyik menikmati rokokPadahal, posisi duduknya berada di jalur badak berjalanTiba-tiba, sekitar lima meter di depan Otong, binatang itu sudah berada dalam posisi merunduk menunjukkan culanyaDia berlari ke arah OtongBadak menyeruduk!

Otong reflek melemparkan tubuhnya ke belakang pohonBadak menabrak pohonSetelah itu, Otong tak ingat apa-apaYang dia ingat, beberapa anggota timnya sudah mengerubungi''Saya tidak tahuRupanya, saya sempat pingsanSaya kemudian meraba celana saya, lho kok basahSaking takutnya, saya sampai kencing,'' kata lelaki 48 tahun itu, lantas terkekeh.

Otong ingat, saat semua anggota tim mengerubungi, salah seorang anggota tim yang masih muda sempat meledek''Waduh, olot (orang tua, Red) ketabrak badak euy.'' Tawa semua anggota tim pun meledak.

Lain lagi kisah Diding, anggota pasukan penjaga badak yang berusia 30-anKarakter badak, kata dia, memang susah-susah gampangKalau dicari, badak seolah sembunyiKalau tak dicari, badak nongol sendiri

Diding pernah 20 hari dalam ekspedisi memonitor badakMemasuki hari kelima, timnya menemukan jejak-jejak badak yang masih segar''Dari jejaknya, kira-kira satu jam lalu dia lewat,'' tutur lelaki berambut cepak itu

Tim terus mengejarJejak lain pun ditemukanYang ini lebih segar''Dia baru lewat setengah jam yang lalu,'' tutur Diding mantapAnggota tim semakin bersemangatPenelusuran jejak berujung di kubangan yang masih keruhArtinya, badak berada di sekitar area itu! Bahkan, beberapa anggota tim mendengar suara tiga ekor badak

Saat itu kondisi hutan sangat rimbunPandangan tak bisa leluasaDengan berjingkat, anggota tim mendekatNahas menimpa DidingDia melewati sebuah semak yang mirip gang berbelokKetika dia membelok, seekor badak sudah berlari menyerangnya''Saya langsung meloncat ke rerimbunan tanaman cangkuang (sejenis tanaman pandan, Red),'' katanya.

Dalam benak Diding, hanya ada satu kemungkinan''Mati nggak, tulang patah mah iya,'' katanyaUntung, Diding tak mengalami cederaNamun, dia sempat pingsan beberapa menit''Setelah saya sadar, ternyata saya lihat Pak Hadi (ketua unit, Red) ikut pingsanPadahal, yang berada di depan sayaDia mah jauh di belakang,'' katanya.

Karena itu, kata Diding, sekadar memotret badak susah dilakukanSelain karena ''horor'', ujar Diding, hasil memotret di hutan tak selalu bagusApalagi, memotret dalam kondisi ketakutan''Alternatifnya, kami potret badak ketika berkubangItu pun jaraknya harus dekat,'' katanya.

Suatu ketika, ada seekor badak berkubangAnggota tim pun girangTapi, mereka tak boleh cerobohUntuk menyamarkan bau, Diding lantas melumuri tubuh dengan lumpurSemua permukaan kulit disaput lumpurMulai ujung kaki hingga wajah''Rasanya kayak pisang dilumuri terigu,'' ujarnya sedikit kesal

Benar saja, setelah melumuri tubuhnya dengan lumpur, badak tak banyak bereaksiNamun, telinga badak terlihat bergerak-gerakItu berarti si badak sedang mendengar suara asingTak lama kemudian, badak keluar dari kubangan dan pergi''Tapi, saya sudah memotret,'' katanya bangga(bersambung/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mereka yang Kehilangan Orang-Orang Terkasih di Situ Gintung (3-Habis)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler