jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menuntut pemerintah transparan soal isi perjanjian yang ditandatanganinya bersama Pemerintah Singapura di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1) lalu.
Terlebih lagi, belakangan ada perdebatan tentang untung rugi penyesuaian pelayanan ruang udara (realignment Flight Information Region atau FIR) antara Indonesia dan Singapura setelah perjanjian di Pulau Bintan.
BACA JUGA: Eks Penyidik KPK Berharap Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Segera Diratifikasi
"Dokumen kesepakatan baik terkait ekstradisi, pelayanan ruang udara, dan kerja sama pertahanan yang telah ditandangani, wajib untuk dapat diakses oleh publik," kata Sukamta melalui keterangan persnya, Selasa (1/2).
Legislator Fraksi PKS itu menuturkan kesepakatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan kedaulatan negara, perlu dibuka pemerintah.
BACA JUGA: Media Singapura Soroti Pengaruh Perjanjian FIR dengan Layanan di Bandara Changi
Namun, kata Sukamta, detail perjanjian Indonesia - Singapua di Pulau Bintan hingga kini masih belum jelas. Dirinya belum pernah melihat dokumen resmi hasil penandatanganan pimpinan kedua negara.
"Sejauh ini yang beredar ialah penjelasan poin-poin kesepakatan, bukan dalam bentuk dokumen resmi yang telah ditandangani," bebernya.
BACA JUGA: Indonesia dan Singapura Sepakati Kerangka Negoisasi FIR
Wakil ketua Fraksi PKS itu mengatakan wilayah kepuluan Natuna dan kepulauan Riau pada prinsipnya menjadi kawasan sangat strategis bagi Indonesia.
Publik tentu berharap kedaulatan Indonesia baik di darat, laut, maupun udara dalam ruang kendali pihak merah putih setelah ada perjanjian di Pulau Bintan.
Toh, kata dia, berdasarkan kesepakatan yang termaktub dalam UNCLOS III 1982 dan Konvensi Chicago 1944, kedaulatan negara di ruang udara di atas teritorinya bersifat ekslusif.
"Artinya ruang udara di atas wilayah kepulauan Natuna dan Riau adalah kedaulatan Indonesia. Jika mendasarkan klaim ini, semestinya pengelolaan FIR di wilayah tersebut dikelola oleh Indonesia," beber Sukamta.(ast/jpnn)
Redaktur : Friederich
Reporter : Aristo Setiawan