jpnn.com - JAKARTA – Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan atau BI 7-day (reverse) repo rate 25 basis poin menjadi 4,75 persen.
Pelonggaran moneter kembali dilakukan karena transmisi kebijakan dianggap belum maksimal. Hingga akhir tahun, ada peluang penurunan suku bunga.
BACA JUGA: Badan Usaha Penyalur BBM Wajib Bangun SPBU di Indonesia Timur
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menjelaskan, pemotongan suku bunga dilakukan bersamaan dengan diturunkannya bunga deposit facility 25 basis poin menjadi empat persen dan lending facility menjadi 5,5 persen.
’’Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran kebijakan moneter itu diyakini makin memperkuat upaya untuk mendorong permintaan domestik, termasuk permintaan kredit,’’ ujarnya setelah rapat dewan gubernur Bank Indonesia di gedung BI kemarin (20/10).
BACA JUGA: Realisasi Investasi Mencapai Rp 28 Triliun
Pertumbuhan kredit per Agustus 2016 tercatat 6,8 persen (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya 7,7 persen (yoy).
Pembiayaan ekonomi melalui pasar modal seperti penerbitan saham, obligasi, dan medium-term notes justru meningkat.
BACA JUGA: Rumah Sakit Pengguna Gas Bumi Dapat Service Khusus dari PGN
Dana pihak ketiga (DPK) pada Agustus 2016 tercatat 5,6 persen (yoy), turun bila dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengungkapkan, sejak BI melonggarkan kebijakan moneter pada awal tahun, suku bunga kredit turun mencapai 60 basis poin.
Suku bunga deposito telah terkoreksi 100 basis poin. ’’Sampai akhir tahun, bunga akan turun 15–20 basis poin lagi. Apalagi, BI akan menurunkan policy rate lagi,’’ katanya.
Juda menambahkan, pertumbuhan kredit mulai meningkat pada kuartal keempat. Jadi, bank sentral tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan kredit 7–9 persen pada 2016.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengakui, ruang pelonggaran moneter memang terbuka. Terutama dengan perkembangan data ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini.
’’Inflasi September terkendali, neraca perdagangan surplus, dan ada peningkatan cadangan devisa,’’ ungkapnya.
Meski demikian, dia menduga ekspektasi pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga lebih rendah daripada perkiraan. Terutama mengingat terbatasnya kontribusi konsumsi pemerintah karena penghematan anggaran.
Di sisi lain, dampak data pertumbuhan ekonomi Tiongkok terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan tidak berlangsung lama.
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti menuturkan bahwa persoalan ekonomi Tiongkok memang akan berpengaruh, terutama dari sisi perdagangan internasional.
Kebanyakan barang yang diekspor Indonesia ke Tiongkok adalah komoditas.
’’Tapi, sekarang harga komoditas sudah agak meningkat, terutama karena beberapa perusahaan kecil menyetop suplai. Bagi perusahaan-perusahaan besar (yang bergerak di bidang komoditas, Red), tentu ada sedikit kelonggaran,’’ terangnya di sela-sela seminar Peran & Fungsi LPS dalam Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan di Universitas Airlangga Surabaya kemarin.
Menurut Destry, Tiongkok saat ini melakukan konsolidasi internal. Data-data ekonomi Tiongkok memang masih jauh dari ekspektasi.
Misalnya, pertumbuhan ekonomi di level 6,7 persen yang tidak berubah dari data pertumbuhan ekonomi sebelumnya.
Produksi industri tercatat 6,1 persen, turun kalau dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar 6,3 persen.
Jika dibandingkan dengan Tiongkok, menurut Destry, Indonesia saat ini lebih banyak dipengaruhi ekonomi AS yang tengah menjadi sorotan.
Pertama, kemungkinan Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan pada akhir tahun. Kedua, dunia juga menunggu hasil pemilihan presiden AS.
’’Sudah pasti presiden yang terpilih akan mengubah kebijakan domestiknya sehingga turut memberikan dampak pada ekonomi global. Jadi, saat ini publik memang sangat berhati-hati,’’ tutur mantan kepala ekonom Bank Mandiri tersebut. (dee/rin/c14/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirut Garuda Indonesia Kembali Pimpin INACA
Redaktur : Tim Redaksi