JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah selasai menyusun draf RUU Keistimewaan JogjakartaDalam rumusan draf terbaru tersebut, Sri Sultan dan Paku Alam yang bertahta akan diberi posisi sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama
BACA JUGA: Awang Faroek Lebih Baik Ditangani KPK
Namun, usulan ini belum cukup ampuh untuk mendinginkan tensi politik"Yang saya pahami gubernur itu ya gubernur
BACA JUGA: 90 Persen Kepala Daerah Korupsi
Tidak ada istilah gubernur utama, madya, pratama, atau gubernur pajangan," kata Ketua Fraksi PDIP DPR RI Tjahjo Kumolo di Jakarta, kemarin (7/12)"Semakin cepat diajukan ke DPR semakin baik
BACA JUGA: NU Ingatkan Pemerintah soal Komersialisasi TKI
Sehingga fraksi ?fraksi bisa menyusun DIM (Daftar Inventaris Masalah, Red)," ujarnyaMenurut dia, RUU Keistimewaan Jogjakarta harus dilihat dari berbagai aspekMulai pertimbangan historis sampai aspirasi masyarakat Jogjakarta sendiri"Gelagat arah politik akan dicermati dengan hati ?hati oleh kami," kata Tjahjo.Dia juga memandang polemik menyangkut mekanisme pemilihan atau penetapan hanya masalah komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah JogjakartaApabila sebelumnya ada dialog dua arah antara Presiden SBY dan Sri Sultan Hamengkubuwono X, Tjahjo meyakini tidak akan muncul ekspresi emosional yang memanaskan suasana di Jogjakarta"Makanya, saya kira persoalan ini juga jauh dari prediksi adanya pengaruh asing yang bermain di Jogjakarta," tandasnya.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menerangkan bahwa dalam draf RUU Keistimewaan Jogjakarta, Sri Sultan dan Paku Alam akan diberi posisi sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur UtamaGamawan lalu menerangkan mengenai kewenangan seorang Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama itu.
Menurut dia, dua tokoh tersebut memiliki kewengan hak protokoler, kedudukan keuangan, memelihara nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Yogyakarta, serta menentukan peraturan daerah istimewa"Jadi kalau sultan tidak setuju terhadap perda, maka dikembalikan perda itu ke DPRD," kata Mendagri, Senin (6/12) lalu.
Untuk menjalankan pemerintahan nantinya akan dipilih Gubenur secara demokratisIni seperti yang dilaksanakan di beberapa daerah lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undangGamawan menerangkan, dalam pilkada tersebut, Sultan dan Paku Alam juga bisa mencalonkan diri menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dalam satu paketDalam konteks ini berlaku ketetentuan khusus bagi pencalonan Sultan.
"Sultan dapat maju secara otomatis tanpa perlu diajukan oleh partai dan tidak perlu syarat 15 persen suara," ucap mantan Bupati Solok Sumatera Barat itu.
Saat Sultan dan Paku Alam maju dalam pemilihan kepala daerah, kerabat keraton lainnya tidak dibolehkan ikut mencalonkanTak hanya itu, calon perseorangan lainnya juga tidak dibolehkan ikut pilkadaJadi yang akan bersaing dengan Sultan dan Paku Alam adalah calon-calon lainnya yang diajukan parpol"Jika Sultan tidak terpilih menjadi Gubernur, maka dia akan kembali menjadi Gubernur Utama," ucapnya.
Gamawan juga mengatakan bahwa Sultan tidaklah kebal hukumDia menegaskan bahwa semua warga negara Indonesia tidak ada yang kebal hukum dan memiliki kedudukan yang sama di depan hukumBahkan, lanjut Gamawan, jika nantinya Sultan terpilih menjadi Gubernur dan melakukan kesalahan maka Sultan akan disidang secara hukum yang berlaku.
Meskipun hak kekuasaan eksekutif di Jogjakarta akan menjadi kewenangan gubernur yang dipilih secara demokratis, pemerintah masih memberikan kewenangan yang lumayan penting kepada raja kesultanan Jogjakarta dan Paku AlamSultan akan diberi hak veto yang bisa membatalkan kebijakan gubernur yang bertentangan dengan prinsip keistimewaan provinsi itu"Sultan memiliki hak veto terhadap kebijakan pemerintahan sehari-hari," kata Staf Khusus Presiden bidang Otonomi dan Pembangunan Daerah Velix VWanggai dari Bali, kemarin.
Velix mengatakan, sultan dan paku alam akan menjadi dwi-tunggal yang memiliki kewenangan strategisAntara lain, memberikan kebijakan umum pembangunan dan pengelolaan pemerintahanSultan dan paku alam juga memiliki wewenang memelihara kebudayaanKewenangan lain adalah menentukan kebijakan pertanahan dan tataruang.
"Karena di Jogja tidak hanya penataan ruang yang bersifat fisik, tapi juga yang berbasis budayaSehingga pemanfaatan dan penataan ruang harus mempertimbangkan aspek-aspek budaya di Jogjakarta," katanya
Velix menambahkan, penyusunan RUU Keistimewaan Jogjakarta sangat penting sebagai pelajaran pengelolaan otonomi dandsentralisasi yang bersifat asimetris"Sehingga, ada pengaturan kelembagaan yang baru yang cocok dengan keistimewaan," kata dia.(pri/kuh/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemberantasan Korupsi Tak Bisa Dengan Seremoni
Redaktur : Tim Redaksi