Sultan Najamuddin Mendukung Pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana

Jumat, 02 April 2021 – 18:51 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin (kanan). Foto: Humas DPD RI.

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mendukung Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana Dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera disahkan menjadi UU.

Senator Dapil Bengkulu itu berpendapat upaya terhadap tindakan pidana harus dikuatkan melalui pembentukan regulasi yang tepat. Menurut dia, pola kejahatan makin berubah sehingga UU juga harus menyesuaikan dengan dinamika yang ada.

BACA JUGA: Disiapkan RUU Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan

“Saya sangat yakin kedua RUU tersebut tidak hanya dapat memberikan efek jera kepada koruptor dan pelaku tindak pidana lainnya, tapi juga berorientasi kepada pencegahan transaksi keuangan yang berpotensi melanggar hukum,” kata Sultan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/4).

Menuruntya, korupsi merupakan suatu kejahatan yang telah mengakar dalam kehidupan berbangsa di Indonesia, mulai dari oknum pemerintah, oknum wakil rakyat, hingga oknum penegak hukum.

BACA JUGA: Bamsoet: KPK Harus Kejar Aset Tindak Pidana Korupsi di Luar Negeri

Dia menegaskan korupsi adalah kejahatan yang harus diberantas dengan cara yang luar biasa. Sebab, korupsi telah menyengsarakan rakyat, menghambat segala pembangunan baik fisik dan non-fisik.

Pada dasarnya, kata Sultan, faktor pemicu seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya ialah keserakahan. Menurutnya, yang dikejar oleh pelaku korupsi dan tindak pidana lainnya yang bermotif ekonomi adalah kekayaan.

BACA JUGA: Jokowi Pengin Penegakan Tindak Pidana Korupsi Utamakan Aspek Pencegahan

“Sesungguhnya para pelaku tersebut takut akan kemiskinan,” kata Sultan.

Oleh karena itu, Sultan berujar, wajib mendukung RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Sebab, lanjut dia, negara sudah semestinya memiliki kewenangan (khusus) formil dalam mengeksekusi pengembalian kerugian yang berasal dari tindak pidana korupsi, narkoba, perpajakan, kepabeanan dan cukai, serta kejahatan dengan motif ekonomi lainnya.

Dia menilai benar pernyataan kepala PPATK Dian Ediana Rae bahwa tanpa adanya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Indonesia memiliki kekosongan UU yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyamarkan hasil tindak pidana.

"Semua tanduk yang melawan hukum berkaitan dengan korupsi atau tindak pidana lainnya mendapatkan hukuman bukan hanya dipenjara, tetapi juga harus dimiskinkan,” kata dia.

Menurut dia, upaya itu perlu dilakukan supaya setelah pelaku melewati masa hukuman, tidak bisa melakukan lagi kegiatan kejahatan bahkan tak dapat menikmati kembali harta yang dimilikinya dari hasil perbuatan melawan hukum.

“Hal ini dapat menghindari orang untuk berbuat kejahatan,” tegasnya.

Kedua RUU itu merupakan janji Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam Nawacita 2014-2019 dan masuk dalam RPJMN 2020-2024. Kedua RUU itu pun telah selesai di tingkat pemerintah.

“Bahwa dalam pertemuan beberapa waktu lalu Presiden, Menko polhukam, Bapak Mensesneg, dan Bapak Menkumham sudah menyetujui RUU tersebut," tutur Dian Ediana Rae dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan PPATK, Rabu (24/3). (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler