Disiapkan RUU Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan

Sabtu, 27 November 2010 – 18:08 WIB

JAKARTA — Saat ini, pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-Undang yang mengatur tentang illicit enrichment (kekayaan tidak wajar yang diperoleh penyelenggara negara dengan cara tidak sah atau tidak jelas asal-usulnya)Aturan itu akan memungkinkan adanya penyitaan terhadap harta kekayaan penyelenggara negara tanpa pemidanaan (hukum perdata).

“Selama ini kita memang belum punya Undang-Undang illicit enrichment,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, Sabtu (27/11) usai menjadi pembicara dalam Seminar Hukum tentang Perolehan Harta Kekayaan Pejabat Publik yang Tidak Wajar, di Jakarta Media Center.

Menurut Yunus, dalam hal ini, Indonesia tergolong terlambat dibanding negara lain

BACA JUGA: Kasus Century, KPK Tidak Ingin Ada Dusta

Lebih dari 40 negara di dunia sudah memiliki undang-undang yang memungkinkan penyitaan tanpa pemidanaan tersebut, misalnya Australia.

UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, juga belum mengatur tentang itu
“Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN belum mengatur sampai ke situ, baru sebatas pemeriksaan dan pelaporan

BACA JUGA: Cegah HIV, KPA Genjot Penggunaan Kondom

Paling kalau tidak lapor akan ada sanksi administratif oleh atasan,” ujarnya.

Karena itu, kata Yunus, UU 28 Tahun 1999 perlu diamandemen atau dibuat undang-undang baru yang mengatur perampasan aset tanpa pemidanaan
“Itu salah satu target kita,” katanya

BACA JUGA: HIV di LP Kian Mengkhawatirkan



Dalam RUU Pemberantasan Tipikor, pada pasal 6 menurutnya sudah disebutkan bahwa pejabat publik yang memperkaya diri berupa peningkatan jumlah kekayaannya secara signifikan dan tidak dapat membuktikan peningkatan tersebut diperoleh secara sah, dipidana dengan perampasan aset tersebut.

Karenanya perampasan aset tanpa pemidanaan dalam konsepsi illicit enrichment dinilai sejalan dengan pengusungan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.

Wakil Ketua KPK, M Jasin menyatakan dukungannya dengan upaya penyusunan RUU yang mengatur penyitaan aset tanpa pemidanaan itu“Itu sangat baik untuk pencegahan korupsi dan berdampak bagus terhadap tingkat compliance (kepatuhan),” katanya
Apalagi, Indonesia sudah meratifikasi isi konvensi UNCAC (United Nations Convention against Corruption) melalui UU Nomor 7 tahun 2006Dalam konvensi itu, kata Jasin, ada pasal yang menuntut bahwa Indonesia harus mengadopsi suatu sistem untuk menangani illicit enrichment.

Selama ini, menurutnya Indonesia belum dapat menyita harta kekayaan penyelenggara negara yang tidak jelas asal-usulnya tanpa pemidanaanSoalnya, ada beberapa kendala yang ditemukanDalam Undang-Undang KPK dan UU/28/99, sambung Jasin, cakupan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) masih terbatas, khususnya terkait siapa saja yang wajib lapor.

Kewajiban LHKPN belum mencakup penyelenggara negara yang strategis misalnya pemeriksa pajak atau penelaah keberatan pajakKarena itu, pihaknya mendorong Menteri Keuangan agar pejabat-pejabat strategis semacam itu juga diwajibkan melaporkan harta.

Selain itu, sanksi yang termaktub dalam UU/28/1999 juga masih bersifat administratifDia berharap sanksi bagi pejabat yang tidak melaporkan harta dapat ditingkatkanSanksi admnistratif hanya bida diterapkan untuk pegawai yang punya atasan.

“Kalau tidak punya atasan, tidak bisa dijatuhkan sanksi, misalnya DPRIni misalnya lho ya! Kita apresiasi karena sekarang tingkat kepatuhan di DPR sudah meningkat,” katanya.

Karena itu, Jasin berpendapat, UU/28/1999 harus diamandemenSelain itu, aturan pelaksana UU/28/2009 (PP 65 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dulu dicabut karena KPKN dibubarkan harus dimunculkan kembali(rnl/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Otoda, 1.243 Dewan Terlibat Korupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler