Sumut Disarankan Cari Pinjaman Sendiri

Sabtu, 26 Oktober 2013 – 08:26 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Urusan pemberian saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ke pemda, yang dipatok maksimal 30 persen, merupakan salah satu titik rawan. Jika tidak hati-hati dan gegabah menggandeng pihak swasta, ke depan nantinya bukan masyarakat Sumut yang ikut menikmati keberadaan Inalum, melainkan pihak swasta itu.

Bukan hanya kalangan DPR yang mengingatkan hal itu. Untuk kesekian kalinya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, mewanti-wanti Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba, untuk tidak menggandeng swasta.

BACA JUGA: Bisnis Mahasiswa Terganjal HAKI

Bahkan, Marwan tidak tertarik untuk bicara jatah 30 persen saham dimaksud. Mau berapa persen angkanya, kata dia, kalau diambil sendiri oleh pemda, maka hasilnya pasti akan bisa dinikmati rakyat Sumut. Misal mendapat jatah besar tapi pemda menggandeng swasta dengan porsi yang lebih besar, maka percuma saja.

Dia menyoroti langkah Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota, yang awal-awalnya terlihat ngotot minta jatah saham 58,87 persen, tapi tidak siap dana. "Minta tapi tak ada uang. Bisanya langsung menggandeng swasta. Kalau seperti itu, itu nasibnya mirip NTB nantinya (PT Newmont Nusa Tenggara, red), swasta yang mendapat lebih banyak karena punya dana besar dibanding pemdanya," terang Marwan kepada JPNN di Jakarta, kemarin (25/10).

BACA JUGA: APBN 2014 di Jalur Optimistis

Padahal, lanjut mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu, Pemprov Sumut dan 10 pemkab/pemko, bisa langsung bekerjasama dengan pemerintah pusat.

"Korsorsium BUMD bisa langsung ke pusat, minta tolong carikan pinjaman," lanjut dia.

BACA JUGA: Tren Rupiah Menguat

Saat rapat dengan Komisi VI DPR 17 Oktober 2013, sejumlah anggota dewan juga sudah menyorot mengenai rencana pemda menggandeng swasta. Setelah mendengar paparan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, saat itu anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Daniel Tobing langsung menyatakan ketidaksetujuannya pemda menggandeng PT Toba Sejahtera.

"Dari materi yang ada, Pemprov Sumut dan sepuluh pemerintah kabupaten/kota di Sumut lainnya, kurang lebih menyiapkan dana Rp 400 miliar," kata Tobing saat itu.

"Kalau dari skema yang ada, dengan rencana pelibatan pihak swasta yang begitu besar, maka Inalum bukan dikelola BUMD maupun BUMN, tapi swasta nasional. Hanya 11 persen buat daerah. Kalau setuju begitu, kenapa nggak minta saja langsung (minta 11 persen sesuai kemampuan dana, red) dan Inalum tetap di bawah pemerintah pusat?" sergah Tobing.

Sebelumnya, Bupati Samosir Mangindar Simbolon selaku jubir 10 bupati/walikota, menjelaskan konsep anyar.  Angka 30 persen itu, lanjutnya, akan dipecah menjadi dua, yakni 20 persen dan 10 persen. Nah, yang 20 persen itu, pemda minta agar pemerintah pusat mau memberikan cuma-cuma alias gratisan, atau biasa disebut golden share.

"Yang 20 persen itu semacam golden share untuk pemda. Yang 10 persen saham kita beli," ujar bupati yang pernah dikirim kuliah singkat ke Harvard University itu.

Hitungan JPNN, jika diperolehkan hanya 10 persen yang dibeli, maka pemda harus siap dana sekitar Rp960 miliar. Jika dana itu ditanggung pemprov sumut dan 10 kabupaten/kota dengan beban sama, maka masing-masing harus siap sekitar Rp87,3 miliar.

Namun, Mangindar belum memutuskan apakah nantinya menggandeng swasta atau tidak untuk membeli 10 persen saham itu, jika tawaran 20 persen saham golden share itu diterima pusat.

Diakui, pembicaraan dengan dua pihak swasta, yakni PT Toba Sejahtera milik Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan dan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), terpaksa harus dilakukan ulang karena munculnya angka 30 persen yang disepakati di Senayan, Selasa malam (22/10) itu.

"Karena konsep awal kita saat bicara dengan dua pihak swasta itu 58,87 persen, bukan 30 persen. Jadi masih perlu dibicarakan lagi," ujar Mangindar.

Bahkan, terang-terangan Mangindar mengatakan, jika pun pihak swasta dilibatkan, maka porsinya akan cukup minim. Yang dominan tetap pemda. Hal ini, lanjutnya, berdasarkan sinyal dari pihak pemerintah dan DPR, yang menurut Mangindar, tidak suka ada keterlibatan swasta dalam pengelolaan Inalum ke depan.

"Pusat tampaknya tidak begitu happy jika ada pihak ketiga. Maunya pusat dan daerah, swasta jangan dominan," terang Mangindar. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemutusan Kontrak NAA soal Inalum Tertunda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler