Surat Terbuka Anak Ongen untuk Presiden Obama

Senin, 15 Februari 2016 – 18:27 WIB
Ilustrasi. Foto: M. Kusdharmadi/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Nasib Yulian Paonangan alias Ongen, tahanan Bareskrim Polri yang diduga melanggar UU Pornografi dan ITE, masih menjadi perdebatan.

Ongen dijerat urusan dengan polisi usai mengunggah foto bergambar Presiden Joko Widodo dan artis Nikita Mirzani di akun Twitter pribadinya @ypaonganan.

BACA JUGA: Tercatat, Masih Ada 5000 Desa Tertinggal di Indonesia

Keluarga Ongen menganggap kasus ini dipaksakan, karena berkas perkara Ongen sudah dikirim ke kejaksaan tapi tidak diterima atau dikembalikan lagi oleh jaksa supaya penyidik kepolisian melengkapi alat bukti yang belum cukup (P19). 

Alasannya, penyidik Polri diminta untuk mencantumkan keterangan Presiden Jokowi yang fotonya ada dalam berkas.
 
Keluarga dan anak Ongen yakni Wino, Thya dan Chika merasa kehilangan sang ayah. Sebab sudah hampir 62 hari Ongen ditahan. Bahkan, saat ini masa penahanan Ongen diperpanjang lagi oleh Polri atas izin yang diberikan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Tuding Paket Ekonom Jokowi sebabkan PHK

“Kami menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap ayah saya (Ongen) memiliki tujuan politik tersendiri yang tidak sama dengan tujuan penegakan hukum yang berdasar aturan hukum yang ada," kata anak Ongen, Wino di Jakarta, Senin (15/2).

Menumpahkan keluh kesahnya, anak-anak Ongen menulis surat terbuka yang ditujukan untuk pemimpin ASEAN dan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama, yang saat ini sedang berkumpul‎ dalam pertemuan tingkat tinggi di AS. Berikut petikan suratnya. (boy/jpnn)

BACA JUGA: KPK Diminta Usut Dugaan Keterlibatan Romahurmuziy

Surat terbuka keluarga dan anak Ongen:
 
Melalui surat terbuka itu, saya sebagai warga negara Indonesia menyampaikan kepada para pemimpin ASEAN dan Amerika Serikat tentang kondisi demokrasi Indonesia setelah Pemilihan Presiden 2014 mengalami kemerosotan. Sebab, pengunaan kekuasaan sebagai kekuatan yang mengubah hukum jadi ancaman demokrasi.
 
Kepolisian Indonesia salah satu penegak hukum yang paling sulit menyesuaikan diri dengan proses demokrasi di Indonesia, bongkar pasang dan mencari jenderal polisi yang profesional dan bersih sejak tahun 1998 adalah problem yang belum terpecahkan. Kepolisian selalu menjadi sorotan dan sumber masalah terutama soal pemberantasan korupsi.
 
Setelah Pemilu 2014 muncul beruntun kriminalisasi dan politisasi antar penegak hukum seperti kasus penangkapan penahanan pimpinan KPK hingga yang menimpa ayah saya Dr Yulian Paonganan.
 
Padahal, Ongen merupakan warga negara biasa yang bersikap kritis terhadap Presiden Joko Widodo  yang berujung pada penangkapan dan penahanan serta penggunaan pasal hukum yang salah bahkan dipaksakan.
 
Kami menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap ayah saya (Ongen) memiliki tujuan politik tersendiri yang tidak sama dengan tujuan penegakan hukum yang berdasar aturan hukum yang ada.
 
Pemerintahan kami saat ini dibawah kepemimpinan Joko Widodo alergi terhadap kritik dan kembali mendekati masa suram Indonesia di masa lalu, dimana hukum menjadi instrumen politik yang melanggar HAM universal.
 
Presiden Obama dan para pemimpin Asean mungkin sudah mengetahui kondisi hukum dan ancaman demokasi dan HAM di Indonesia. Kasus yang menimpa ayah saya sebetulnya masalah dalam negeri kami sendiri.
 
Tetapi Presiden kami tidak mau mendengar kritik masyarakatnya malah diam di saat ada warga negaranya yang dirampas kemerdekaannya. Kami sudah 62 hari kehilangan ayah yang sangat kami cintai karena ditangkap, ditahan secara sewenang-wenang.
 
Karena itu, kepada Anda semua yang hadir dalam pertemuan memiliki kewajiban yang sama seperti kami rakyat Indonesia untuk mengingatkan Presiden kami yang hadir di pertemuan itu agar memegang teguh apa yang sudah tertera pada pasal 9 deklarasi umum HAM.
 
Kami tidak semata memperjuangkan pembebasan ayah kami, tetapi kami ingin semua agenda yang dibicarakan di sana bisa terwujud nantinya di Indonesia sehingga tidak sia-sia.
 
Semua agenda kerja sama Asean dan Amerika serikat bisa terjalin seperti selama ini apabila demokrasi dan hal fundamental HAM sudah tidak lagi menjadi masalah serta aparat hukum bekerja dengan tujuan hukum dan keadilan. Kerjasama politik dan ekonomi itu syaratnya adalah kepastian hukum.
 
Semoga sepulangnya dari pertemuan itu, Presiden kami berubah pikiran dan mencoba menjadi pemimpin yang menghormati persoalan fundamental dalam demokrasi, hukum dan HAM. Cukup sudah ayah kami menjadi korban kriminalisasi terakhir.
 
Kami ingin menyambut kepulangan ayah kami dihalaman depan tempat biasa kami berkumpul bersama. Tak ada dendam sedikitpun dari kami kepada pemerintah yang sudah mengambil hak kemerdekaan sebagai manusia. Kami memaafkan, tapi kami tidak akan melupakan.

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dalami Uang Rp 500 Juta di Koper Pegawai MA


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler