Surat Terbuka Pengawas Tes PPPK Guru 2021 untuk Mas Nadiem, Berurai Air Mata

Rabu, 15 September 2021 – 07:03 WIB
Massa honorer K2 menangis saat aksi unjuk rasa menuntut diangkat menjadi CPNS. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pelaksanaan tes PPPK 2021 formasi guru pada hari kedua masih diwarnai tangis pilu dari honorer.

Sebagian besar guru honorer terutama usia di atas 35 tahun tidak mencapai passing grade PPPK guru 2021.

BACA JUGA: Petisi Tambahkan Afirmasi PPPK Guru 2021 Ini untuk Pak Jokowi & Mas Nadiem

Tumbangnya para guru honorer ini yang sejatinya sudah menyiapkan diri sejak fasilitas belajar mandiri calon guru PPPK diluncurkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Maret 2021, membuat prihatin berbagai kalangan. 

Bahkan seorang pengawa tes PPPK guru 2021 tak kuasa menahan tangisnya melihat kondisi guru honorer.

BACA JUGA: Wow, Petisi Afirmasi PPPK Guru Berdasarkan Masa Kerja dan NUPTK Sudah 25.000 Tanda Tangan

Pengawas ruang ujian PPPK itu pun menuliskan surat terbuka kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim yang kemudian tersebar luas di grup belajar PPPK Persatuan Guru Honorer Republik Indonesia (PGHRI) dan forum lainnya.

Bahkan surat terbuka tersebut disampaikan langsung di laman media sosial Kemendikbudristek.

BACA JUGA: Berserdik, Peserta Tes PPPK Guru 2021 Tetap Ada yang Cemas, Takut

Berikut isi surat terbuka untuk Nadiem Makarim tersebut:

Yang terhormat

Mas Menteri Nadiem Makarim 

Tak adakah rasa ngilu di dalam dada Mas Menteri melihat sepatu tua yang lusuh ini?

Memang benar sepatu tua ini terlihat bermerek, tetapi tahukah ini hanya sepatu loak apkiran.

Tahukah Mas Menteri,

Sepatu ini telah dipakai bertahun-tahun lamanya oleh si empunya.

Seorang bapak dengan pakaian putih lusuh dan celana hitam yang warnanya sudah tak hitam lagi karena pudar. 

Mendekati usia senja masih setia mengajari anak-anak di pelosok negeri ini membaca dan mengeja.

Di saat putus pengharapan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. Beliau tetap semangat. Tak sekadar mengajar tetapi mendidik.

Gaji di bawah lima ratus ribu sungguh tak cukup untuk makan sebulan. Apalagi untuk membeli sepatu.

Terpaksa di saat pulang mengajar beliau mencari pendapatan tambahan sebagai pekerja serabutan.

Tahun ini Mas Menteri memberikan secercah harapan untuk beliau. Program PPPK untuk memberikan harapan kehidupan yang lebih layak.

Tetapi tahukah Mas Menteri? Soal-soal yang Mas Menteri berikan hanya teori belaka saja. Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya.

Soal-soal yang membuat beliau terseok-seok ketika memegang mouse dan membuat kepalanya pening.

Akhirnya, PASSING GRADE pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati. Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. Beliau terdiam seribu bahasa.

Entahlah, apa yang dipikirkan. Melihatnya saya pun ikut terisak.

Memang benar beliau tak secerdas, sejenius, sekreatif Mas Menteri. Tetapi beliaulah yang menjadi pelita di tengah gulita buta aksara di pelosok negeri.

Memang benar beliau tak pandai teknologi, tetapi tanpa teknologi beliau mampu membuat anak-anak negeri ini merangkai kata dari A hingga Z. Berhitung hal-hal dasar untuk memahami hidup

Memang benar para muridnya sebagian besar menjadi TKI dan TKW. Tapi tahukah Mas Menteri, bukankah mereka juga merupakan pahlawan penghasil devisa negara tercinta ini?

Beliau mempunyai andil yang besar dalam membangun negeri tercinta ini.

Sudi kiranya Mas Menteri memberikan keringanan untuk melihat beliau bisa menikmati masa tua dengan sepatu dan kehidupan yang layak.

Tak usah diperumit.

Jika tidak ada kebijakan untuk mengangkat derajat mereka, setidaknya di surga besok sepatu ini akan menjadi saksi bahwa ilmu yang beliau ajarkan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan umat.

Dari saya,

Novi Khassifa

Pengawas ruang PPPK

Ditulis dengan berurai air mata. (esy/jpnn)

 

 

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Soetomo
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler