Surprise dari Banda Aceh

(Protes Lunak atas Keistimewaan)

Senin, 03 Januari 2011 – 01:41 WIB

Saya terperanjatSeorang kawan dari Banda Aceh ber-SMS pada Jumat malam, 31Desember 2010, persis setelah jarum jam menunjukkan pukul 00.00 WIB, yang menandai datangnya tahun baru 2011

BACA JUGA: Maaf, Ini Cinta Pelarian!

“Inilah perayaan tahun baru termeriah sepanjang 20 tahun terakhir ini,” tulis Barlian AW, seorang wartawan senior yang sudah pensiun dari koran tempat ia bekerja.

Saya semakin kaget ketika seorang teman lain, seorang aktivis kebudayaan menulis SMS lebih seru
“Banyak orang turun ke jalan

BACA JUGA: Awas, Ancaman Victory Disease!

Berpasangan (antara muda-mudi)
Bencong pakai tank top

BACA JUGA: Paradoks Sepakbola & Politik

Cewek-cewek buka jilbab dan bercelana pendek,” tulis Azhari, pria bertubuh imut yang saya tahu sangat rancak menulis cerita pendek dan esai itu.

Besoknya, 1 Januari 2011, saya cek melalui internetTernyata ada koran lokal yang menyiarkannyaTak ayal, seperti halnya di banyak kota lain di Indonesia dan dunia, pergantian tahun di Kota Banda Aceh pun disambut meriah oleh ribuan warga kotaAda pesta kembang api dan dentuman mercun hampir di semua sudut kota.

Saya sebut unik karena beberapa hari sebelumnya sudah keluar larangan berhura-hura menyambut pergantian tahun 2011 ini oleh Pemerintah Kota Banda AcehDi internet saya baca bahwa menurut Kepala Dinas Syariat Islam Banda Aceh, Said Yulizal, larangan dikeluarkan dalam bentuk seruan, demi kebaikan bersama“Ini harus dipatuhi oleh masyarakat,” katanya di Banda Aceh, Jumat (31/12) lalu.

Pemko kemudian menempelkan seruan yang juga melarang warga menggelar permainan tak bermanfaat dan menjurus kemaksiatan khususnya menyambut tahun baru, di lokasi-lokasi publik di Banda Aceh agar dibaca.

Seruan ditandatangani para Muspida kota juga meminta warga tak melakukan hal bertentangan dengan qanun (Peraturan Daerah) mengatur Syariat Islam di Aceh, seperti berjudi, mesum, mabuk-mabukan dan hal-hal bertentangan dalam Islam.

Saya pun meminta rekan Barlian AW menulis sedikit reportasenyaEh, semakin unikTernyata pada mulanya tidak ada tanda-tanda akan adanya suasana meriah ituSejak sore sampai pukul 23.00 malam, suasana kota terkesan ademMeskipun lalu lalang kendaraan cukup padat dan kemecetan telah terjadi sejak pukul 19.30 Wib di hampir semua ruas jalan, tetapi tak ada bunyi terompet dan suara mercon.

Di berbagai sudut kota petugas satuan polisi pamong praja menggunakan mobil mengontrol agar tidak ada penjual mercon dan kembang apiDi jalan menuju objek wisata pantai Uleelheue, polisi pamong praja memblokir jalan agar warga tidak masuk ke kawasan yang di malam-malam sebelumnya dipadati warga.

Nah, menjelang jam nol-nol, warga yang sudah berada di jalan-jalan dengan segala persiapannya mulai beraksiPengendara kendaraan di semua ruas jalan serta merta berhenti dan mulai melepaskan kembang api serentak di semua sudut kotaBanda Aceh pun bermandi cahaya warna warni.

Yang paling meriah terlihat di Simpang LimaSemua orang menghentikan kendaraan roda dua dan roda empat kemudian larut dalam suasana kegembiraanSebuah kafe (warung kopi) yang berada sekitar daerah tersebut ikut memutar musik seolah melengkapi kegembiraan warga kota.

Selama satu jam lebih kendaraan berhenti dan “macet” dari semua arah di Simpang LimaPolisi lalu lintas terlihat hanya berdiri menyaksikan pesta kembang api yang menurut banyak kalangan paling meriah sepanjang dua puluh tahun terakhir ini.

“Sepanjang yang saya ingat, tahun ini paling meriah penyambutan tahun baru,” kata Dahlan (52) penduduk Beurawe, Banda Aceh, seperti ditulis olegh Barlian AWMenurut lelaki yang sehari-hari sebagai PNS ini, larangan sebetulnya tidak perlu dibuat, karena warga kita haus hiburan dan tidak akan melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan“Mereka (penduduk Banda Aceh) juga bagian dari penduduk dunia yang ingin merayakan pergantian tahun,” katanya.

Walikota Banda Aceh Ir Mawardy Nurdin MEng tampaknya bersimpatiDia menilai perayaan pergantian tahun ini masih dalam batas-batas wajar“Itu kehendak anak-anak muda yang mengekspresikan perasaan dan kegembiraannya,” kata Mawardy, Sabbu (1/1) yang berada di Bandara Sultan Iskandarmuda, menyambut tamu dalam rangka dimulainya Visit Banda Aceh Year 2011, yang dimulai kemarin.

Seperti tahun-tahun sebelumnya MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Banda Aceh mengimbau warga untuk tidak berhura-hura dalam menyambut tahun baruPemerintah Kota Banda Aceh menurunkan aparatnya mengawasi dan memastikan tidak adanya pedagang mercon dan kembang api.

Prokontra

Toh ada yang mengiritik karena suasana malam tahun baru tak ada sedikitpun bernuansa IslamiBanyak muda-mudi jalan berpasangan seakan tidak mengindahkan peraturan yang adaAda yang menyoal, mengapa polisi syariah tidak bertindak malam ituPadahal, syariat Islam itu sudah berjalan beberapa tahun, dan sebutan Serambi Mekkahpun sudah begitu lama di sandang, akan tetapi masyarakatnya tidak jauh beda dengan kota-kota besar di Indonesia.

Suara lain pun ada“Orang-orang ingin bebas,” kata Azhari, seorang penggiat kebudayaan di Banda AcehDia tidak menentang “syariat Islam.” “Tetapi tak bisa dipaksakan dari atas,” katanyaMaksudnya melalui regulasi pemerintahTetapi tumbuh dari bawahTerbukti orang Aceh sudah lama melaksanakan berbagai ibadah agama.

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa Aceh Naggroe Darusalam berstatus sebagai “Daerah Istimewa” khususnya di bidang syariat agama dan adat istiadatAnugerah pemerintah pusat itu terbit seusai Darul Islam Tentara Islam Indonesia turun gunung puluhan tahun silam.

Bahkan semakin diperkuat dengan adanya otonomi khusus sejalan dengan perdamaian antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)Semenjak itulah berbagai qanun diterbitkanDi antaranya, kaum perempuan harus berjilbab dan tak boleh pasangan muda-mudi berdua-duaanNamun pada malam tahun baru lalu, qanun itu diterabas sebagian orang.

Ada yang menilai “keistimewaan” itu menjadi beban bagi kaum muda di masa depanBarangkali, peradaban yang konsisten adalah ketika dia datang dari individual yang lalu memasyarakat, tanpa “diharus-haruskan” oleh sebuah regulasi.

Azhari memprediksi setelah perayaan malam itu, daerah itu kembali kepada tradisinyaBagi dia, itu satu pertanda ada aspirasi lain di daerah itu yang selama ini “terkekang” dan selalu bergerak menuju kualanya, yang tak mungkin dibakukan dan dibekukan**

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menyengkeram dan Dicengkeram


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler