jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Senior Media Survei Nasional (Median) Ade Irfan Abdurrahman mengungkapkan faktor-faktor perpecahan politik yang dirasakan masyarakat.
Berdasar survei yang dilakukan Median, hoaks atau berita bohong menjadi pemicu utama perpecahan politik yang terjadi setelah Pilpres 2019.
BACA JUGA: Itong: Bayar Buzzer Saja Mampu, Kok Mengangkat honorer K2 jadi PNS Tak Ada DuitÂ
Pada survei tersebut, 43 persen masyarakat menyadari adanya pembelahan atau perpecahan politik setelah kontestasi yang mempertemukan pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Di sisi lain, 23,3 persen responden menilai tidak ada pembelahan politik, sementara 33,7 persen lainnya tidak tahu atau tidak menjawab.
BACA JUGA: Penyebaran Berita Hoaks Meningkat, Pemerintah Menggencarkan Literasi DigitalÂ
"Dari situ bisa dilihat apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk mengakhiri pembelahan," kata Ade kepada wartawan, Senin (1/8).
Adapun metodologi yang digunakan Median ialah nonprobability sampling melalui Google form yang disebarkan di media sosial Facebook.
BACA JUGA: Begini Pendapat Netizen Soal Perpecahan Politik Seusai Pilpres 2019
Kuesioner disebarkan kepada pengguna aktif Facebook berusia 17 hingga lebih dari 60 tahun pada periode 21 sampai 27 Juli 2022.
Hasilnya, terkumpul 1.500 responden yang tersebar di 34 provinsi.
46,3 persen dari masyarakat yang menyadari adanya perpecahan politik menilai hoaks atau berita bohong sebagai faktor utama terjadinya pembelahan pascapilpres 2019.
Kemudian, 40,3 persen lainnya menilai adanya ketidak adilan dalam penegakan hukum.
Faktor perpecahan lainnya ialah buzzer yang dianggap memperkeruh suasana. Hal tersebut disampaikan oleh 33,2 persen responden. (mcr9/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hoaks Kasus Perampokan di Pamekasan, AKBP Rogib Triyanto: Ini Tidak Bisa Dibiarkan
Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Dea Hardianingsih