Dijelaskan Hendrik, survei yang dilakukan secara mandiri ini hanya bertujuan untuk memperoleh gambaran awal hasil pilpres pada 8 Juli 2009
BACA JUGA: Kata Aktifis 98, SBY Bapak Demokrasi
Survei dilakukan di 15 provinsi di Jawa dan Sulawesi, ditambah Riau dan Jambi, mencakup 51 daerah pemilihan dan 135 kabupaten/kota, dengan jumlah responden sebanyak 18.439 orang yang mempunyai hak pilih"Survei ini juga untuk menjajaki elektabilitas pasangan capres-cawapres yang pada awal masa kampanye tampak agak jauh selisihnya
BACA JUGA: Polri: 180 Ribu Personil Amankan Pilpres
Selama ini, elektabilitas SBY-Boediono sering ditempatkan pada peringkat pertama, dengan jarak yang teramat lebar dengan pasangan lainnya," kata Hendrik Lokra.Berdasarkan rekapitulasi hasil survei di Pulau Jawa (mencakup 6 provinsi, 39 dapil dan 99 kabupaten/kota), terlihat bahwa pasangan SBY-Boediono masih unggul dengan angka 49,80 persen, yang berarti juga mengalami penurunan dibanding survei-suvei sebelumnya yang masih berada pada angka di atas 55 persen
"(Dalam) survei-survei sebelumnya, pasangan JK-Wiranto belum menyentuh angka tersebut," ujar Hendrik pula.
Sedangkan hasil survei di Sulawesi, menunjukkan bahwa JK-wiranto memperoleh 71,6 persen, sementara SBY-Boediono 21,73 persen dan Mega-Prabowo 6,40 persen
BACA JUGA: Kubu SBY Anggap Tak Ada Pelanggaran HAM soal DPT
Dari rekapitulasi hasil survei di 12 provinsi, terlihat bahwa SBY-Boediono mengalami penurunan drastis walaupun masih berada di urutan teratas (46,86 persen), sementara JK-Wiranto mengalami kenaikan (menjadi 32,46 persen), sedangkan Mega-Prabowo 20,34 persen.Ditambahkan oleh Soenaryo, hasil survei ini menunjukkan betapa jarak atau selisih elektabilitas ketiga pasangan capres-cawapres menjelang hari pelaksanaan pilpres ternyata menipis"Jika benar menurut banyak survei di mana SBY-Boediono memimpin dengan rentang angka yang jauh, maka menjelang hari-H pilpres, pasangan SBY-Boediono mengalami penurunan cukup tajam," ungkapnya.
"Sementara JK-Wiranto, justru mengalami peningkatan elektabilitas yang sangat signifikanMeski survei ini tidak bertujuan untuk mengetahui 'pemenang' pilpres, tetapi hasil survei menunjukkan jika kompetisi tersebut justru akan sangat ketat," tegasnya pula.
Audy Wuisang pun menambahkan, bahwa berdasarkan survei pula, penurunan elektabilitas SBY-Boediono disebutkan sebagai akibat penampilannya yang berbeda sama sekali dibanding saat Pilpres 2004"SBY (dianggap) terlalu defensif dan konservatifMengapa SBY tidak menampilkan gaya seperti pada Pilpres 2004," paparnya.
Audy mengemukakan lagi, bahwa selain dipandang defensif dan konservatif, faktor lain penyebab turunnya elektabilitas SBY adalah bersumber dari tim kampanye yang bersikap ofensif dan agresif, serta terkadang menimbulkan "benturan" dengan tim pasangan lawan"Kasus selebaran fotokopi di Medan dan kontroversi pernyataan mengenai peluang orang Sulawesi Selatan menjadi presiden, adalah contoh ofensif dan agresivitas tim SBY-Boediono yang cukup berpengaruh terhadap naiknya elektabilitas JK-Wiranto di Sulawesi, walaupun belum berpengaruh banyak di Pulau Jawa," imbuhnya.
Namun, meski peluang untuk terjadinya dua putaran pilpres terbuka, lanjut Audy pula, bukan berarti peluang untuk terjadinya satu putaran sudah tertutup sama sekaliPilpres berlangsung untuk satu atau dua putaran masih relatif sama peluangnya, karena angka-angka selisih dalam survei yang (relatif) kecil"Pilpres akan berlangsung satu atau dua putaran masih sangat tergantung kepada seberapa besar penurunan elektabilitas SBY-Boediono hingga 8 Juli, dan seberapa besar kenaikan elektabilitas JK-Wiranto hingga 8 Juli 2009," ujarnya(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas: Tak Perlu Ada Penundaan Pemilu
Redaktur : Tim Redaksi